Be honest!

1.6K 60 2
                                    

      Seperti yang diminta kakaknya, Aaron datang ke rumah untuk menemuinya. Entah ada masalah apa, namun wanita berusia tiga puluh empat tahun itu terdengar ingin membicarakan hal yang cukup serius. Setibanya di ambang pintu, dia sudah di sambut pelayan dan keponakan cantiknya yang berusia empat tahun— lalu dengan sigap menubrukan tubuh kecilnya pada kaki Aaron yang jenjang dan besar.
"Hey, kenapa sweetie?"
"Sebentar lagi ulang tahun, om bawa kado yang banyak ya!"
"Iya, tentu." Katanya yang menuntun gadis kecil itu ke arah ibunya yang sudah duduk di ruang tamu.

     Sudah terlihat dua cangkir cantik dan juga tea pot kebanggaan yang selalu kakaknya lap dengan kain lembut, dan digunakan untuk menjamu tamu yang dia sukai. Tentu saja Aaron termasuk orang yang selalu dia sukai.

Pria yang menggandeng putrinya itu duduk di hadapannya, dan menyerahkan tas dan jacket pada pelayan yang berdiri di samping kursinya, yang dia gunakan saat olahraga sekitar satu jam yang lalu.
      Kakak semata goleknya itu terlihat tidak seperti biasa. Ramah, ceria, cerewet, banyak menasihati dan merajuk. Namun kini, rasanya Aaron sedang menatap wajah sadis Maleficent yang siap untuk menusuk tubuh kekasih Aurora dengan tanduk tajam di kepalanya. Hingga rasa cemas dan takut Aaron, membuatnya tak punya cukup tenaga untuk menyapa sang kakak. "Why so serious?" Tanyanya melempar tatapan tajam pada Aaron. "You're way too creepy Reg!"

   Regina Susanti. Anak sulung yang berumur tiga puluh empat tahun, seorang janda yang memiliki putri yang sembilan bulan lagi beranjak empat tahun, masih dibilang sangat jauh dari angka empat. Well, forget it! Namanya Liviagatha Wicaksono.

Regina adalah putri dari Emi Susanti, dan dia adalah kakak tiri aaron, saudara beda ayah dan itu jauh sebelum Emi dan ayahanda Aaron menikah. Berhubung ayah Aaron sudah lama berpulang, tepatnya saat dia duduk di bangku kelas dua sekolah menengah. Ibunya lah yang sibuk mengurusi usaha peninggalan suaminya itu. Sibuk dan gemar bepergian ke luar kota, bahkan negara.
Melihat menara Eiffel, Condong Pisa, Patung Singa yang mengeluarkan air dari mulutnya sampai Rijksmuseum di Belanda. Tentu saja membuat arron kesepian, karena sisa-sisa masa remajanya hanya merangkul dan bersembunyi di ketiak pelayan rumah.

      Semenjak kakak tirinya bercerai dan kembali bergabung di rumah ini, Aaron sedikit lega dan bisa dibilang setengah dari nyawa yang dia biarkan mati, kini mampu hidup kembali. Ibunya pun meminta Regina untuk memerankan peranan sosok seorang ibu bagi Aaron, selagi dia sibuk di luaran kota, dan jarang berada di rumah. Kini kakak yang sudah seperti ibu baginya, sedang duduk di hadapanya dan memandanginya dengan mata yang membuat hatinya penuh tanya.

Aaron tak ingat jika dia berbuat kesalahan. Pekerjaan, lancar! Patuh, Being a good boy? Of course! Lantas kenapa? 
"Mama, sudah pulang dari Makassar. Tapi dia langsung pergi ke Singapura saat itu juga."
"Oh, i see."

"Dia gak telfon kamu?" Tanya regi penuh selidik. "Gak tuh."
"Yah, seperti biasa. Dia tetap mengawasi pekerjaanmu di Jakarta dari jarak jauh. Namun-"
"Get to the point already!" Tegas Aaron. Pria itu sudah dibuat mati penasaran akan sikap Regi yang aneh dan tidak wajar. "Aku juga gak ngerti harus gimana ngomongnya, dan di tambah semakin gak ngerti, tumben-tumbenan dia berpikir seperti itu." Jawab Regi mengeluh sendiri. "Kamu masih ingat kan, resolusi mama untuk dua tahun ke depan?" Tambahnya denga sorot menyelidik. "Yeah, then?"

"First of all. Kamu masih sama Bella? Kok sekarang jarang ajak dia ke sini. Ajak nginap lagi, ya?" Pintanya lembut. "Masih lah. Nanti aku ajak, tapi mungkin gak sekarang. Soalnya minggu depan kita mau liburan." Jelas Aaron. "Oh. Titip salam saja kalau begitu."
"Come on Reg! Kamu mau ngomong apa sih?! Bukan perasaanku saja, bahkan kamu pun merasa, bahwa sekarang ini sedang bertele-tele, iya kan?!" Aaron semakin gundah, dia tidak bisa duduk dengan tenang di kursinya. Masih mempertanyakan hal yang sama. Apa yang salah pada dirinya, dan apa yang ingin dibicarakan oleh kakaknya. "Ok. Pertama, ini pertanyaan dariku sendiri. Tapi ini tetap ada hubunganya sama apa yang ingin disampaikan oleh mama. Kamu benar-benar cinta sama Bella? Be honest, ini serius!"

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang