Italic : flashback. Jangan bingung yaa~
-------------------------------------------------
Setelah mengantar Jean sampai rumah dengan selamat, Nathan akhirnya bisa tenang. Hatinya masih saja galau, karena habis ditolak sama Jean. Oke, Nathan akui. Ia tak pernah menembak cewek sebelumnya. Bayangkan saja ya, cowok yang almost perfect kayak Nathan itu gak punya mantan. Well, ia sudah ditembak beberapa kali oleh para cewek- cewek cantik bak model profesional, tetapi semuanya ia tolak.
Cowok sejati itu harus kayak gini. Walaupun ada seribu perempuan sempurna di luar sana, ia tetap setia kepada satu orang cewek yang tidak sempurna, yang selalu berada di dalam hatinya. Azeekk.
Nathan menarik nafasnya dalam- dalam, lalu ia menghembuskannya dengan pelan. Ia benar- benar nervous tadi. Walaupun itu bukan pertama kalinya ia menembak Jean, tetapi sama saja, kan. Cowok itu bisa salting juga, apalagi kalau di depan cewek yang dia suka. Lebih- lebih lah ya.
Ketika baru saja keluar dari gang rumah Jean, ia menyadari sesuatu. Tadi, ia sempat memberikan jas hitamnya untuk Jean pakai, karena baju dress Jean yang tanpa lengan. Ia takut Jean akan masuk angin, kedinginan, pilek, dan sebagainya. Dan satu hal lagi—ponselnya berada di dalam kantong jas itu. Karena itu, ia langsung balik lagi ke rumah perempuan itu untuk mengambil jas hitamnya.
Pada saat ia sampai di depan pintu gerbang rumah Jean, ia mendengar suara berisik dari dalam rumah. Nathan langsung saja turun dari mobil hitamnya, dan berniat untuk memanggil Jean, tetapi, ketika ia melihat siapa yang berada di dalam, ia mengurungkan niatnya itu.
David. Berada. Di sana.
Ia melihat David sedang duduk di sofa ruang tamu yang terdapat persis di depan pintu masuk yang terbuka. Karena pagar Jean yang bergaris- garis dan di tengah- tengah garis itu ada lubang, maka Nathan dapat melihatnya dengan jelas. Sangat jelas. Kedua tangannya telah dikepalkan dengan sangat erat.
Ia benar- benar ingin langsung menerobos masuk sekarang juga dan menghajar cowok kurang ajar itu, tetapi ia berusaha untuk menahan emosinya dan masuk kembali ke dalam mobil. Setelah sekitar satu jam ia menunggu di dalam mobil, akhirnya David keluar juga. Nathan langsung saja mengambil jalan potong agar dapat menahan David di tengah perjalanan pulang.
Siasatnya berhasil. Ketika di tengah jalan menuju ke rumah David, Nathan mencegatnya. David yang tak bisa mengambil jalan lain lagi terpaksa harus berhenti. Ketika melihat hal itu terjadi, Nathan segera mematikan mesin mobilnya itu, lalu ia keluar dan menghampiri David yang juga sudah turun dari motornya.
"Lo.....udah gue peringatin ya, untuk gak dekat- dekat sama Jean! Lo gak inget sama perjanjian kita sebulan yang lalu?!" Nathan langsung saja membentak David karena emosinya yang sudah mencapai ke ubun- ubun.
David tersenyum miring, dan berjalan mendekat. "Perjanjian kita kan.....pakai syarat, Nathannael," Nathan benar- benar sudah tak sabar untuk menghabisi laki- laki yang satu ini. berhubung David yang notabene-nya adalah sebagai sahabatnya, maka Nathan masih bisa bersabar. "Lo lupa?" David tersenyum licik.
***
Pagi itu, tanggal 1 Desember, pukul tiga subuh, Nathan baru saja pulang dengan kondisi yang babak belur. Ya, ia baru saja menyelamatkan Jean dari peristiwa penculikan, yang didalangi oleh sahabatnya—David sendiri. Ia benar- benar tak habis pikir, kenapa sahabatnya itu bisa- bisanya melakukan hal seperti ini?
Satu hal yang membuat rasa bencinya bertambah—ia harus diantar pulang oleh David sendiri karena kondisilah yang tak memungkinkannya untuk mengendarai motor di tengah subuh yang masih gelap ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight
Ficțiune adolescenți[COMPLETED] Keluarga. Persahabatan. Cinta. Manakah yang akan kau pilih? Jeannie Harrington. Itulah namanya. Nama seorang gadis yang telah mengalami kepahitan hidup sejak usianya yang masih belia. Ia kini tumbuh sebagai seorang gadis yang membenci la...