He'll cry

1K 44 4
                                    

    Bella masih membaca bukunya, buku yang berisikan syair, bahkan ia sudah cukup hafal dengan beberapa kata indah itu, walaupun tanpa melihatnya. Namun, karna buku ini adalah salah satu kesukaan ibunya, ia masih bernafsu untuk terus membacanya. Begitupun dengan Tristan, yang masih pada kuas dan kanvasnya. Seakan takdir telah menyuratkan, anak itu pun menuruni bakat ibunya yang lihai bermain-main dengan jari di atas kanvas.

Navin pun masih betah memperhatikan kedua anaknya. Dengan ditemani secangkir kopi, dan satu kuntum mawar putih di atas mejanya. "Yah, bolehkah Bella bertanya." Bella tiba-tiba saja mengangkat kepalanya, dan menatap lurus ke arah mata Navin. "Ya, tentu saja cantik"

"Ayah masih belum menjawab, mengapa Bella memiliki nama yang sama dengan mama?" Hatinya terasa sangat nyeri, saat Bella menagih janji yang sama, saat usianya masih delapan tahun. Navin tidak menjawabnya, karna ia pikir Bella mungkin akan melupakan hal yang ia pertanyakan, tapi ternyata, tidak. "Anggap saja ini hadiah untuk ulang tahun Bella." Sambungnya, dan kembali menatap buku itu.
      "Ayah tidak menyangka, bahwa kamu masih menyimpan pertanyaan itu. Lagipula, tampaknya, ayah kalian ini sudah tidak seharusnya menyimpan rahasia ini lebih lama." Ia membetulkan kacamatanya. Mendengar jawaban sang ayah yang terdengar serius, bella menutup buku itu, meletakkannya di tempat semula, dan duduk menghadap ayahnya. Begitupun Tristan, yang seakan tergugah, ingin mengetahuinya. "Bahkan, oma, opa, paman maupun aunty-aunty kalian, tidak mengetahuinya. Ayah yakin, dalam benak mereka pun bertanya-tanya sampai sekarang. Walaupun Natly dan alma menanyakan hal serupa, ayah tetap menyimpan alasan itu rapat-rapat."

"Memangnya kenapa, ayah merahasiakannya?" Navin tidak menjawab, ia hanya melempar satu senyuman yang lembut. "Mama kalian adalah penjahat, yang sudah menjatuhkan mahkota sang raja, bahkan dengan berani meninggalkannya dengan gagah berani. Namun, dia meninggalkan mahakarya yang begitu indah dalam dunia raja yang sepi, yaitu kalian. Jadi sang raja, hanya ingin tetap menghidupkan sosok ratu dalam istana ini, bukan, tepatnya dalam dunia orang-orang terkasihnya." Mendengar penjelasan ayahnya, Bella merasa ada sesuatu yang menyentuh hatinya, iapun mendekati ayahnya, dan melingkarkan kedua tangannya pada ayahnya. "Bella; Bella Pratista Gustian. Bella." Navin menghela nafas. "Ayah selalu suka saat menyebutkan nama itu. Karna sama, setiap kali ayah menyerukan nama ibu kalian, bahkan perasaannya." Tambahnya. "Jawaban ayah, adalah kado terindah yang pernah bella dapat." Semakin erat pelukan itu.

"Ayah juga memiliki hadiah untuk Tristan." Si sulung menatap mata ayahnya. Ekspresi yang ia tunjukan, begitu sama dengan Navin, saat ia berada diposisi sedang terheran-heran. "Mengapa nama tengah dan nama belakang kalian sama, dan apakah kalian tahu artinya?" Navin sedikit tersenyum menggoda, dan si kembar hanya saling melempar tatapan kebingungan. "Kalau yang belakang, itu sudah jelas, karna itu adalah nama belakang ayah. Dan berarti, kini, itu menjadi nama keluarga kita." Jawab Tristan. "Ya, seratus untuk kakak. Dan yang tengahnya?"

"Nah, Bella gak tahu. Kakak tahu?" Tristan hanya menggelengkan kepala. "Tristan Pratista Gustian. Tristan dalam bahasa Yunani, itu artinya Legenda. Sedangkan dalam bahasa Wales, artinya gagah berani. Dan Pratista dalam bahasa Jawa, itu artinya Berdiri dengan mantap, kokoh. Walaupun nama Pratista banyak digunakan untuk nama perempuan, ayah tidak perduli, yang ayah sukai adalah artinya. Sama seperti kalian, kalian adalah karunia yang kuat, enggan kalah oleh kehidupan. Kalian adalah bukti nyata, bahwa perjuangan mama, tidaklah sia-sia." Si sulung ikut mendekat, dan merangkul pundak ayahnya.

"Inilah kalian, jagoan-jagoan ayah dan mama."
"Ya, I know. Tapi dia masih tetap saja memperlakukan Bella seperti anak kecil, Bella juga bisa mandiri!" Bella secara tiba-tiba menyerang Tristan dengan ekspresi kesalnya. "Maksud Bella?"
     "Tristan. Dia ikut daftar di SMA yang sama, padahal bella sudah mendaftar lebih dulu, secara sembunyi-sembunyi, karna agar kita tidak sekolah di SMA yang sama, tapi pada akhirnya?!" Ia mengangkat kedua bahunya. "Memangnya kenapa kalau sama-sama?" Tanya Navin keheranan.

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang