LIAR

1.7K 56 3
                                    

       Bella mampu mendengar suara-suara yang berbisik menyebut-nyebut namanya, dan memperhatikan setiap gerakannya yang dipandu oleh Navin. Bermacam pertanyaan dan rasa penasaran mereka, mampu Bella dengar dengan cukup jelas. 'Is that his bride?', 'She's gorgeous'. 'Fionce?' 'Teman kecilnya?'. 'Lihatlah gaun indah yang di kenakannya. Mereka sangat serasi'. Dan semacamnya. Sampai membuat Bella merasa muak sendiri.

Rasanya ingin sekali, ia berlari ke dapur, mengambil beberapa botol bubuk merica, dan menaburkannya ke atas udara. Agar para tamu itu bersin-bersin dan berhenti membicarakannya.

Me?! With this demon?! This arrogant demon?! Batinnya tidak terima, disandingkan dengan Navin meski hanya prasangka saja. Kalian bercanda bukan?!!

Kakinya masih terasa sangan ringan, mengayun dengan gemulai dan berputar. Dalam genggaman tangan Navin, dan dalam dada bidang pria itu, ia menenggelamkan tubuhnya.
    Seumur hidupnya, ia tidak pernah tahu bagaimana caranya berdansa. Namun karena ajakan Navin dan bimbingan dari pria itu, ia merasa sedikit nyaman dan mampu mengikutinya.

Saat Navin mengulurkan tangannya dan membawanya pada lantai dansa, dalam pikirannya tidak pernah terbersit jika ia akan melakukan dansa. Membayangkannnya saja belum pernah. Bagaimana mungkin ia mau berdansa, menari-nari di sana, di kelilingi dan jadi pusat perhatian bagi orang-orang itu. Namun entah mengapa, ia meraih tangan Navin dengan begitu ringannya, tanpa menolak sama sekali. Ia sendiripun tak tahu.
     Namun sedikit Bella tahu, bahwa dia ingin menantang pria itu, pria yang menghamparkan derita di pelupuk mata, karena telah membawa Aaron ke hadapannya.

     Melihat wajah Bella yang berada tepat di hadapannya, mata gadis itu pun terpatri lurus ke dalam matanya. Membuat Navin mampu merasakan, adanya kemarahan yang bersembunyi di sama, yang ditujukan untuknya. Ia mampu merasakan hangat tubuh Bella, selama ia menyentuh punggung telanjang wanita yang dibalut gaun merah backless itu. Mampu ia rasakan, betapa kaku setiap gerakan tubuh Bella. Namun wanita itu sedikit lebih baik, sedikit lebih gemulai, karena ia berusaha membantunya. Namun matanya seakan mati.

Navin yakin sekali, bahwa tarian ini, adalah tarian pertama kalinya dalam catatan sejarah hidup Bella. Kuatnya cengkraman tangan gadis itu, Navin pun mampu merasakannya dengan sangat nyata. Bella seakan gemas, meremas tangan kanannya.
     Keindahan bella yang mana lagi, yang mampu ia dustai. Gadis itu begitu keras, kuat seperti bongkahan batu. Dingin dan indah seperti salju, dan anggun bagaikan flamingo.

Sementara memuja Bella dalam hati, ia masih saja dengan lidah lumpuhnya. Tak mampu menegur, apalagi memuji penampilannya. Untuk sesaat, ia merasa seperti laki-laki payah yang tak mampu memuji penampilan indah seorang wanita.

Bella masih memperhatikan setiap lekukan wajah Navin. Ia pun bertanya-tanya, ingin mengetahui apa yang sedang dipikirkan oleh pria itu. Apa tujuannya mengajak ia berdansa? Apa yang ada dalam benaknya? Apakah Navin akan menanyakan hal apa yang terjadi di antara ia dan Aaron barusan? Namun mengapa pria itu masih tetap diam membisu.

Gue tahu, lo ingin mengetahui suatu hal, iya kan?
Lantas kenapa lo diam saja huh?! You bastard! Batinnya geram sendiri. Lo mau tahu apa yang terjadi sama gue iya kan?! Ayok, tanyakan!!!

Bella memaki pria itu dalam hati, dengan tatapan yang membara. Dengan segala kekesalan dalam dada. Ia memasang wajah dingin seraya mengangkat dagu begitu angkuhnya. Dan navin pun seakan tahu, lewat tatapan tajam Bella itu. Seakan ia tahu bahwa Bella sedang menghardiknya dari dalam hati. Lo marah sama gue kan, karena tahu bahwa gue berbohong?
     Gue pun ingin tahu, apa yang membuat mata lo sembab. Apa penyebabnya? Apa yang dia lakukan, sampai lo harus meneteskan air mata? Batin Navin lara.

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang