Pregnant

1.4K 55 0
                                    

Navin senang sekali, ia begitu bahagia karena seharian tadi menghabiskan waktu begitu lama dengan Bella melalui telfon. Sambil mengenakan pakaian, ia bersenandung riang sungguh tak bisa diungkapkan dengan kata-kata kebahagiaannya itu.

Ia bersiap untuk pergi, ke kediaman Alma. Sungguh tak sabar rasanya, untuk menceritakan segala kisah yang terjadi di antara ia dan Bella beberapa hari ini. Ia sangat yakin, ceritanya ini akan membuat sahabat-sahabatnya merasa tergugah ingin menyimaknya.

"Kamu siap?" Tanya Ryuzaki memastikan.
Aku selalu tidak siap, tapi, setidaknya aku bisa. Batin Bella mencoba meyakinkan dirinya sendiri. "Ya!" Ryuzaki menggandeng tangan Bella, mereka berjalan berdampingan dan dipersilahkannya Bella untuk masuk ke dalam pesawat terlebih dahulu.

Ia memperlakukan Bella begitu lembut selama diperjalanan. Menyuapinya makan, meminjamkan bahu untuknya tidur, dan menggosok-gosokkan telapak tangannya dengan tangan Bella, agar wanita itu tetap merasa hangat dan nyaman.

Pria itu pasti seperti orang kebingungan saat ini, aku mempermainkan dia yang berharap begitu banyak. Lagi! Bella terus saja memandangi jendela yang dipenuhi dengan awan putih. Merasa bersalah dan jahat karena telah mempermainkan harapan seorang pria yang telah menyetubuhinya beberapa waktu lalu. Biarlah, semua itu tetap dikuburnya dalam-dalam, dan menjadikan kenangan itu sebagai obat. Walaupun terkadang pedih untuk diingat.

Memang inilah batasnya, hanya sejauh inilah, hubungan itu semestinya.

"Kenapa kamu ingin dipercepat ke Jepangnya?" Tanyanya penasaran. "Um, aku— hanya ingin menikmati waktu berjalan-jalan dulu di sana. Sebelum, kita menikah." Dustanya. "Begitu rupanya." Ryuzaki begitu senang mendengar alasan Bella.

Untuk yang terakhir kalinya, aku membunuh dan menyiksa dirinya. Ya, ini akan menjadi kejahatan yang terakhir!

"Hey!" Ramahnya sapaan Navin, tidak mengubah suasana yang tidak sedap di rumah Alma. "Hey, kalian— kenapa? Kok, pada murung begini?" Tambah Navin yang takut sendiri melihat air muka mereka, takut jika kabar yang kelak disampaikan sahabatnya akan meninggalkan rasa sakit di dada. "Sini!" Dimas menepuk permukaan kursi, meminta Navin utuk duduk.
Mereka sudah mampu melihat raut khawatir dan seakan takut pada wajah Navin. Apa yang akan mereka sampaikan memang mutlak akan menjadi luka untuk yang kesekian kalinya bagi pria itu. Namun, mereka tetap harus menyampaikannya mampu tak mampu. "Katakan saja, sebelum rasa muak bertanya-tanya dalam hati gue meluap!" Navin meminta mereka untuk segera mengungkapkannya, karena ketegangan pada wajah ketiga sahabatnya semakin jelas terlihat, dan menguras kesabarannya.

"Bella, akan menikah." Navin hanya terkekeh mendengar ucapan Alma. Namun tetap saja mereka tahu, bahwa tawa yang keluar dari mulut pria itu penuh dengan luka. "Lelucon macam apa itu? Kalian pikir gue mempercayainya?! Kita baru saja telfonan tadi, berjam-jam, lantas kenapa dia tidak berbicara apapun kalau dia akan menikah?! Gak lucu!" Navin menampiknya, biarpun rasa percaya menguasai dirinya. Terbukti akan mulai memanas matanya, dan sesak dadanya.
"Tapi benar Vin, Bella akan menikah– bulan ini. Untuk itulah, dia berangkat ke Jepang dengan pria itu." Jawab Alma menegaskan. "Gak, gak mungkin! Ini semua terlalu konyol untuk gue sebut kenyataan!" Tampik Navin masih tidak menerima.

"Sabar Vin, gue tahu ini berat buat lo, tapi-" Navin merebut kalimat selanjutnya. "Terus gimana dengan gue Dim?! Kenapa dia bertingkah seakan tidak terjadi apa-apa, seakan tak ada hal yang harus dia jelaskan sama gue?! Terus apa artinya yang kita lakukan kemarin, apa itu semua gak ada artinya buat dia; apa itu semua hanyalah sekedar nafsu baginya?! Gak, ini gak boleh terjadi! Bagaimana kalau Bella hamil, hamil dan itu anak gue?! Haruskah gue terima kepergian dia. Haruskah gue menyerah?!" Navin mencengkram kedua bahu Dimas dengan kuat, mempertontonkan ketidak terimaannya, cinta tidak tuntas begitu saja.
Mereka terkejut, saat mendengar kenyataan bahwa Navin dan Bella, diam-diam sudah melangkah sejauh itu. "Vin, lo, kalian, sudah sejauh itu?" Tanya Dimas tidak percaya. "Ya, banyak hal indah terjadi di antara gue dan Bella yang belum kalian ketahui. Dan sekarang dia pergi, menikah dengan pria lain, dan menyepelekan gue dengan kenangan indah ini?!"

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang