Goodbye "My Love"

1.1K 49 5
                                    

"Ya, saya datang untuk merebutnya. Calon pengantin anda!".
"Anda memiliki keberanian yang cukup besar huh?!". Tipis senyumannya. Itu adalah senyuman terdingin yang baru kali ini bella lihat dari bibir Ryuzaki.
"Tentu saja, apapun itu, untuk membawa gadis bodoh yang telah bermain-main dengan kehidupannya sendiri ini kembali!".

"Well sorry Mr! Tetapi gadis bodoh ini tidak akan ikut denganmu, karna ia masih ingin bermain-main dengan kehidupannya". Tegas bella.

"Bukankah kau sedang berbohong bella?!". Bella menengok dengan cepat ke arah Ryuzaki.
"Apa maksudmu?".
"Kau berbohong, bahwa kau tidak mencintai sahabatmu ini bukan?! Kau selalu saja tak mampu menatap mata saya, sama seperti saat kau menatap matanya. Kau tak pernah menunjukan kemarahan pada saya, kecuali padanya. Kau tak pernah menaikan suaramu pada telinga ini, namun iya padanya. Bukankah, itu semua cinta, dan kini kau sedang mengelaknya bella?!". Bella tertunduk, dengan mata yang berkaca-kaca, tak mampu menjawab ucapan Ryuzaki dengan sepatah katapun.
"Bagaimana mungkin aku berteriak padamu, sedangkan kau tak pernah membuatku merasa jengkel!". Dusta bibirnya.

"Takkan mungkin aku menatapmu, sama seperti aku menatap pria ini. Bukankah, setiap orang selalu menatap mata orang lain dengan cara yang berbeda-beda pula?! Aku, tidak mencintainya Ryu, kalaupun iya- untuk apa aku menerima kesepakatan untuk menikah denganmu?!".
"Aku sudah bosan mendengar kata-katamu itu bella. Aku tidak mencintai navin, aku tidak mencintai pria itu. Pendusta!". Protes navin, seraya memalingkan wajah dan menyuguhkan senyuman mengerikannya.

"Kau tahu bella, mengapa saya ingin memilikimu? Saya selalu tergugah untuk melelehkan es yang sudah lama menyelimuti jiwamu. Entah mengapa saya mencintai wanita yang hatinya sudah lama mati, bahkan Yukipun menyebut saya gila. Karna sekeras apapun usaha yang telah dilakukan, kau tetaplah tidak mencintai saya, kan bella?!". Bella merasa semakin bersalah saja, karna harus melihat tatapan yang begitu menyakitkan dalam mata Ryuzaki.
"Jika Anda sudah mengetahui bahwa Anda takkan bisa membuat bella mencintai Anda. Mengapa Anda terus memaksakan diri, padahal Anda tahu, bahwa itu hanya melukai hati Anda sendiri".
"Oh- Bukankah Anda pun sama?! Terus memaksakan diri, meski sudah terluka, hanya untuk mendapatkan balasan dari wanita yang saya cintai pula?!". Ryuzaki membalikan sesuatu yang baru saja navin ucapkan. Hingga membuat pria itu terdiam.
"Lupakanlah percakapan yang tidak berarah ini. Dan navin, bukankah aku sudah memintamu untuk pulang berkali-kali?! Tolong pulanglah, keberadaanmu disini, hanya akan merusak hubunganku dengan Ryuzaki. Kita akan menikah vin, tolonglah- tinggalkan aku sendiri!". Pintanya kepada navin yang tentu saja tetap tidak akan menurutinya.

"Bella. Kita tidak akan menikah". Kata Ryuzaki lemah. Jantungnya terasa sangat nyeri, mendengar perkataan Ryuzaki.
"Tapi, kenapa Ryu?! Apakah semua ini kau batalkan hanya karna aku menyembunyikan dua ikat mawar?!".

"Bagaimana saya bisa menikahimu, sedangkan saya tetap tidak berhasil membuatmu mencintai saya. Bagaimana saya bisa menikahimu, kau mengusirnya sedangkan hatimu berduka. Saya selalu tahu bahwa kau tidak mencintaiku, namun selama itu pula- saya semakin gemas ingin mengubah itu. Mengapa saya ingin menikahimu?! Saya hanya ingin tahu, jika memang wanita yang begitu saya kagumi memanglah kuat, sama halnya dengan es yang selalu menjadi teman dijiwanya yang enggan meleleh, maka ia takkan menuruti keinginan sepihak saya ini. Ia akan lari! Namun kau tidaklah sekuat itu! Yang kau lakukan hanyalah menuruti keinginan itu dengan sinar mata yang pilu, dan tetap tinggal disisi saya sedangkan batinmu layu. Saya memang ingin melindungi, membuatmu nyaman dan merasakan aman; karena saya lihat, kau sudah seakan menyerah pada dunia. Kau pikir, itu tidaklah melukai saya bella?!". Nyeri rasanya, mendengar betapa getir luka yang sudah ia goreskan pada hati Ryuzaki yang tulus. Airmata menetes tak terhentikan. Malu rasanya, karna sekali lagi, ia sudah mencabik kebaikan pria lain.
Tak hanya bella yang pilu dengan tangisnya. Segala kata-kata yang dilontarkan oleh Ryuzaki pun membuat Yuki berlinang airmata. Mengasihani betapa malangnya nasib sang baginda, yang selalu saja berakhir ditinggalkan, luka.

"Saya takkan menikahimu! Atas kehendak saya, saya putuskan hubungan ini denganmu, bella. Pergilah, karna memang itulah yang seharusnya. Anda boleh membawa ia kembali tuan, memang ditangan andalah, sepantasnya ia berada. Maafkan saya, yang hanya menjadi penghalang bagi murninya kasih kalian. Merasa malu saya bertatap mata dengan anda".

"Jika Anda mampu merasa malu, saya rasa- sayapun harusnya merasa demikian, karna saya pun telah menjadi sosok penghancur bagi pernikahan kalian. Ketulusan hati Anda, yang mampu meladeni kelancangan saya dengan begitu lembutnya, takkan cukup saya balas dengan ucapan terimakasih saja". Bella masih menangis, ia masih merasa sangat bersalah. Berlutut ia dibawah kaki Ryuzaki, diciumi kedua tangan pria itu, hingga membuat tangan dan pangkuannya basah dibanjiri airmatanya.
"Ryu, maafkan aku. Bagimana caranya, agar wanita tak tahu malu ini mendapatkan maaf darimu? Baiknya segala perbuatanmu, malah ku balas dengan pengkhianatan. Berikanlah satu kesempatan, untuk aku memperbaiki segalanya". Tersedu-sedu suaranya, mengalunkan kata maaf. Ia tak perduli, jika saat ini- yang ia lakukan tidaklah tahu malu. Yang ia inginkan, hanyalah meminta maaf atas kekejamannya, dan bagaimana cara agar ia mampu menebusnya.

"Bella, hentikan tangisanmu itu. Sakit hati saya, melihat sang permata tergores airmata. Tolonglah, jangan meminta maaf seakan-akan saya adalah Tuhan! Kau tidak memerlukan maaf apapun dari saya. Yang saya inginkan, saat ini. Pergilah, seperti yang seharusnya dari dulu kau lakukan. Pergilah Pujaanku, hentikan tangisanmu, dan berbahagialah untuk saya.  Kau tahu bella, kau bisa hidup sekali lagi!". Bella mampu melihat mata itu berkilauan. Lembutnya suara Ryuzaki, bagikan belati. Hangat dan sendu mata yang terlihat seperti kristal itu, begitu menggetarkan dada. Diciumnya tangan itu sekali lagi.
"Bisakah aku?". Tanya bella.
"Tentu sayang, karna kaulah yang menentukan". Indah senyumannya, menggetarkan hati bella dan Yuki.

"Terimakasih Ryu. Dengan segenap hati, aku akan selalu menjaga kepercayaanmu, bahwa aku memanglah wanita yang Kuat. Dengan segenap hati, aku akan menjaga rasa syukur, akan betapa baiknya perlakuanmu. Sekali lagi, ijinkan aku mengucapkan kata maaf, sekalipun kau tak membutuhkannya". Semakin bella mengelus telapak tangan Ryuzaki dengan pipinya, semakin kuat rasanya, airmata itu enggan berhenti.
"Bella, hentikanlah tangismu- saya mohon! Sekarang, pergilah! Saya sudah membebaskanmu! Pergilah, kesayangan saya!".

Bella pergi meninggalkan tempat dimana Yuki dibanjiri airmata, dan Ryuzaki yang duduk pada kursi dengan tegaknya.

Navin menggenggam tangannya dengan kuat, dan membawanya pada kamarnya.

"It's over now". Matanya masih kosong.
"Tuan, apa yang telah dunia lakukan pada tuan. Membuat saya tak mampu menyaksikannya". Melihat Ryuzaki terluka, itu bagaikan kematian bagi Yuki.

"Kau selalu tahu Yuki, kaulah saksi kepahitan hidupku. Aku selalu berakhir sendiri, seakan-akan mereka tidak membutuhkanku. Namun apa yang aku lakukan kali ini, tidaklah lain- aku hanya sedang membantu seorang wanita agar merasa jauh lebih berarti hidupnya. Ia akan semakin mati, jika bersamaku. Karna itulah, aku mencoba menghidupkannya. Salahkah aku Yuki?". Airmatanya pecah, tak mampu terbendung lebih lama lagi. Yuki dengan sigap merangkulnya, dan menemani tangisnya.
"Tidak, tidak tuan. Tuan tidaklah salah, dan takkan ada yang berani menyalahkan tuan". Suara yuki terbata-bata.
"Mengapa kau menangis Yuki? Apakah aku melukaimu, ataukah kau sedang mengasihaniku?".

"Tidak tuan, sungguh. Saya hanya bahagia, karna tuan, mampu tersenyum kembali- dan. Saya bahagia, karna saya tidak salah, mengagumi tuan".

"Aku tidaklah lain hanya seorang manusia biasa Yuki, akupun bisa terluka. Jangan perlakukan aku bagaikan dewa! Yuki, tutupi wajah memalukan yang sedang meneriakan kesakitan ini. Tutupi; tolong, Yuki". Lirih suaranya, meminta agar Yuki tetap merangkulnya, dan menutupi wajahnya dari hadapan orang-orang.
"Ya, ya tuan. Dengan senang hati, seperti yang Anda minta". Bergetar jawaban yang keluar dari bibir tipis Yuki.

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang