Annoyance and affection

1.3K 55 1
                                    

"Ya, i'm such a jerk, bossy and annoying. Tapi, apa lo yakin, bahwa lo benar-benar membenci gue?!"

What did he just say?!

"Jelas!" Tegas Bella dengan sorot meyakinkan. "Gue benci harus bicara seperti ini, tapi. Bukankah lo, yang seharusnya patut membenci diri lo sendiri, Bella!" Suara Navin memang lirih, seakan ia tidak ingin Lily terjaga karena mendengarnya. Namun kata-katanya sudah cukup untuk menikam Bella.
"Maksud lo apa berengsek?!" Navin diam tidak menjawabnya. Matanya masih terus saja menerobos ke dalam mata Bella lekat-lekat, seakan enggan memberikan kesempatan untuk gadis itu berpaling ke arah lain. "Bella. Gue mau ngomong sesuatu!" No, Ican't! This isn't the right time But. Tambah batinnya ragu.

"Ini memang bukan waktu yang tepat, tapi. Apakah lo pernah mendengar, banyak orang berkata. Bahwa cara terbaik untuk melupakan masalalu adalah, saat lo berjabatan kembali dengan masalalu tersebut. Justru bukan membelakanginya! Yang ada, itu hanya akan menggerogoti setiap bagian dari diri lo, karena hal itu masih terus membayang-bayangi." Tambah Navin cukup lama, seraya membawa dirinya menuju sudut ruang, lalu duduk di salah satu bangku. "Dan, itulah. Itu yang coba gue lakukan di sini. Gue, sudah tidak bisa menahannya lagi. Gue, tidak suka melihat lo menjadi seorang pecundang yang terus bersembunyi di balik kedok yang bernamakan pura-pura." Tatapan hangat yang matanya tunjukan, memang mampu membuat Bella merasakannya. Namun Navin juga sadar, bawa kekesalan masih terlampau kuat menguasai Bella yang mempertanyakan, apa maksud dan tujuannya. Untuk apa ia melakukan hal seperti itu.

"Sekarang lo sebut gue pecundang huh?! Tahu apa lo akan masalalu dan apa yang akan terjadi dengan gue di kemudian hari. Apa peduli lo?! I mean, lo bilang kalau lo gak mau lihat gue menangis, apalagi terluka. But now what?! Lo sendiri yang membuat gue terjebak dan harus menjatuhkan mahkota gue, karena menangis di hadapan Aaron! Itu sudah jelas membuktikan, bahwa lo gak peduli sama sekali akan gue. Setidaknya akan perasaan dan usaha gue untuk terlepas dari masalalu. You lied to me, you lied navin. You don't even care about me at all!" Bantah Bella meyakini. "Gue berbohong sama lo, karena gue memiliki alasan. Dan gue hanya ingin membantu lo melupakan kesakitan lo itu, agar lo sembuh." Jawab Navin balas membantah. "Membantu gue lo bilang? Gue gak butuh Navin! Apa lo gak lihat, kalau gue sudah sepenuhnya melupakan Aaron. But thanks to you, lo malah mempertemukan gue kembali dengan pria itu!"

"Lo bohong, lo belum sepenuhnya lupa akan dia, kan? Luka lo belum sembuh, dia hanya berhenti berdarah." Pungkas Navin seakan semakin lirih saja, setidaknya bagi telinga Bella. Bagi Bella yang merasa bahwa, seakan Navin sedang mengasihaninya. "You were, afraid of him!" Sambung Navin yang tertunduk.
Bella mampu melihat mata coklatnya menyala, dan bulu mata lentiknya berubah menjadi emas berkilauan. Bella benci melihat mata itu, ada iba yang enggan diakuinya!

No, you wrong!

"Lo mencoba untuk melupakan dia, dengan begitu kerasnya. Namun, dia masih ada dalam diri lo. Justru semakin membayang-bayangi, seiringan lo memaksa untuk membunuhnya paksa."

Gue sudah lupa akan dia, you stinking demon!

Rasanya sesak, setiap kali Navin mengungkapkan segala kelemahan dalam hatinya, dan membangkitkan sosok Aaron yang sudah setengah mati dalam dirinya. Hingga membuat seluruh tubuhnya bergetar menahan isakan, agar Lily tidak menyadarinya. "Berapa lama Bell? Berapa lama lo hendak berpura-pura bahagia seperti orang dungu. Lo yang sekarang ini. Ibaratkan orang yang sedang telanjang di kutub utara, namun masih bertanya-tanya, mengapa tubuhnya menggigil kedinginan. Gue melakukan ini, merahasiakan keberadaan Aaron di sini. Karena gue pikir, mungkin dengan begitu lo bisa terbebas sepenuhnya dari dia." Navin bangkit dan melangkah semakin dekat, lalu kedua tangannya melingkar pada pinggang Bella.
Bella terkungkung. Rasanya menakutkan, namun sedikit menyenangkan hingga ia tak mampu untuk melangkah mundur, menjauh dari pria yang sedang membuatnya kesal. "Bella, kembalilah jadi diri lo yang dulu. Just let go of your fear, would you?" Bisikan yangNavin ucapkan, hembusan napas bercampur wiski yang keluar begitu hangat dari dalam diri pria itu. Menggelitik bagian kiri wajah Bella, bahkan mengenai sekitar leher dan telinganya. Namun justru, semakin lembut Navin membisikan kata itu. Semakin ingin, Bella menangis.

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang