[6] CINDERELLA

5.7K 404 3
                                    

Kini waktu setempat menunjukkan pukul 15.00. Semua pemain telah siap untuk dirias di ruangan backstage. Pementasan drama akan dimulai satu jam lagi, dan ruangan telah ditata dengan rapi.

"Jean, lo udah-" Baru saja ketika Nathan membuka pintu ruangan backstage, ia terdiam ketika melihat Jean dengan kostum Cinderella saat ia masih menjadi seorang pembantu.

"Wow, Jean..." Nathan terdiam.

"Kenapa?" Jean yang semula melihat cermin yang berada di depannya, kini ia menatap Nathan yang masih berdiri di ambang pintu.

"Lo....persis kayak pembantu di rumah gue." Nathan tertawa.

"Sial, lo." Jean melempar pensil alis yang berada di depannya kepada Nathan yang masih bersandar dengan santainya di depan pintu.

"Ampun, mbak." Nathan cengengesan.

"Oh, iya, Jean, tadi siang emang bener ya, kalo lo pingsan?" Anne menurunkan majalah yang ia baca dari depan wajahnya.

"Eh, iya." Jean membalikkan tubuhnya, menghadap Anne.

"Trus, siapa yang gendong lo ke UKS?" Anne bertanya dengan wajah serius.

"Gak tau. Pas gue sadar, gue cuma liat ada ini makhluk satu di samping gue." Jean menunjuk Nathan yang kini berada di sampingnya menggunakan dagunya.

"Udah gue beliin makanan, gue buatin teh manis, bukannya bilang terima kasih, kek." Nathan menatap Jean kesal.

"Iya, makasih ya, mas." Jean nyengir.

***

Kini waktu menunjukkan pukul empat sore. Perlombaan Drama Antar Sekolah (PDAS) pun segera dimulai. Para penonton bertepuk tangan meriah.

"Wah, habis ini pesertanya adalah sang tuan rumah nih," Lucas berbicara kepada Fennita, teman MC nya, diatas panggung. "Iya. Tuh, para pononton udah gak sabaran lagi kayaknya," Fennita melanjutkan. "Baiklah, langsung saja, kita panggilkan, peserta undian nomor enam, sang tuan rumah, alias SMA Vreden dengan drama yang berjudul 'Cinderella'!" Lucas mempersilahkan peserta nomor enam untuk masuk ke panggung.

Pertunjukkan berjalan dengan lancar, kecuali ketika adegan berdansa, Jean sempat menginjak kaki Nathan beberapa kali, dan hal tersebut membuat kaki Nathan sedikit bengkak setelah pertunjukkan selesai.

"Maaf, Nath. Gue gak sengaja." Jean memelas.

"Sakit tau." Nathan meringis di atas sofa hitam di ruangan backstage.

"Maaf, ya...please." Jean memohon kepada Nathan dengan wajah baby-facenya.

"Iya deh, iya. Inget, besok jam sepuluh pagi, ya. Gue tunggu di teras kota." Nathan beranjak dari sofa hitam tersebut dan keluar dari ruangan backstage sambil terpincang- pincang.

"Mau ngapain Jean?" Anne bertanya.

"Gak. Mau tau aja." Jean menahan tawanya melihat Anne yang ngambek setelah mendengar jawaban Jean.

***

Alarm pink milik Jean telah berdering menunjukkan pukul enam pagi. Sinar matahari menyusup ke dalam kamar Jean yang bercat putih dengan motif polkadot hitam. Kalender yang terletak di atas meja belajarnya sudah ia lingkari pada tanggal tiga Oktober, tepatnya pada hari Sabtu. SMA Vreden meliburkan hari Sabtu, oleh sebab itu, biasanya, pada hari ini Jean akan tidur hingga pukul sepuluh pagi jika tidak dibangunkan oleh ibunya. Ya, hari ini adalah hari spesial bagi Jean dan Nathan, hari pertama mereka akan berkencan, walaupun sebenarnya mereka belum berpacaran.

Biasalah, friendzone. Lama- lama juga tar jadi timezone. Eh. Jean yang masih tertidur lelap di bawah selimut tebalnya, langsung dibangunkan oleh kakaknya, yang terbangun dari alam mimpinya karena suara alarm Jean yang belum dimatikan.

"Hoi! Katanya mau kencan?!" Lucas menarik selimut berwarna putih yang menutupi seluruh tubuh Jean.

"Kencan?" Jean membuka sedikit matanya. "OH IYA!" Seketika, ia langsung loncat dari tempat tidur single-nya dan berlari menuju ke kamar mandi.

"Benar- benar ini manusia.." Lucas hanya menggeleng- gelengkan kepalanya melihat adik perempuannya yang sedang jatuh cinta.

Butuh satu jam bagi perempuan untuk merias diri, apalagi jika ingin bertemu dengan laki- laki, khususnya pada saat ingin kencan pertama. Dengan memakai celana jeans berwarna biru muda dan kaos berwarna putih bergaris hitam, Jean tampak sangat bersemangat, ditambah dengan rambut cokelatnya yang dikuncir ekor kuda. Tas hitam kecil berselempang yang merupakan hadiah dari ibunya saat ia berusia lima belas tahun pun ia pakai.

"Dah, ya ko, gue cabut dulu. Babaiiii...." Jean melambaikan tangannya kearah kakak laki- lakinya yang masih duduk santai di kursi makan sambil menghirup teh hangatnya.

"Iya. Hati- hati lo." Lucas menjawab.

"Oke." Jean memakai sepatu kets, alias trainers-nya yang berwarna tosca-warna favoritnya.

"Telat nih, kayaknya." Jean melirik ke arloji putih yang terpasang manis di pergelangan tangan kanannya. Arloji putih yang selalu ia pakai kemana pun ia pergi. Arloji putih yang penuh dengan kenangan masa kecilnya, bersama ayahnya.

Pertemuannya sebenarnya jam sepuluh, tetapi karena Jean yang katanya mau membelikan sesuatu untuk Nathan terlebih dahulu, ia sudah harus berangkat pada pukul tujuh pagi karena perjalanan yang lumayan jauh.

Jean menaiki kereta untuk sampai di Teras Kota. Apa boleh buat, karena ia tak mungkin akan membawa sepeda ke Teras Kota yang begitu jauh. Untung saja ia tak terlambat untuk menaiki kereta menuju ke tempat tujuannya.

Sesampainya ia di stasiun, kereta dengan arah yang ingin ia tuju sudah sampai. "Pas- pasan banget. Untung aja tadi gue lari. Coba kalo jalan, telat kali." Jean berbicara kepada dirinya sendiri ketika ia sudah memasuki gerbong kereta.

Jean duduk di salah satu tempat duduk yang kosong di dekatnya. Karena perjalanan yang jauh, ia pun mulai tertidur.

Tanpa ia sadari, kepalanya tersandar di atas pundak seorang laki- laki yang duduk di sampingnya! Karena merasa kepalanya menyentuh sesuatu, Jean pun terbangun dan menyadari bahwa ia telah melakukan suatu kesalahan.

"Eh, ma-maaf-" Jean menunduk sebentar dan meminta maaf kepada laki- laki yang sepertinya sepantaran dengannya. "Eh, lo kan..." Jean menatap wajah laki- laki tersebut dan menyadari bahwa sepertinya ia pernah bertemu dengannya di suatu tempat.

"Lo-yang kemarin pingsan di sekolah ya?" Laki- laki misterius tersebut menjawab.

"Eh, i- iya. K-kok lo bis-sa tau?" Jean menjawab dengan terbata- bata.

"Lo lupa? Gue orang yang gendong lo ke UKS. Gue anak SMA Gracia. Gue orang yang mempertanggungjawabkan pementasan dari sekolah Gracia." Laki- laki-yang-menggendong-Jean-ke-UKS tersebut memperkenalkan dirinya.

"-Dan..nama lo?" Jean bertanya lagi.

"Nama gue David. David Houston." Laki- laki tersebut tersenyum.


StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang