If i'm allowed

1.3K 61 0
                                    

     Sudah tiga puluh menit berlalu sejak mereka tiba di dalam cafe untuk makan malam. Alma masih diam saja, masih dengan kemurungannya. Navin merasakan bahwa sikap sahabatnya itu berbeda, dan sepertinya kemurungan Alma ada sangkut pautnya dengan dirinya. Karena jelas sekali, sikap Bella dan yang lainnya biasa saja saat mengobrol dengannya. Sedangkan Alma, mau tak mau, bahkan terlihat sangat tak mau berbicara dengannya. Seakan adalah haram.

Navin menoleh ke arah Dimas, dan seketika itu pula pria itu mematri matanya padanya. Dimas kebingungan melihat Navin yang terus mengangkat alis tebalnya berkali-kali ke arahnya. Bukannya mengerti akan isyarat dari Navin, Dimas malah menatap pria itu dengan mata yang bergerak ke atas ke bawah menelusuri gerakan wajah dan bibir Navin.
"Astaga! Itu kenapa?" Bisik Navin kesal seraya menunjuk ke arah Alma dengan dagunya. "Kenapa apanya?" Tanya si suami bingung. "Kayak males ngomong gitu sama gue."

"Disappointed!" Jawaban dan reaksi Dimas membuat Navin menghela napas berat seraya melemaskan bahunya. Salah apa lagi sih? Liburan kok jadi hari berantem-beranteman begini. Keluh Navin yang mengasihani dirinya.

Usai makan malam, mereka kembali ke hotel. Tak ada hal lain yang ingin dikerjakan selain beristirahat, ditambah Alma pun sedang tak enak suasana hatinya. Lebih baik tidur, menyimpan energi untuk snorkeling besok. Navin tidak kembali ke hotel, ia berniat menemui seseorang di Hard Rock cafe.

Menyadari kedatangan Navin, Natly lekas berdiri dan menyambut pria itu dengan kedua ciuman di pipi kanan dan kiri. "Kenapa? Gelagapan, BT, cemburu lagi jalan bareng cewek yang lo cinta digandeng orang?" Natly yang tanpa basa-basi itu langsung membuat raut wajah Navin muram. "Gue baik-baik saja sama Bella. Tapi, aaargh!" Ia mengerang jengah seraya mengacak-acak rambutnya sendiri. "Tapi?" Natly menundukan wajahnya, berusaha menangkap mata Navin yang sedang membungkuk duduk di kursinya. "Cewek bikin gue pusing! Kalau cowok ada salah, bilang donk! Gak langsung didiamkan begitu saja. Kemarin baik, tahu-tahu besoknya diam, manyun, diajak ngomong gak mau. Apa sih mau nya?!" Natly menyeringai melihat Navin yang sedang mendumal kesal sendiri.

"Kata lo barusan gak apa-apa sama Bella. Lo bisa menghadapi dia. Terus, kenapa sekarang mara-marah?"
"Bukan Bella, tapi Alma. Dia kayak cuekin gue gitu."
"Emang lo ngerasa berantem gak sama dia?"

"Nah, justru itu! Gue gak merasa punya salah apapun, tahu-tahu dia cuekin gini. Bisa gak sih cewek itu lebih gampang. Mau ini, bilang! Mau itu, tunjuk! Kan gue gampang mengertinya!" Natly hanya mampu menggelengkan kepala beberapa kali. "Ya kalau begitu lo coba untuk mengerti, bukannya dibelakangin apa maunya, dan dilawan pakai rasa kesal juga! Ya kalau begitu, sampai mampus saja cowok sama cewek salah-salahan." Untuk beberapa detik, ucapan Natly membuat Navin terdiam. Bukan karena tak mampu menjawab, namun ia sedang merasa bahwa. Melihat reaksi, jawaban, dan saran dari gerakan bibir Natly yang duduk di hadapannya itu. Ia merasa nyaman. Sejak kemunculan wanita itu, hari-hari Navin di Bali terselamatkan. Dan setiap kali Navin mengobrol dengannya, ia dengan secara tak sadar telah membicarakan begitu banyak hal. Bahkan asmaranya yang menyedihkan.
"Ketemuan di Jakarta yuk?" Natly terkejut akan pertanyaan tiba-tiba Navin yang mengubah topik pembicaraan. "Jangan bilang kalau itu salah satu cara lo merayu perempuan?!" Goda Natly menyipit tajam, dengan bibir yang menyunggingkan satu senyuman tipis. "Ctk! Gue juga mau ketemu lo di Jakarta, bukan di Bali saja. Gue, gue mau curhat dan mengobrol banyak hal saja sama lo. Gue ingin, kita kenal lebih jauh dari ini."

"Kenapa?" Tanya Natly yang menaikan satu alisnya dengan diiringi senyum yang begitu tipis. "Gue merasa kalau kita, nyambung saja. Dan, seru saja ngobrol sama lo." Jawab Navin yang didiamkan cukup lama.

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang