Runaway; again

8.1K 215 1
                                    

"Carikan gue tempat tinggal!!!" Begitu mantap dia mengatakan itu, ditemani tas-tas besar yang tertidur lesu dibawah kakinya. "Tapi bell, lo yakin!?" Sahabatnya itu hanya takut bila saja dia menyesali keputusannya yang mendadak. "Yakin!" Tegasnya.

"Terserah kalau lo memang yakin. Lo mau di daerah mana? Kalau lo mau, mungkin gue bisa saranin kostan kakek gue. Gue yakin pasti ada satu yang kosong." Sebagai teman, dia hanya bisa menyarankan hal tersebut seraya membawakan barang-barangnya masuk kedalam kamarnya.

Bella kabur dari Ayahnya, dia hanya tinggal kurang lebih satu tahun di rumah itu namun sikap ayahnya yang terlalu over protective membuatnya jera. Hanya karena satu kali diantar pulang oleh seorang teman dan pergi main dengannya, ayahnya tidak pernah bisa berhenti menaruh curiga padanya. Dia bahkan memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya. "Berasa di kurung huh, tinggal dengan orangtua yang super over protective. Selain gak punya banyak teman dan gak bisa bertemen sama cewek, bahkan bokap lo melarang untuk tidak dekat-dekat dengan cowok juga. Lengkap penderitaan lo!" Gelas berisikan beer itu menyentuh bibir Desi. Dia tinggal dengan Afif dalam kostan sederhana dan berantakan itu, asbak yang penuh dengan bekas puntung rokok. Botol dan kaleng-kaleng bekas beer, itu adalah pemandangan yang jarang bagi mata Bella. "Ya, begitulah."

"Tapi gue tahu kok rasanya jadi lo, bonyok gue juga gitu masalahnya. Makanya gue kabur dari kuningan dan sekarang tinggal bareng si terkutuk Afif ini!" Sambungnya yang mengelus-elus pipi Afif yang sedang merasa sedikit tersinggung. "Malam ini lo tidur disini saja dulu, gue sudah SMS teman-teman gue untuk cari kostan. Mungkin besok kita sudah bisa bantu lo pindahan." Jelas Afif.
Dia membutuhkan kost-kostan karena tidak memiliki barang-barang apapun yang dia butuhkan. Hanya baju, beberapa sepatu dan alat mempercantik diri saja yang dia bawa. Bella juga meminta tempat yang cukup jauh karena tidak ingin jaraknya dan ayahnya terlalu dekat.

"Lo mau minum apa?" Desi berdiri dan menunjukan minuman-minuman kaleng yang beragam didalam kulkas yang pintunya terbuka lebar. "Ini saja sudah cukup, makasih." Jawabnya yang meraih segelas beer yang dia ambil dihadapannya, bahkan dengan sigap mengambil satu batang rokok milik sahabatnya. "Oh, gue pikir cewek rumahan gak bisa minum beginian, merokok pula!" Desi mengerutkan kedua alisnya melihat sikap Bella yang tidak pernah dilihatnya sebelumnya. "Lo pikir kerjaan gue pas jam istirahat apaan?" Jawabnya sepele yang semakin membuat Desi terkejut. "Dia kalau istirahat suka keluar bawa rokok, kadang merokok bareng gue di kantin belakang parkiran." Afif yang sudah mengetahui kelakuan Bella itu dengan santainya memberitahukan hal tersebut pada kekasihnya.

      Seperti itulah malam yang mereka lalui bertiga, beer dan asap-asap rokok yang memenuhi ruangan tersebut adalah kebebasan yang Bella rasakan. "Lo  kebayang kan, bagimana jadi gue? Berteman saja sudah susah, sekarang gue berteman dengan cowok dan bokap melarang itu! Hanya karena itu cowok anterin gue pulang, ctk!" Katanya yang sedikit mabuk dan menghirup rokoknya kembali. "Bahkan gue putus sama pacar gue, karena gue gak pernah punya waktu buat dia!" Sambungnya lemas. "Haha, kalau begitu kapan mau punya pacarnya?" Afif menertawakannya dan menuangkan beer kedalam gelas bella yang sudah kosong, sampai akhirnya mereka terlelap. Afif tidak tidur bersama mereka, karena kasurnya hanya cukup untuk dua orang, dia memutuskan untuk tidur di tempat temannya, di kamar sebelah.
***

"Lo mau kerja dimana?" Begitulah pertanyaan seorang pelayan bar yang mendapati Bella duduk sendirian sejak dua jam yang lalu, terlihat bagikan orang yang tersesat. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk mendekatinya, dan setalah berbincang-bincang akhirnya dia tahu apa penyebab kemurungannya.

Sejak dia kabur dari ayahnya hampir sebulan lalu, Bella sudah tidak mengantongi uang. Hanya tersisa sedikit saja, belum lagi dia harus membayar sewa kostan yang sebentar lagi tiba waktunya. Dia sudah mengajukan lamaran dibeberapa tempat namun harus menggunakan uang, dari mana dia bisa mendapatkan uang untuk sogokan. Lebih baik dia pakai makan atau membeli minuman.

Pelayan yang senang hati meladeni keluhannya itu menyarankannya untuk menemui temannya besok, untuk melamar pekerjaan. Dia bercerita bahwa temannya sedang mencari asisten baru untuk atasannya, dan mungkin saja Bella bisa diterima disana. "Lo cantik, coba saja kalau mau. Siapa tahu diterima, kan?" Katanya yang menambah beer itu pada gelas Bella. "Ya, gue rasa gue mau coba."

Esoknya dia kembali bertemu dengan Doni, pelayan bar yang dia temui semalam tadi. Doni membawanya menuju tempat dimana temannya berada untuk melamar kerja. "Makasih ya, padahal gue bisa kesana sendiri. Tapi lo udah baik banget mau anter gue segala." Katanya yang sedikit berteriak, memastikan bahwa Doni bisa mendengarnya dibalik helmnya. "Santai bell, sebentar lagi kita sampai."

Tiba di sebuah restoran yang dijanjikan, mereka turun dari motor dan menghampiri teman Doni yang sudah menunggu. "Oy, apa kabar bro?" Sapa Doni yang menepuk-nepuk punggung temannya itu. "Baik gue, gimana bar- ramai."
"Pastinya, oh iya. Ini cewek yang gue omongin tadi malam." Saat Doni memperkenalkannya pada temannya, pria itu terus menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Kenapa dia liatin gue kayak gitu!?

"Wah, cakep nih. Ini mah pasti diterima." Katanya yakin yang justru malah semakin menakuti Bella, seakan dia hendak mempekerjakannya untuk hal lain. "Kan gue bilang juga apa." Jawab Doni menyetujui. "Iya, nama lo siapa lagi?" Tanyanya yang menjulurkan tangan mengharapkan sebuah salam. "Bella, Bella Ai Shihab."

"Oh, Bella. Sudah pernah kerja seperti ini?"

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang