A gentle touch

1.6K 59 0
                                    

Navin idiot! You're so stupid!!!

Bagaimana bisa lo memasang wajah sebodoh itu, dengan luka di sekujur tubuh, perban di wajah dan kaki yang dibungkus!? Bagaimana bisa lo masih tersenyum pada sahabat yang tidak ada di saat lo sekarat!? You idiot! Berhenti menunjukan wajah konyol dan senyum bodoh itu idiot. You idiot!!!
Bella mematung melihat kondisi navin yang berantakan, namun pria itu masih bisa tersenyum kepadanya. Menyeringai seperti tidak merasakan sakitnya. Seharusnya Navin membencinya, bukannya malah bersikap hangat dengan senyum bodoh di wajahnya. "You idiot! Idiot, stupid Navin!" Mereka bertiga saling melempar tatapan bodoh, melihat Bella yang merajuk di depan pintu dan memaki-maki Navin. "Eh. Kok gue malah dimaki-maki?" Tanya si korban kecelakaan itu bingung.

"Navin bodoh! Stupid, stupid, stupid!" Hardik Bella yang membuat Navin tersenyum kecil. Here we go again! Teriakan ini, yang gak akan pernah mampu untuk dilupa. Sudah lama tidak mendengarnya. Batinnya. "Ssh, ini di rumah sakit Bell!" Tegurnya yang masih mengikik kecil.
"Berhenti bersikap ramah sama gue! Berhenti memasang wajah konyol dan senyuman bodoh itu! Lo harusnya marah sama gue, karena gue gak ada saat lo sekarat!" Pungkas Bella masih dengan suara tingginya. "Wowowo... sekarat?! Sembarangan kalo ngomong! Gak apa-apa, gue ngerti kok. Gak masalah kalau lo baru bisa jenguk sekarang." Jawabnya santai. "Sini bunganya! Nanti pada rontok, karena lo remas-remas terus." Tambah Navin pada Alma yang geleng kepala, melihat kepanikan Bella.

"Lihat diri lo! Jelek, luka di mana-mana. Gimana ceritanya sih Vin bisa kayak gini? Lo tuh memang suka kadang-kadang kalau bawa mobil." Navin membuang napas malas mendengar mukadimah Bella. "Ssh, sudah ah! Ngomel mulu, badan gue sudah sakit nih. Jangan buat telinga gue tambah sakit! Kan yang penting sekarang gue sudah gak apa-apa." Jawabnya santai agar Bella sedikit lebih tenang. "Btw Aaron gak ikut?" Tambahnya. "Um. Dia gak bisa ikut, mungkin lain kali. Maaf juga untuk itu ya." Dustanya yang tak mampu memandang Navin saat berbicara.
"Santai saja Bell, gue ngerti kok! Mungkin kalian sedang sibuk mempersiapkan rencana pernikahan." Ucapan Navin begitu memukul hati mereka, terutama Bella yang hanya membisu tak mampu menjawab apapun. Hanya senyuman bodoh yang mampu ia perlihatkan.

     Suasana rumah sakit terasa begitu hangat dan menyenangkan. Mereka dengan akrab dan cerianya membunuh waktu dengan memainkan monopoli yang Natly bawa.

Navin pun tak mau ketinggalan. Walaupun sedang dipenuhi luka, namun semangat bermainnya sangatlah membara. Demi membunuh kebosanan dan menghindari lamunan.
    Bagi Bella maupun Navin di saat seperti ini, berkumpul dan menghabiskan waktu bersama, rasanya sangat menyenangkan. Untuk sesaat mereka lupa, akan rasa sakit dan luka yang diderita. Bagaimana mungkin, aku jatuh cinta pada pria ini.
Aku menyayanginya, karena dia adalah 'sahabatku', teman baikku. Dan memang sudah seharusnya begitu! Batinnya penuh keyakinan seraya memandang wajah Navin yang memberengut masam dengan lembutnya. "Sudahan ah, gue bankrupt terus! Padahal sudah tiga kali main." Navin mengeluhkan kesialannya, dengan cepat tangannya menutup kertas monopoli itu dan merapihkannya; agar lekas usai. "Memang apes!" Tambahnya yang membuat Alma dan Bella menertawakan pasien yang sedang memasang wajah cemberut di atas tempat tidurnya itu.

"Sudah sore, makan dulu yuk!" Ajak Natly yang mendekatkan dirinya, dan mulai menyuapi Navin. "Kalian gak makan juga?" Tanyanya dengan mulut yang penuh. "Nanti, makanan rumah sakit gak ada yang enak. Kita gampang, yang penting lo saja dulu." Jawab Alma dengan sorot yang mencibir makanan dalam pangkuan Natly.
"Iya benar, rasanya anyep semua!" Ujar Navin membenarkan dengan wajah malas namun ia tetap memakan makanannya. "Sudah, ngeluh terus dari tadi! Makan cepat!" Tegas Natly meminta. "Yes ma'am!"

Melihat Navin yang dirawat oleh tangan Natly, Bella terus menertawakan mereka. Navin yang manja dan banyak mengeluh, terlihat seperti anak kecil. Dan Natly seperti sedang memerankan figur ibu yang jahat dan tak sabaran. Mereka kerap berdebat dan saling meneriaki satu sama lain hanya karena hal yang sepele. "Bell, ikut gue yuk!" Ajak Alma yang membuyarkan lamunan Bella, untuk menyegarkan tenggorokan dengan jus segar yang ada di cafeteria.

"Lo mau marahin gue kan? Marahin saja! Gue juga gak akan marah balik." Tuding Bella begitu tiba di salah satu meja. "Gue tahu lo dalam kondisi yang sulit. Harus berkelahi dengan diri lo sendiri, untuk memilih-milah keputusan yang baik. Tapi jangan lari dan menghindari orang lain juga donk! Setidaknya aktifin ponsel lo? Suatu saat kalau ada orang yang meminta bantuan dan mencoba menghubungi lo, lo itu ada!" Pintanya lemah.
      "Gimana kalau ada hal yang lebih buruk terjadi?! Mungkin lo gak akan tahu kalau kerabat ataupun keluarga lo meninggal di jalan, karena polisi gak tahu harus menghubungi siapa dan ke mana. Maaf, tapi lo cukup egois juga." Tambah Alma yang berusaha untuk tidak menyinggung Bella sebisanya. "Ya, gue tahu. Gue egois karena membiarkan diri gue sendiri dikurung masalah gue, sampai gak peduli keadaan orang lain dan gak mikirin orang-orang di sekitar gue. Sorry about that." Jawab Bella yang menyadari kesalahannya. Bukan ia tak mau, namun saat Navin dalam musibah, ia memang tak bisa menjenguknya saat itu juga.

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang