Speechless

2.4K 67 0
                                    

"Bae. Aku mau kita,"

Kata-kata Aaron terus terngiang dalam benak Bella. Bagaikan dihempaskan ke atas langit ke tujuh, dan meraba-raba awan untuk mencari tangga yang entah ia simpan di mana untuk kembali ke bumi.

Setiap kali mengingatnya, ucapan dari mulut kekasihnya yang lembut itu terngiang, selalu berhasil membuat Bella senyum-senyum sendiri. Menertawakan dirinya yang terpaku dan tak mampu menjawab apa-apa karena gemetar saja saat itu. Oh my gosh! Oh my! Batinnya merusuh. "Bae. Bae, bae aku mau." Bisiknya yang mengulang kalimat itu. Aaaaargh no!

Alma yang melihat temannya yang sedang kegirangan di atas tempat tidurnya itu, mengguncang tubuhnya. Namun Bella belum ingin membalikan tubuhnya untuk menatap Alma, karena sadar bahwa wajahnya masih berseri-seri sambil cekikikan. "Heh! Bell, lo kenapa sih?!" Tawa Bella malah semakin lantang mendengar pertanyaan sahabatnya. "Tu, tunggu Ma! Tunggu! Masih pengen ketawa."

"Udah gila kali ni anak!"

Setelah mencoba menenangkan diri, Bella pun menghentikan tawanya yang lepas dan mulai beranjak lalu duduk di tepi kasur. Alma menatapnya keheranan, apa yang membuat wanita itu begitu senang. "Ok. Sudah puas ketawanya. Coba tebak!" Pintanya pada Alma. "Tebak apa?"
"Um, ayok tebak! Ada yang beda gak dari gue?" Alma masih tidak mengerti akan maksud Bella. Ia mulai mencari-cari apa yang berbeda dari gadis di hadapannya, menelusuri ujung kepala hingga kakinya, namun ia merasa tak ada yang beda sama sekali. "Ketemu gak? Lama banget!" Tanya Bella tak sabar. "Iya, sudah. Ada yang beda, otak lo makin geser ke mata kaki! Ketawa-ketawa sendiri!" Hardik Alma karena benar-benar tidak bisa menemukan perbedaan di diri Bella.

"Idiiih, bukan! Ayok dong, perhatikan lagi. Lebih teliti!"
"Apa sih?! Sudah, to the point saja, ribet banget!" Alma pasrah, karena ia benar-benar tak mampu menebak dan menemukan apa yang Bella maksud sama sekali. "Ini nih, tangan gue sudah goyang-goyang. Masa gak ngeh!" Jawabnya memberikan sedikit bocoran.

Is that? Alma terkejut sendiri melihat pemandangan yang ia lihat, benda indah itu melingkar di jari manis Bella. Berkilauan dan tampak sangat cantik. "Bell. Is that?" Tanyanya tak percaya, sedang Bella yang melihat reaksi Alma yang sudah sadar akan apa yang dimaksudnya itu, seketika menganggukkan kepalanya dengan senyum yang begitu lebar. "Uhuh! Gue memang telat sih kasih tahunya." Jawabnya menyombong dengan senyuman malu-malu.

"Kapan?"
"Di Bali."
"Terus kenapa baru cerita sekarang?"

"Ya, awalnya gue ingin merahasiakan ini dari kalian. Tapi gue gak kuat menyimpan rasa senang ini sendirian selama empat bulan. Oh my gosh! Ma, i'm so happy!"

"Tunangan kok diam-diam! Berarti orangtua kalian belum ada yang tahu?" Tanya Alma sedikit kecewa, karena Bella tidak membagi berita bahagianya lebih awal. "Aaron tiba-tiba saja kasih cincin ini pas liburan. Gue mau, orangtua gue tahunya pas nanti saja, kalau kita ada rencana untuk menikah."

"Berarti sekarang, lo sah. Menjadi tunangannya Aaron?"
"Yup!"

Apa gue harus senang, atau sedih? Please, don't let him know! Batin Alma untuk pria yang ia yakini akan hancur hatinya itu. "Terus. Navin tahu?" Tanyanya hati-hati. "Not yet. Gue yakin Navin pasti senang mendengar kabar gembira ini." Bella menyerukan kata itu dengan lantang, garis-garis di pipinya masih sangatlah jelas menunjukan senyum kebahagiaan. Tanpa tahu, bahwa berita itu adalah bencana bagi Navin.

Jarum jam sudah menunjukan pukul lima sore, Bella kembali melihat layar ponselnya. Ia sedang menunggu tunangannya untuk datang menjemput.
"Lo mau pergi? Lihatin jam terus." Tanya Alma menebak. "Oh, Aaron mau jemput. Dia ajak gue main ke rumahnya, katanya kakaknya kangen. Sudah lama juga kan, gue gak main."

"Oh."
"Eh, speaking of which! Navin kok jarang kumpul sekarang. Gue SMA, dia bilangnya ada acara terus. Ya sibuk kerja lah, ini-itu lah, and bla bla bla."

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang