Happiness

1.1K 54 0
                                    

Bella dan Navin sudah kembali sejak dua hari yang lalu. Namun ia masih belum berani menunjukan batang hidungnya didepan alma dan Dimas. Oh... dia tak mampu membayangkan, seperti apa marahnya wanita itu.

Mendengar ucapan navin bahwa wanita itu memintanya untuk menyeret ia kembali ke Indonesia saja, bella sudah ngeri mendengarnya. Tak terbayang, jika kepalanya yang sedang pusing itu ditimpa oleh ocehan alma.
"Oh great! Sekarang aku yang kesusahan." Keluhnya, seraya menggosok-gosokan hidungnya dengan telunjuknya itu.

"Bell, Bella." Suara wanita dari luar itu terus saja berisik meneriakan namanya. Dan kedatangannya yang tak terduga itu membuat bella agak takut untuk menghadapinya. "Woy, gue tahu loe ada di dalam! Open up you idiot!" See, dia sudah mengamuk; batin Bella.

"Geez, sabar!" Alma tidak jadi memaki bella, karna melihat kondisi sahabatnya yang membuka pintu, dan menunjukan batang hidung yang satu lubangnya disumpal oleh tissue, dan kompres yang menempel didahinya. "So noisy, geez!" Keluhnya. "Gila, loe gak ada kangen-kangennya gitu sama gue!" Bella meringis, karna alma tiba-tiba saja menarik telinganya. "Aaw... sakit tahu. Ya sudah, masuk!"

"Sudah puas?" Bella melirik alma, dengan senyuman pahit yang tampak terlihat bodoh diwajahnya. "Sudah capek larinya?!"
     "Iih... sudah apa, jangan diejek terus!"
"Ya loe, ngeselin! Loe pikir gue suka, dengar loe mau menikah, terus jauhin kita-kita. Loe tuh memang kadang-kadang ya!"

"Ugh... Enough! Gue makin sakit kepala nih dengar loe ngoceh terus."
     "Malah suruh gue diam lagi!" Alma masih saja menggerutu sambil mengikuti bella menuju kamarnya. "Loe kenapa, pulang dari Jepang malah sakit?"

"Gak tahu, kayaknya ketularan navin nih."
"Du, dududu... ketularan. Memangnya kalian ngapain, sampai bisa ketularan begitu?" Ejek alma, dengan senyuman tipis dan mata menyipit yang tajam yang berusaha mencari kebenaran itu. Bella hanya terdiam membisu, tak mampu menjawabnya. "Bercanda deh... Si navin tuh bodoh ya."

"Bodoh?" Bella menyipitkan kedua matanya heran. "Iya. Sebelum nyusul loe ke Jepang, katanya loe bisa saja hamil. Anyway, memang kalian sudah, ehm,"
     "Shaddap!!! Memangnya harus, gue ceritakan semuanya secara detil? Pervert!" Alma hanya tertawa terbahak-bahak melihat reaksi yang wajah bella tunjukan, begitu geli, hingga membuat ia tak mampu berhenti tertawa. "Lagian, gaya banget! Gue gak cinta sama navin, kita gak bisa sama-sama. And blablabla! Eh... gak tahunya." Lirikan mata alma masih saja membuat bella jengkel.

"Ya, gue— juga tahu."
"Tapi syukurlah." Bella terheran-heran. "Iya, syukur. Berkat kerasnya si bodoh itu, yang enggan mengalah. Yang sesungguhnya loe inginkan, kini mampu loe miliki." Bella hanya tersenyum, mengiyakan ucapan alma, dan mengingat, memang betapa kerasnya pria itu mengejar-ngejar dirinya. "Ya, dia memang bodoh."

"But you are the only one who deserves to be happy. With him; with that idiot." Alma tersenyum lembut.

***

"Kamu yakin, akan undang dia? Maksud aku, kamu— gak takut?" Dikecupnya punggung tangan bella yang halus itu. "Aku, sedikit cemburu dan takut jika," Sambungnya, namun bella memotongnya. "Dia memang pernah memiliki aku, tapi aku masih sanggup untuk berlari. Namun kini kaulah yang mengikat hidupku. Jangankan lari, untuk pergi pun aku tak berani." Bella meyakinkan navin, memberikan ketenangan pada mata coklat yang terlihat dalam kegundahan itu.
"Lagi pula, bukan masalah bukan?"
     "Ya, aku rasa bukan. Lagipula, ada hal yang ingin aku sampaikan padanya. Bahwa pada akhirnya, akulah yang akan menjadi raja dalam duniamu selamanya." Senyumnya, dengan penuh percaya diri. "Aku juga bisa kan, puitis?" Bella mengangkat kedua alisnya beberapa kali dengan dihiasi senyuman merekah lebar.

Villain In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang