Reach to you

1K 47 0
                                    

"Berapa lama kau akan menangis bella?"
"Bagaimana aku tidak menangis?! Tidakkah kau lihat bagaimana cara pria itu membalas kekejianmu dan aku?!"

"Ya, aku tahu. Akupun bersyukur akan hal itu. Tapi jika kau terus menangisinya tanpa henti, itu hanya membuatku semakin iri dan benci!" Bella menatap wajah pria yang seakan sedang dalam kekesalan itu.
"Bagaimana mungkin kamu bisa merasa iri dalam saat seperti ini?!"
      "Bagaimana tidak?! Kau terus saja menangisinya. Dan aku benci, karna kau terus menangis, kau seakan tidak bahagia kalau akhirnya kita bersama." Raut wajah yang menunjukan kekesalan itu, membuat bella berhenti menangis, dan tergugah untuk mencubitnya. Namun ia urungkan. "Kita, bersama?! Siapa yang bilang?" Gadis itu menaikan satu alis dan senyuman menukik tajam. "Hnn... Sudah bisa membuat lelucon dan membuatku jengkel ya?" Bella hanya tertawa.

"Kau begitu kekanak-kanakan saat kau marah."
"Tentu saja aku marah, karna kau melupakanku sedari tadi."

"Nah, tentu saja tidak. Mana bisa aku marah padamu." Ia memeluk bella erat.
"Kau tampak sangat bahagia?"
      "Memangnya kau tidak?! Kau hanya malu mengungkapkannya!" Ejek pria yang memeluknya erat itu.
"Tidak. Aku- bahagia". Navin terkejut mendengarnya, karna bella mampu mengutarakan rasa bahagianya.

"Sungguh?! Coba katakan bahwa kau mencintaiku. Selama ini, yang selalu kau katakan hanyalah 'Aku tidak mencintaimu navin, aku tidak menaruh rasa cinta untukmu, dan selamanya begitu!' Gah!" Navin memeragakan gerakan bella setiap kali ia  berkata demikian, namun dengan gerakan bibir yang sangat menjengkelkan.
"Ayok- coba kalau memang kamu bahagia!"
      "Sungguh?! Aku hanya tidak mau kau pingsan karna terbuai akan ungkapan cinta itu." Bella bersikukuh enggan mengucapkan; malu sekali rasanya. Tak pernah terbayang jika ia akan mengucapkan kata semacam itu pada navin.

"Tidak akan! Ayok!" Tantangnya.
      Diraihnya wajah itu, didekatkan tubuhnya. Dan dibisikannya kata itu disamping telinga.
"Aku mencintaimu, kau sudah tahu itu bukan?" Rambut halus dari tengkuk hingga sekujur tubuhnya berdiri, mendengar begitu lembut nan menggodanya bella mengucapkan itu. Sedangkan wajah bella seketika menghangat; rasa sedang di jemur teriknya mentari.
     "Lagi! Biarkan aku mendengarnya lagi. Pretty please." Bella terkekeh geli, melihat puppy eyes navin yang memohon padanya.

"Alright- alright. Aku mencintaimu, navin. Aku mencintaimu."
"Sungguh?"
"Masih kurangkah itu?"
"Ya, telingaku masih ingin mendengarnya."
"Ayolah, sudah cukup."
"Oh- aku rasa malam ini aku tidak akan bisa tidur. Tampaknya aku akan memintamu untuk terus menyerukan kata itu sepanjang malam." Bella ingin mengecup mata yang berbinar-binar itu.
"Itu akan menyiksaku."
"Ya, baiklah- itu sudah cukup. Aku pun mencintaimu bella, sangat teramat mencintaimu, Bella-ku."

Bagi navin, itu adalah malam terindah dalam hidupnya, karna ia mampu menggapai bella, kali ini untuk yang sesungguhnya. Impian indahnya takkan pergi lagi, takkan menghilang lagi bagaikan ilusi.

Mereka menikmati harinya di Jepang, dan menjadikan detik-detik itu sebagai hari libur yang membahagiakan.
"Lari, ayok lari!" Ia menggenggam tangan bella dengan begitu eratnya.
"Hujannya turun tiba-tiba. Ferris wheel?" Dengan nafas yang terengah-engah, langkah kaki yang masih cepatnya mencoba menghindari hujan, navin mengajak bella menaiki ferris wheel. "It'll be fun." Teriak bella menyetujui.

"Ugh, dingin banget. Coat kamu jadi basah semua." Bella terus menyeka coat navin yang basah dibagian punggungnya dengan saputangan. "That's ok. Sudah terlanjur basah. Bagaimana kalau aku memberikan satu pelukan agar tubuh kamu terasa jauh lebih hangat." Goda navin pada bella yang seketika itu juga merona. "Hell no!"

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang