Tears

1.2K 48 0
                                    

      Bella diam saja, ia masih merasakan gemetar di setiap bagian tubuhnya. Terkungkung mendengar apa yang diminta oleh Aaron baru saja. Apa yang diinginkan pria dihadapannya ini, apa tujuan mantan tunangannya ini? Itu sungguh mustahil dan berat untuk ia katakan.

"Oh my God! What in the world are you doing Jo. Ugh! Bodoh, bodoh!" Joan masih saja memukul-mukul kepalanya sendiri, menyesali ucapannya yang ia rasa terlalu berlebihan pada Bella.

Saat merasa sudah puas mengitari ruangan, Navin masuk ke dalam kamar. Ia sudah puas mencari-cari keberadaan Aaron.
Tanpa mengetuk terlebih dahulu, ia langsung masuk dan mendapati Joan yang sedang mondar-mandir dengan resahnya.

Navin melangkah semakin dekat menghampiri Joan dan memandang wajah sahabat kecilnya itu. "Lupa kalau lo mau ganti baju Jo? So, she's there, huh? With him." Joan hanya mengedip-ngedipkan kedua bola matanya yang melebar.
"Apa yang lo lakukan sama Bella? I mean. Lo berbohong sama kita, bahwa lo hendak mengganti pakaian. Dan, lo ajak dia ikut sama lo, masuk ke dalam kamar ini dengan alasan untuk membantu lo berganti pakaian? Padahal ini bukan kamar lo, lo datang ke sini sebagai tamu, sebagai sahabat gue. Bahkan lo tidak menginap di sini. Tell me, why is that?" Joan yang sudah tertangkap basah berdusta, mencari alasan untuk menarik Bella bersamanya. Kini terbongkar oleh Navin dan ia hanya mampu mengernyit. "Gue tidak bermaksud menjadi pahlawan. Sorry, but I can't stand it!"

"Maksud lo?" Navin terheran-heran mendengar jawaban Joan. "Apa lo gak lihat, dia setakut itu bertemu dengan mantan tunangannya. She was, trembling. Gue, hanya ingin menjauhkan pujaan hati lo, untuk tidak terlalu lama dekat-dekat dengan mantannya. Karena itulah, gue bawa dia pergi. Dan mungkin, sekarang dia sedang menangis di kamarnya. Apa salahnya, kalau lo temani dia?" Suara Joan sedikit meninggi, bahkan alisnya pun mengkerut saat berbicara pada Navin.
Joan meminta Navin untuk menyusul Bella yang mungkin saja sedang menangis di kamarnya. Namun Navin enggan menghampiri gadis itu. Ia enggan mengganggu Bella dan bayangannya.
Ekspresi yang tunjukan tunjukan berubah menjadi sangat serius. Sudah sekian lama, Navin baru melihat kembali ekspresi wajah Joan secara langsung. "Lo, masih sama ya Jo. Selalu tak tahan melihat orang di sekitar lo kesusahan, sekalipun orang tersebut tidak lah lo kenal!" Pungkas Navin memuji.

"Apaan sih, nanti gue jadi malu! Menghadapi yang ditakutkan, tidaklah semudah itu Vin. Sudah sana keluar, go after her. She needs you; your Belle!"
"Nah, that's ok. Gue yakin, dia akan keluar dengan sendirinya. Di saat dia sudah puas menangis. Sendiri di dalam kamarnya, tanpa ingin diketahui oleh siapapun."

"Anyway Jo. Lo mau berapa lama di sini? Ini kamar orang, kalau dia masuk, lo akan merasa canggung juga kan?" Goda Navin yang melempar senyuman tipis pada Joan. "Iya, sorry, gue gak tahu." Jawab gadis itu malu. "Kalau mau tidur, sana! Pakai kamar gue saja di atas."
"Gak, nanti gue keluar kok. Lagian, nyokap sama bokap juga sebentar lagi pasti pulang. Vin." Joan sengaja memberi jeda. "Huh?"

"Kenapa lo biarkan Bella bertemu mantannya. Lo tahu, bahwa pria itu menjadi tamu di pesta lo ini. Dari raut yang gue lihat, tampaknya Bella tidak mengetahui akan hal itu. Mengapa, lo merahasiakan itu? Mengapa lo membiarkan Bella bertemu dengan pria itu?" Tanya Joan menyampaikan apa yang sejak tadi ditahan. "Kalau dia terus-menerus membelakangi bayangan yang selalu dia takutkan. Maka semakin lama pula, gue harus bersabar, menunggu lukanya sembuh. Sampai dia terbebas dari rasa takut, dan bahkan lukanya sendiri. Lalu datang, dan menerima kehadiran gue." Jawabnya enggan menutup-nutupi.
"From the very first time I know you, I've never seen you like this!" Navin hanya tersenyum dan pergi meninggalkan Joan di dalam kamar milik Bertha.

Ia kembali duduk di tempat Dimas dan Chris. Lalu dengan nafsunya, ia menenggak wiskinya kembali.
So, semuanya sudah jelas sekarang!
Melihat Navin yang kembali pada kursinya dan dengan hausnya menenggak minuman itu, Dimas dan Chris hanya menganga memperhatikannya. "Santai lah buddy, minum boleh. Tapi jangan sampai mabuk. Ini pesta lo bukan?!" Singgung Chris dengan sok akrabnya menepuk-nepuk bahu Navin.
"Don't tell me what to do, spare me your lectures, thank you!" Pungkas Navin dengan senyuman mengganggunya, dan Chris hanya menggeleng kecil dengan senyuman tipisnya.

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang