Haii!! Ada yang penasaran sama wajah Vero? Ada di mulmed tuh kwwk tembem lucu banget dah ah lol kwkw
Happy reading♥
------------------------------------------------
[Author's POV]
"Nath, gue mau ngomong sama lo."
"Kenapa?"
"Kalo misalnya gue rebut Jean dari lo gimana?" David berbicara dengan wajah yang serius. Nathan terdiam sebentar dan menatap wajah David.
"Ha, ha, ha. Vid, lo gak usah ngelawak deh ya. Lawakan lo renyah banget." Nathan tertawa kecil.
"Apa yang buat lo berpikir kalo gue lagi ngelawak?"
"Karena gue tau lo gak bakalan lakuin hal itu."
"Bukannya ada orang yang bilang segala sesuatu pasti akan dilakukan demi cinta?"
Nathan tertegun. Ia terdiam seribu bahasa karena satu kalimat yang baru saja David lontarkan. segala sesuatu pasti akan dilakukan demi cinta? Nathan mencoba untuk memikirkan kembali perkataan David barusan.
"Lo gak usah anterin gue pulang, gue telepon supir gue aja. Dah." David berbicara seperti itu dan membuka pintu mobil. Ia keluar, menutup pintunya kembali, lalu berjalan pergi.
"Apa- apaan sih?" Nathan menatap punggung sahabatnya dari belakang yang semakin lama semakin kecil, lalu tidak terlihat.
***
4 Desember, seminggu sebelum UAS dimulai.
"Minggu depan udah UAS astagaa!!" Vero frustasi dan menelungkupkan wajahnya ke atas meja.
"Iya. Parah emang." Jean nyahut. "Oh iya, hasil ulangan Biologi udah di tempel di mading bawah tuh." Lanjut Jean.
"Hah? Serius? Nilai gue berapa lagi....Gue remed ga?" Vero garuk- garuk kepala dan bertanya kepada Jean dengan wajah yang panik.
"Gatau. Tapi kata bu Betha remednya lusa." Jean menjawab dengan santainya.
"Lo remed ga? Udahlah, Jean mah gak usah ditanya. Udah pasti kagak remed." Vero nanya sendiri, trus dijawab sendiri. Maunya apa coba.
"Sana cepetan turun, lihat. Keburu bel masuk loh." Jean mau ngusir.
"Iya dah iya." Vero buru- buru keluar kelas.
***
Kini hari sudah menjelang sore. Waktu menunjukkan pukul setengah empat sore, dan akhirnya anak- anak SMA Vreden diperbolehkan pulang ke rumah masing- masing-setelah tugas mereka selesai. Kelas XI-I yang paling sengsara pastinya. Pelajaran terakhir mereka pada hari ini adalah....matematika. Udah sore- sore, ngantuk, mau tidur, eh, disuruh berhitung. Mana hari ini tugas banyak banget lagi.
Untung aja kelas ini punya solusinya. Ojon-oke, sebenarnya nama aslinya bukan Ojon, tapi Alex. Keren sih namanya, tapi ketika kalian melihat wajahnya, kalian pasti akan langsung terkesima. Pak Heru-pak satpam sekolah kita aja kalah. Cakepan pak Heru kemana- mana kale. Ups.
Dijulukin Ojon karena dia itu cowo gak mateng, alias setengah- setengah. Ngondeknya setengah mati. Udah rambutnya dipotong kek jamur, pake kacamata lagi. Celananya ya pasti sampai ke perut- perut dinaikinnya. Baiklah, itu kekurangannya, tapi setiap manusia pasti punya kekurangan dan kelebihan. Aseek. Kelebihannya Ojon ya, itu. Putih kek mayat dan satu lagi-otaknya kek kalkulator.
Karena hari ini pak William-guru matematika gak masuk, trus cuma kasih tugas, jadilah nyontek berjamaah di kelas XI-1. Trus, giliran ada guru lewat kelas mereka ya, aktingnya mulai. Langsung deh jadi anak baik seketika. Munafik emang yak.
Ojon yang cuma bisa melihat bukunya dilempar kesana- sini, hanya bisa pasrah. Jika disuruh memilih antara kasih atau ngumpetin bukunya, dia seratus persen bakalan milih opsi yang pertama. Karena kelas XI-1 itu terkenal berandalnya, dan kalau Ojon menolak, dia juga yang bakalan babak belur.
Jadi ngomongin Ojon kan. Okay, back to the topic.
"Jean! Gue pinjem PS Matematika lo dong!" Nathan kelabakan karena dari sepuluh soal, dia baru mengerjakan sampai nomor tiga poin yang pertama. Iya sih sepuluh soal, tapi beranak. Pak Willi mah gitu orangnya.
Nathan lagi aya aya wae. Dia yang ketua kelas, dia yang kasih tugas dari pak Willi, dia sendiri yang belom selesai. Tapi gitu- gitu Nathan masuk sepuluh besar di kelas loh.
"Kumpulinnya besok pagi kan? Nih. Gue udah selesai." Ketika Jean mengeluarkan PS Matematika dari tasnya, bukunya langsung diambil Nathan dan disalin olehnya secepat kilat.
"Dah lo pulang aja duluan. Entar kalo kelamaan bukunya gue anter ke rumah lo langsung." Nathan yang sedang sibuk nyalin di waktu yang kepepet masih bisa ngoceh aja.
"Lo anterin? Pake?" sekali lagi, Jean bertanya dengan wajah lugunya.
"JNE. Ya enggalah. Gue yang nganterin. Udah cepet pulang sono. Keburu keretanya pergi duluan." Nathan masih saja sibuk mencatat.
"Iya, bawel." Dengan memakai tas dan jaket kuningnya, Jean berjalan keluar kelas lalu menuruni anak tangga sampai ke lantai satu.
Ketika Jean sudah hampir melewati pintu gerbang sekolah, ia melihat seorang laki- laki yang sedang bersandar di temboknya, dengan memakai hoodie berwarna abu- abu serta earphone yang sudah menancap di telinganya. Mungkin karena ia merasa ada aura Jean di sekitarnya, maka ia langsung menengok ke arah Jean yang masih berdiri diam menatapnya.
"Jean? Lo udah pulang?" Laki- laki yang masih berpakaian seragam putih-abu tersebut menyapa Jean.
"Iya. kok tumben lo mau kesini?" Jean mengangkat alisnya.
"Gue mau ngomong sesuatu sama lo."
***
"Jadi....lo mau ngomong apaan?" Jean menyeruput teh manis hangat yang ia pesan di kantin belakang sekolah yang masih buka.
"Gue....." Laki- laki tersebut menarik nafasnya dalam- dalam.
"Gue suka sama lo." Empat kata yang kelur dari mulut laki- laki itu berhasil membuat Jean overacting.
"Gue gak tau sejak kapan gue suka sama lo. Mungkin sejak gue gendong lo ke UKS dan mungkin, bahkan sebelum saat itu terjadi. Gue gak bisa bohong lagi sama perasaan yang udah lama gue pendam ini. Sendirian. Jadi...." Laki- laki tersebut memberi jeda yang cukup lama. "...will you be my girl friend?" Lelaki tersebut melanjutkan.
Ini merupakan yang ke 99 kalinya Jean ditembak oleh laki- laki. Baik dari Vreden maupun sekolah di sekitarnya. Itupun belum dihitung sama yang deketin.
"Ohok! Ohok! Ohok!" Jean yang baru saja menyemburkan teh manis dari dalam mulutnya pun tersedak karena tehnya masuk ke dalam hidung. Untungnya, Jean tidak nyembur ke arah lawan bicaranya saat ini. Jika ia sampai melakukan hal itu, entah mukanya mau taruh dimana.
David nembak gue? Jean terdiam seribu bahasa. Mulutnya hampir tak dapat dibuka. Bukannya hampir lagi, mulutnya memang benar- benar tak dapat dibuka untuk saat ini. Ia hampir saja tak bernafas. Suhu tubuhnya meningkat. Ia dapat merasakan bahwa sekarang jantungnya hampir saja meloncat keluar dari dalam tubuhnya.
Jean menampar pipi kanannya sendiri. Sakit. "Jean! Lo ngapain sih?!" David menyadarkan Jean dari lamunannya.
Ini bukan mimpi. David benar- benar nyatain perasaannya ke gue.
Tetapi, Jean dapat melihat seseorang dari balik punggung David. Seseorang yang menatapnya dengan kekecewaan dalam matanya, kesedihan di wajahnya dan-
"Nathan!" Jean yang sekarang 'seharusnya' masih dalam suasana serius dengan David, pergi meninggalkan laki- laki tersebut seorang diri di kantin belakang sekolah. Karena yang ia lihat hanya satu-Nathan yang tengah berlari menjauh dari mereka berdua.
-----------------------------------------------------------------
Maaf kalo part ini terlalu pendek pendek pendek sekali dari part- part yang sebelumnya karena author memang sengaja melakukannya. Tujuannya hanya satu--bikin para readers menjadi kepo dengan part yang selanjutnya. jadi....bakalan Jean terima ga? tunggu aja yaa...Vomments-nya jangan lupa. thankss^^
salam
alice
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight
Teen Fiction[COMPLETED] Keluarga. Persahabatan. Cinta. Manakah yang akan kau pilih? Jeannie Harrington. Itulah namanya. Nama seorang gadis yang telah mengalami kepahitan hidup sejak usianya yang masih belia. Ia kini tumbuh sebagai seorang gadis yang membenci la...