Hairband And The Kiss Pt. 2

1.3K 52 0
                                    

Gue gak akan kalah! Gue akan tunggu lo di garis finish, dan melihat ekspresi kekesalan di wajah itu. Seraya lo menerima maaf gue, dan mengungkapkan isi hati lo! Batin Navin meyakini, seakan itu adalah doa. Ya, gue pasti menang!

Melihat navin berada di sampingnya, Bella sempat terkecoh, karena terkejut dan tidak menyangka, bahwa Navin akan menyusulnya. Padahal tadi, langkah kaki pria itu terlihat sangat menderita. "What? How could you?!"

"See Bella, I'll win! Yeah, definitely!!!" Pungkas Navin angkuh, dengan napas yang terengah-engah. Ia tertawa begitu lepasnya, saat sudah melewati Bella. Walaupun kakinya semakin sakit, namun perjuangannya belumlah selesai. Ia harus mampu menuju puncak. Sebentar lagi, hanya butuh waktu beberapa menit lagi. "Oh no you don't!!!" Bella ikut terbakar api semangat, ia pun berusaha mengejar pria itu. Namun langkah kaki Navin cukup besar untuk ukuran orang yang baru sembuh dari oprasi.

Navin menjatuhkan tubuhnya, ia lekas meluruskan kakinya. Sambil duduk di tengah-tengah jalan, Ia mendongakkan kepalanya, bernapas dengan lega dan bebas, saat merasakan sinar matahari yang menyentuh wajahnya.

Bella kalah, ia sudah enggan berlari dengan cepat. Karena percuma, kini sudah jelas siapa pemenangnya. Ia hanya berlari kecil, dengan tatapan tidak mau menerima kekalahan, ia memandang lurus pada tempat pria itu berada.

Hey, wait. Ini seperti. Mata Navin terbuka lebar, selama memandangi Bella yang sedang berlari kecil dengan kedua ujung gaun yang dicengkram kuat olehnya, dan sepasang sepatu flat itu. Bella seakan sedang berusaha menjangkaunya, bukan menyusul pemenang yang sudah berleha-leha di garis finish.
Yeah, it is! Bella, menghampiri gue kali ini.
Tanpa gue yang harus menghampirinya terlebih dahulu, dia datang dengan sendirinya. Dengan wajah yang penuh kekesalan itu, semangat yang runtuh dan rambut berantakan yang telah dicakar angin. Navin mampu merasakannya uforia dalam dirinya, hingga membangkitkan rambut-rambut halus di lengan hingga tengkuknya. Ini begitu menyenangkan untuk dilihat.

Hadiah lainnya, telah membuat Navin merasa begitu senang. Ini bagaikan kemenangan ganda untuknya. Walaupun kenyataan, Bella hanya menghampirinya karena berusaha menyusulnya dan garis finish. Namun ia tidak perduli! Baginya, ini bagaikan Bella yang datang menghampirinya dan ia sambut dengan kedua tangan terbuka. Seperti yang selalu diharapkannya. "So, sekarang gue sudah resmi dimaafkan. Dan lo-" Setelah puas memandangi Bella, dan berhenti bernapas dengan terengah-engah, Navin menagih janji yang Bella buat.
"Dengar Navin! Gue gak tahu, apa yang sebenarnya lo mau. Tapi-" Suara Bella melemah. Wajah kesal karena harus menerima kekalahan, amarah disinar mata gadis itu; kini menghilang.

Gadis itu bangkit kembali dari istirahatnya, setelah mengenakan sepatunya. Ia menatap mata Navin yang sedang duduk di bawah. "Aaron, memang belum sepenuhnya hilang dalam diri gue. Bagaimanapun, sosoknya dan cinta itu, memanglah masih ada. Biarpun sudah tidak utuh lagi bentuknya! Perlahan, sedikit demi sedikit, gue pun mulai lupa akan dia. Memang, setiap kali lamunan datang, dia lah yang gue ingat. Bahkan seringkali ada rasa ingin menemuinya, namun selalu gue lawan." Melihat wajah Bella yang serius dan layu seketika, tidak sesemangat dan ambisius seperti tadi, membuat Navin berusaha menerobos masuk ke dalam mata Bella dan menyimaknya, namun tak bisa! Fokusnya telah dicuri, oleh pita emas yang semakin menggelincir ke bawah. Berusaha meninggalkan rambut Bella dan seakan ingin, rambut-rambut itu menari bebas diterpa angin, tanpa ada sesuatu yang mengikatnya. Dan hal itu, semakin mengundang keinginan Navin untuk menggodanya.

"Saat lo seret dia ke sini, kita saling bertatap mata kembali di bawah atap yang sama. Rasanya, sedikit rindu dan rasa cinta itu menggelitik. Menggoda untuk gue kembali mengulangnya." Ada desiran yang terasa nyeri dalam hati Navin, saat Bellaberkata, bahwa cinta itu masihlah ada. "So, um; does that mean, lo masih mengharapkan Aaron?" Navin sadar betul, bahwa ucapan yang keluar dari mulutnya terdengar terbata-bata. Bukan karena tidak berani menanyakannya, namun karena pita itu semakin jatuh dengan licinnya, terlepas dan meringkuk di atas tanah kering. "Semuanya sudah hilang! Saat gue sadar, ternyata bukan Aaron lah yang gue inginkan, melainkan kenangan yang gue rindukan dan memang belum mampu gue hilangkan. Setidaknya itulah yang ingin gue percaya." Bella mengungkapkannya, segala yang ada dalam hatinya, dan yang Navin pertanyakan. Rasanya menyakitkan, harus memberitahukan hal tersebut kepada pria yang ia sayangi juga. Namun saat Bella menceritakan perasaannya. Ada sedikit rasa lega, dan bahkan tanpa sadar, Bella mampu menciptakan senyuman kecil dari bibirnya. Namun tetap saja, air mata masih mengalir di pipinya. Bella membungkuk dan berusaha meraih pitanya yang meringkuk di atas tanah, namun.

Gue, tidak tahan lagi! Navin meremas tangan Bella yang hendak meraih pitanya. Tubuhnya membungkuk sejajar dengan wanita itu, dan tangan lainnya, ia mendaratkan tangannya pada dagu Bella. Bibirnya pun dengan lembut menyentuh wanita di hadapannya. This is all your fault. Really!

Jangan terlalu kejam sama gue, jangan menangis di hadapan gue. Inilah yang akan lo dapat! Rasanya seperti mimpi, Navin mampu melakukan hal seperti itu pada Bella. Ia pun sudah tak mampu untuk membendungnya!
Navin sudah mengetahui semuanya, segalanya. Bahkan apa yang Bella sembunyikan. Di bawah langit ini, langit senja ini. Dengan peluh yang masih mengalir di tubuh keduanya, disaksikan oleh pita emas dan cengkraman erat tangan Navin pada Bella itu. Navin menciumnya, wanita yang selalu enggan hilang dalam benaknya.

Bahkan Navin pun mampu merasakan, bahwa Bella pun balas menciumnya, Bella mencium Navin juga. Seakan sudi menerima segala sentuhan lembut darinya, Bella membalas dan menerimanya.
Mereka bahkan sudah berdiri tegak. Navin membawa gadis itu untuk bangkit dan memeluk pinggulnya dengan erat, seraya tangan kirinya membelai leher Bella penuh damba. Rasanya seakan tidak puas, jika hanya mencium Bella saja. Tangannya menolak untuk diam dan terus meremas bagian pinggul, dan membelai leher Bella gemas.

Apa yang kita lakukan? Dia benar-benar menciumku? Dan, kali ini bukan lelucon?! Tanya batinnya merusuh. Ini, tidak ada bedanya dengan mimpi di siang bolong. Jika bukan, gigit bibir ini. Sebagai bukti nyata, bahwa kau benar-benar menciumku.

Does that means. Dia menginginkanku?

Bella masih diam, merasakan pinggulnya yang dicengkram erat dan lehernya dibuai lembut oleh tangan Navin. Ya, Navin! Rasanya masih tidak percaya, akan apa yang terjadi di sini, dan apa yang sedang mereka lakukan.
Yang ia inginkan hanyalah menjauh, namun rasa tak ingin, dan terlalu menyakitkan untuk pergi. Begitu eratnya Navin memeluknya. Seakan segenap tenaga dalam dirinya telah dikerahkan hanya untuk mendekapnya. Bella mampu merasakannya, sedikit debaran kencang yang nadanya tidak tenang. Bahkan ia mampu merasakan, inti dari pria itu yang mengeras. Ia mampu menghirup aroma segar dan betapa maskulinnya napas Navin. Ia tidak menyangka, jika ia akan meleleh di tangan pria yang selalu ingin ia jauhi.

Ada rasa takut dan nyeri dalam dadanya. Dan bertanya-tanya, apakah Navin mampu merasakan dan mendengar debaran jantungnya? Bella harap tidak! Karena itulah ia menjauh dan menyudahinya. Dengan tatapan yang nalar, dan bibir yang terasa panas, ia meninggalkan Navin bersama dengan pita itu.

Bella melangkah cepat seraya menyeka bibir bekas ciuman Navin dengan tangannya. Karena ia yakin, lipstik yang ia kenakan pasti sudah berlunturan kemana-mana, akibat ulah Navin dan dirinya. Pria itu, bahkan ia pun, dengan begitu buasnya melakukannya. "Bell, hey. Bella wait!" Navin meneriaki nama wanita yang baru saja ia cumbu bibirnya habis-habisan dengan nada yang begitu lembutnya. "Bella, ini pitanya. Tunggu, biar gu- biar aku pakaikan untuk kam-" Navin merasa malu sendiri, memanggil Bella dengan sebutan-sebutan yang lebih intim, namun tak lama gadis itu pun memotongnya. "Stay away from me!" Gak, lo berbohong Bella! Lo suka berada dalam dekapan pria itu kan?! Lo bahkan membalas ciuman pria itu dengan sama buasnya!

"Lho, kenapa? Jangan bilang kalau lo marah karena gue melakukan hal itu. Lo pun membalasnya, iya kan?" Navin mengubah kembali, kata kamu yang sempat ia ucapkan pada Bella dengan lembutnya itu. Karena melihat suasana saat ini kembali memburuk.

Rasanya luka dan sakit hati, selalu enggan meninggalkan dirinya saat ini. Terkadang, ia merasa kesusahan sendiri untuk menghadapinya.

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang