Getting further

1.6K 58 22
                                    

Sepeti dugaan, ayah dan ibu Navin sudah mulai merasakan kejanggalan. Anak sulungnya tidak kunjung menampakkan diri, di saat hari terakhir dan malam penutupan acara— Navin malah menghilang. "Kalian gak lihat Navin di mana gitu? Tanteu sudah cari di kamarnya lho, tapi gak ada." Keresahan Febi begitu jelas terlihat di garis-garis wajahnya. "Um-" Dimas tidak mampu menggunakan mulutnya dengan benar. "Ung, anu." Timpal Alma bingung sendiri. "Itu tant. Jadi, um." Tambah Dimas yang tidak membantu juga.
"Apa sih kalian ini, am um a eng!" Febi dibuat geram oleh jawaban bodoh dari pasangan suami istri di hadapannya itu. "Navin pulang ke apartment." Suara Natly yang datang dari belakang Dimas dan Alma tersebut, tentu saja membuat kedua alis Febi terangkat tinggi-tinggi. Dimas dan Alma hanya mampu mengernyitkan wajah, merasa bodoh karena menutup-nutupi ulah Navin, namu malah dibongkar semudah itu oleh Natly. "Oh c'mon Nat!?" Keluh Dimas pada Natly yang sedang memasang wajah polos merasa tak berdosa.

"Kenapa pulang? Aduh! Kan masih banyak tamu, malah ditinggal. Kenapa dia pulang?" Tanya Febi semakin panik sendiri. "Tanteu tanya Natly saja tuh, pasti dijawab!" Pungkas Alma yang kesal sendiri pada Natly yang tidak bisa diajak bersekongkol untuk menyembunyikan kepergian Navin, wajahnya kini masam dan bibirnya pun mulai mencoba mendahului hidungnya. Natly yang melihat wajah kesal Alma itu hanya tersenyum-senyum merasa lucu sendiri. "Navin pergi menyusul Bella." Jawab Natly setelah puas menyeringai.
"Lho, iya, baru ingat kalau Bella juga tidak kelihatan. Bella ke. mana memangnya?" Mereka bertiga menaikan kedua bahunya secara bersamaan. "Navin hanya ingin memastikan saja kok, bahwa Bella benar-benar pulang ke apartment. Dia khawatir, makanya dia menyusulnya." Dusta Natly yang terlihat mahir sekali dalam hal tersebut, membuat Dimas pun Alma bertanya, pernahkah Natly berdusta pada mereka selama ini. Apakah sering? "Ya sudah, apa boleh buat! Papanya pasti marah besar, duh!" Febi terlihat mendengus kasar, memusingkan harus berkata apa pada suaminya nantinya.

"Dasar! Gak bisa diajak kompromi!" Umpat Dimas pada natly. "Sudah, masih pada ngambek saja! Toh, gak apa-apa kan kita kasih tahu juga. Buktinya tanteu Febi gak ada masalah sama sekali!" Jawab Natly seraya menaikan kedua bahunya sepele. "Tapi tetap saja, kalau buuuapaknya yang nanya. Mana berani lo Nat, untuk jujur!" Ejek Alm ayang sudah mengetahui pasti akan kebenarannya. "Hehe, iya sih. Agak seram juga!"

Navin mendatangi apartment Bella, ia tiba saat jarum jam hampir mendekati pukul sebelas. Yakin sekali jika Bella berada di dalam kamar apartmentnya, dan yakin jika Lily sudah tertidur. Navin tidak memencet bel, ataupun mengetuk pintu. Yang ia lakukan hanyalah berdiri sambil menyandarkan bahunya pada bagian daun pintu, dan mulai menyerukan nama Bella dengan lirih.

Masih tetap sama, saat ia menyerukan namanya. Bella tetap enggan menjawab.

Kenapa dia malah ke sini? Untuk menyusul dan menarik gue ke pesta itu lagi, begitu?!

"Gue cuma khawatir kalau lo pergi ke tempat yang gak jelas tengah malam begini. Tapi syukurlah, kalau ternyata lo pulang ke apartment. Pastikan kalau lo istirahat dengan cukup." Masih saja hening, Navin merasa sedang berbicara dengan angin.

Tempat yang gak jelas?! Memang menurut lo, gue akan pergi ke mana?!

"Bell. Gue harap, kita bisa mengobrol lagi, segera. Oh iya, ini bonekanya, gue simpan di bawah pintu. Gue kasih ini untuk Lily, jadi gue rasa, ini sudah milik Lily sepenuhnya. Gue, pulang dulu. Night, Bella!" Navin akhirnya pulang menuju ke apartmentnya sendiri. Bella tak kunjung mau menemuinya, dan waktu pun sudah mendekati tengah malam, lebih baik ia pulang dan mengistirahatkan tubuhnya.

     Bella kembali, setelah satu minggu lebih pulang ke Solo. Cukup puas ia menikmati waktu berkumpul dengan keluarganya, sambil menenangkan pikiran tentu saja. Namun tetap saja, saat ia kembali ke Jakarta dan kembali ke kamarnya sendiri. Segala pemikiran-pemikiran itu datang, seakan enggan lepas dari benaknya. Ia putuskan untuk berbaring setelah membersihkan tubuhnya, namun karena ponselnya terus berdering menandakan adanya pesan masuk, akhirnya ia bangkit lagi dari tempat tidur.

The Bossy Son Of A Bcith! 14:42
Bella lo di mana? Gue tahu lo marah dan mungkin gak mau temui gue. But please, setidaknya jangan biarkan gue merasakan keresahan kayak gini. Ijinkan gue untuk ketemu sama lo, ada banyak hal yang ingin gue bicarakan.

Tanpa sadar, selama ia membaca pesan dari Navin, tangannya meremas ponsel itu dengan cukup kuat. Keresahan? Batin Bella geram. Banyak hal?!

Bella meletakan ponselnya kembali tanpa membalas pesan Navin, lalu membenamkan tubuh berhanduknya pada permukaan kasur. Namun baru beberapa menit saja ia bersantai ria, seseorang dari luar sedang menekan-nekan bel yang menghasilkan suara bising di telinga. Terpaksa ia menghampiri lemari pakaian, dan berniat membukakan pintu. Sebelum ia membukanya, ia mengintip siapakah orang yang berada di balik pintunya. Bukan Navin yang ia takutkan, dan orang yang sedang tidak ingin ia temui saat ini, ataupun sahabatnya yang lain. Melainkan orang asing, yang tidak pernah ia temui. Namun dari tangan pria asing tersebut, Bella menerima sesuatu yang tak pernah ia duga, akan datang secepat ini.

"Lo masih ke tempat Bella?" Tanya Alma seraya menyodorkan satu cangkir kopi untuk Navin. "Sudah tiga hari berturut-turut gue ke sana. Siang, malam. Tapi, selalu gak ada jawaban." Jawabnya yang memutar cangkir itu di atas piringnya. "Kunci apartemennya pun diganti." Tambahnya setelah menyesap kopi hitamnya. "Look, sebenarnya apa sih, yang terjadi dengan kalian berdua? Terus maksud lo, lo cium Bella itu, apa? Lo tembak dia gitu, terus lo cium?"

"Gak, gue cuma. Lupakan saja, gue sedang tidak mood untuk membahasnya!" Jawab Navin malas. "Kalau lo gak nembak Bella. Gue pengen tahu, apa alasan lo rahasiakan kedatangan Aaron dari bella?! Lo sama saja, hanya membuat dia merasa jijik sama lo!" Hardik Alma yang ingin mengetahui alasan di balik perbuatannya. "Gue ingin tahu, apakah dia masih mencintai Aaron atau tidak. Gue harus membuktikannya sendiri. Kalau dia masih mencintai dan belum bisa melupakan Aaron, mungkin gue akan tetap menahan perasaan gue. But, the thing is-" Navin menahan kembali apa yang hendak diucapkannya. The thing is! Sambung batinnya.
Sekarang gue tahu segalanya. Namun setelah gue mengetahui kebenarannya, gue malah semakin sulit untuk menahan diri. Dan sudah tak bisa lagi, menyembunyikan semuanya seperti biasa

"Dengar Vin, gue gak masalah kalau lo mau menyatakan semuanya ke Bella atau tidak. Tapi ini yang gue takutkan dari dulu! Setelah lo ungkapkan semuanya, keadaan malah berbalik buruk, dan akhirnya kalian saling menjauh, seakan tidak saling mengenal satu sama lain." Ujar Alma menyampaikan apa yang selalu ia takutkan. "Ya, gue juga sadar. Bahwa hubungan gue dan Bella semakin memburuk karena ulah gue, dan mungkin saja, jarak gue dan Bella pun akan menjadi semakin jauh. Tapi mau bagaimana Ma, gue hanya. Sudah tidak bisa menahannya lagi." Alma menarik napasnya dalam-dalam, dan mulai memberikan ketenangan lewat tepukan tangannya yang mendarat pada bahu Navin. "Iya, gue ngerti kok!"

Bagaimana mungkin. Bagaimana dia bisa tahu, kalau gue tinggal di sini?

     Karena satu minggu lebih, kini berganti bulan. Hingga kini mendekati jangka waktu yang cukup lama Bella menghindari Navin. Ia tidak pernah menghiraukan pesan maupun telfon dari Navin. Jika mereka bertemu tanpa sengaja di rumah Alma pun, Bella selalu menghindar dan memilih untuk pergi. Ia sadar betul, jika sikapnya yang terus seperti itu, hanya akan membuat hubungan di antara ia dan Navin semakin lama semakin canggung dan memburuk. Tapi mau bagaimana lagi, ia memang merasa canggung.  Apalagi jika mengingat ciuman itu. Dan belum lagi, mengingat rasa kesal dan takutnya jika harus menghadapi Navin. Ia hanya tidak ingin, memperlihatkan raut kebingungan di wajahnya. Seakan mempertanyakan. 'Kenapa kita melakukan hal itu pada sore itu?! Kenapa lo ingin membicarakan tentang banyak hal?! Hal seperti apakah itu? Gue akan mendengarkan, asalkan lo tidak mengungkapkan ataupun membicarakan soal 'perasaan', yang enggan gue dengar'.

Bella hanya tidak ingin hal atau ungkapan semacam itu terjadi di antara ia dan Navin. Ia hanya ingin, hubungannya berjalan seperti biasanya, seperti seharusnya. Karena jika hal semacam itu terjadi pun, ia takkan mampu menghadapinya.

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang