Hi rival

944 47 0
                                    

"Kamu tidak akan menanyakan hal seperti itu, jika memang aku sudah benar-benar hilang dalam hati kamu! Sekarang ijinkan aku mengungkap kebenaran yang selalu kamu elak. Kamupun masih cinta akan aku, hanya kamu pungkiri itu. Jika tidak, maka takkan ada alasan kamu meminta untuk bertemu denganku, bahkan tidak menolak masuk ke dalam kamarku, menangis di hadapanku, seakan-akan kamu lah yang mengemis meminta untuk menikah denganku!" Aaron membangkitkan luka itu tepat di hadapan wajah Bella. "Enough!" Tegas Bella, menyangkal segala yang Aaron katakan.
"Aaron! Aku datang kemari, karena aku ingin mengucapkan kata selamat itu tepat di hadapan kamu. Dan, aku hanya berharap agar kamu mampu mencintai wanita itu, sama seperti kamu mencintaiku. Aku berharap kamu mampu memperlakukan wanita itu, sama saat kamu memperlakukan aku dengan penuh kasih-" kata-kata Bella terputus. "Kamu tidak bisa memaksaku melakukan hal yang tidak bisa aku lakukan kepada wanita lain Bella!" Tampin Aaron menegaskan.

"Harus! Kamu harus bisa mencintainya dengan adil. Dia tumbuh menjadi wanita dewasa yang sempurna, dia pun memimpikan pernikahan yang diimami oleh pria yang mencintainya dengan cara yang sempurna. Akan sangat menyakitkan, jika dia hidup di bawah atapmu, dan mengetahui bahwa kamu tidak menaruh cinta untuknya. Setidaknya, itulah yang aku pinta sama kamu. Anggap saja itu adalah hadiah darimu, agar aku mampu bahagia. Bukankah, bahagiaku selalu menjadi impianmu?" Aaron masih diam membisu, dan Bella masih terus menangis pilu. Getir rasanya, mengungkapkan semua kata yang mengerikan itu di hadapan aaron. Namun kini, ia merasa semakin lega karena mampu mengeluarkan sedikit beban dalam hatinya.

"Aaron?"
"Aku tidak tahu apa keinginanmu, aku pikir kedatanganmu di sini untuk mencegah pernikahanku, namun ternyata kamu hanya memaksaku untuk mencintai wanita itu."

"Lantas kenapa kamu menyetujuinya kalau kamu tidak menaruh hati padanya?! Kamu mau menerima dia, tandanya ada sedikit rasa ketertarikan kamu terhadap dia, iya kan?!" Aaron diam saja, tak mampu menjawab ucapan Bella. "Aaron-" Bella menghampiri pria itu, bahkan ia pun memeluknya dengan erat, membuat dada Aaron basah dibanjiri oleh air matanya.
"Sentuh aku. Sentuhlah tubuhku sebelum kamu, menjadi suami wanita itu." Mendengar bisikan lembut dari bibir Bella, membuat hati Aaron tersayat beberapa bagian, justru bukan bahagia yang menyelimuti hatinya. "Kenapa kamu harus melakukan hal seperti ini Bella? Apakah ada yang salah denganmu? Apakah telah terjadi sesuatu padamu?" Bella melepaskan Aaron, ia berlari begitu saja meninggalkan pemilik kamar yang menatap kepergiannya dengan mata yang begitu sendu.

Bella masuk ke dalam mobilnya, mengendarai mobil dengan air mata yang tak mampu berhenti menetes. Debaran jantung yang tidak pernah enggan senada, segala getaran pada tubuhnya yang tak mampu seirama. Ia mengasihani dirinya.
Ia cukup tahu bahwa kesadarannya sedang terganggu saat ini, maka ia pelankan laju mobilnya. Agar tidak ada hal yang semakin buruk menimpa.

Sebenarnya apa yang aku pikirkan?! Kepuasan apa yang akan kudapat dengan melakukan hal seperti itu.

Dikepalnya kemudi mobil itu dengan kuat, sama kuatnya dengan air mata yang jatuh membasahi pangkuan. Bella sadar bahwa apa yang ia ucapkan pada Aaron, di luar dari dugaannya. Seakan-akan kata itu menggelincir dengan halus tanpa mampu ia hentikan.
Niatku untuk bertemu dengannya, hanya ingin mengucapkan selamat dengan hati yang lapang dan senyum bungah untuk kupersembahkan.
Namun, dengan tanpa tahu malunya. Aku membisikan kata yang begitu menjijikan!!! Hardiknya tiada henti untuk dirinya sendiri.

"Ya, siapa?" Tanpa ada jawaban dari luar, Aaron membuka pintu itu. Dan pria yang selama ini dibencinya, kini datang bertamu, dan berdiri tepat di hadapannya, melempar tatapan seakan ingin membunuhnya. "Kalau lo cari Bella, dia sudah pergi." Jawab Aaron yang dengan cepat memalingkan pandangan. "Yeah, I know. Boleh gue masuk?" Dengan senyuman penuh percaya diri, tatapan ramah namun terasa membunuh itu, Navin meminta persetujuan Aaron untuk membiarkannya masuk. "Sure." Aaron tidak bernafsu untuk menawarkan pria yang bertamu ke kediamannya itu secangkir teh ataupun kopi. Ia rasa tidaklah perlu. "Apa yang membawa lo kemari?" Sambungnya tak lama.

"Hanya ingin bertemu kerabat lama, dan ingin menanyakan beberapa hal saja." Melihat Navin tersenyum seperti itu, rasanya Aaron sedang melihat iblis mengerikan yang sedang mencoba tersenyum untuk menunjukan taring-taring tajam di hadapan lawannya. Baru kali ini, ia melihat sosok Navin yang bisa saja membuat bulu halus pada tengkuknya berdiri. "Sure, gue juga akan menjawab beberapa pertanyaan itu!" Jawab Aaron mantap, kini ia pun melempar tatapan dan senyum yang sama mengerikannya. "Lo akan menikah bukan? Namun tampaknya, lo masih terus saja mengganggu Bella." Hardik Navin enggan menutupi apa yang selalu ia curigai.

"Hmph, gue mengganggu Bella? Are you fcuking kidding me Navin?" Tanya Aaron dengan sorot mencela. "Bukan gue yang mengganggu, namun dia sendiri yang ingin bertemu gue. Tandanya dia masih cinta sama gue!" Sambung Aaron sangat percaya diri. "C'mon Aaron, quit acting stupid! Lo pikir gue gak tahu, Bella sudah tidak cinta sama lo, dia hanya kebingungan menerima kenyataan bahwa mantan tunangan yang dulu hendak meminangnya, kini akan menikah dengan orang lain dalam waktu yang sesingkat itu. Buang saja rasa percaya diri lo itu!" Navin tertawa mengasihani pria yang enggan menerima kenyataan itu.
"Navin, Navin. Apa sih yang membuat lo begitu yakin bahwa Bella sudah melupakan gue?! Hanya karena sekarang gue sudah tidak ada di sampingnya, lantas lo berpikir bahwa kini lo lah yang pantas mendapatkan cintanya?! What a pain in the neck!" Navin ingin sekali memukul wajah Aaron ketika berbicara dengan begitu angkuhnya.

"Akan gue beritahu tentang hal yang sangat menarik. Alasan Bella datang kemari, karena dia ingin menyerahkan raganya untuk gue!" Aaron semakin membuat Navin merasa sangat geram. "Kebohongan macam apa itu, Ron?! Menyombongkan diri seakan-akan lo adalah satu-satunya pria yang Bella cinta. Jangan berpura-pura tidak tahu, bahwa alasan Bella mengakhiri hubungan kalian adalah. Karena dia tidak bisa menikah sama lo, dan karena dia sadar bahwa keberadaan gue jauh lebih berarti daripada lo! Jadi berhentilah mengganggu Bella!" Tanpa menjawab ucapan Navin, Aaron menghantam wajah pria itu dengan cukup kuat, hingga membuat Navin tersungkur karenanya.

Tak rela jika wajahnya dipukul oleh Aaron, Navin pun membalasnya dengan lebih kuat. "Apa yang membuat lo begitu percaya kalau Bella gak bisa hidup tanpa lo dibandingkan dengan gue, huh?!" Teriak aaron, yang masih berusaha menghantam wajah Navin namun tak bisa. "Lo pikir gue gak tahu! Saat lo masuk ke dalam kamar Bella diam-diam, saat itulah gue mengetahui segalanya, bahwa selama ini Bella pun mencintai gue! Dia lebih memilih gue daripada lo, karena itulah dia putusin lo! So, stay away from her, you batsard!!!"
"What did you just say?!" Aaron tidak terima jika Navin merasa telah memenangkan Bella. "Gue bersyukur, Bella meninggalkan lo. Karena dengan demikian, tandanya dia sadar. How batsard you really are!!!" Navin masih mencela pria yang kembali memukul wajahnya itu.

"Lo juga bajingan Navin! Karena lo, lo adalah perusak hubungan gue dan Bella. Karena keberadaan lo selalu menjadi pusat perhatian bagi Bella, you're so annoying! Lo pikir gue sudi, berteman dengan lo!? Kalau bukan karena Bella, takkan pernah sudi gue berada di tempat yang sama, dan harus berpura-pura ramah sama lo!" Ungkap Aaron yang menumpahkan apa yang ditahannya selama ini, dan Navin pun sedikit banyak merasa. Bahwa Aaron tidak benar-benar menganggapnya teman.
Navin tertawa mencela sebelum memberi jawabannya. "How funny, karena itulah lo benar-benar berengsek! Syukurlah Bella meninggalkan pria bermuka dua kayak lo!" Dihantamnya perut Aaron, hingga pria itu terbatuk-batuk. "SHUT THE FCUK UP!!!" Aaron membalas pukulan yang cukup keras pada bagian kaki Navin dengan kakinya. Hal itu cukup membuat Navin meringis kesakitan, karena kaki yang Aaron tendang adalah kakinya yang terluka.

"Lo pikir gue gak tahu huh?! Lo adalah bajingan yang meneror Bella dengan ulah konyol lo itu. Lo untit dia seakan lo hendak membunuhnya, itu yang lo sebut cinta sama Bella?! Lo yang membuat Bella terus menangis, hingga dia ketakutan. Pria kayak lo, memang tidak pantas untuk Bella!" Dengan napas yang terengah-engah, Navin membungkuk dan menopang kedua kakinya yang terasa semakin bergetar. Rasanya ia ingin runtuh saat itu juga.
"Gue akan melepaskan Bella, kalau ternyata dia memang masih menaruh hati pada lo. Gue akan merelakan Bella bahagia sama lo, kalau memang lo yang pantas untuk dia. Tapi setelah gue tahu, bahwa cara loe mencintai bella sangatlah salah, dan bella pun menaruh hati yang sama untuk gue; gue gak akan membiarkan dia menangis lagi untuk orang yang salah! Gue akan memperjuangkan dia". Aaron diam saja, masih sibuk melap bibirnya yang berdarah.

***

"Apa yang terjadi padanya? Saat dia meminta gue untuk menyentuhnya, tidak ada rasa senang sama sekali. Justru gue sedih melihat dia yang tampak seperti orang mati".

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang