"Kita kan pindah ke rumah papamu. Papamu....dia—telah kembali."
"A-apa? Papa? Mama gak lagi bercanda kan?" Jean mengernyitkan dahinya. Ia terkejut bukan main. Papanya, yang sudah delapan tahun lamanya meninggalkan keluarganya, tiba- tiba kembali.
"Tadi...mama baru bertemu dengan dia, di cafe dekat rumah kita," Mamanya menjawab dengan lesu sambil menunduk. "Ia....telah menikah lagi," Air mata Eliza kini tak dapat dibendung lagi. Begitu juga dengan Jean.
Ketika ia mendengar berita ini...ia merasa seperti....tersambar oleh petir. Ia tak percaya dengan kenyataan ini. Papanya itu telah begitu teganya melakukan hal semacam ini kepada keluarga mereka. Air mata kini mulai turun dengan deras di pipi tirusnya. Semua keceriaannya kini lenyap.
"Tapi, istri barunya itu telah meninggal. Jadi, dia kembali lagi ke Indonesia. Kamu tenang saja ya. Gak akan ada apa- apa lagi kok. Papamu...ia rindu padamu. Ia ingin kita menjadi satu keluarga yang harmonis lagi, seperti dahulu. Satu keluarga yang hangat. Satu keluarga yang—"
"Enggak Ma!" Jean dengan cepat memotong kalimat ibunya itu dengan berlinang air mata. "Apa Mama gak tau, kalau papa telah membuat hidupku hancur? Apa Mama gak tau, kalau keluarga kita menjadi retak karena dia? Demi istri barunya itu, ia pergi meninggalkan kita! Jean sakit ma! Jean gak mau punya keluarga kayak gini!—"
PLAK!
Sebuah tamparan mendarat mulus di wajah Jean yang basah karena air mata. Jean bahkan tidak merasakan apapun. Ia sudah kebal. Ia sudah mati rasa. Ditampar oleh seseorang itu sudah biasa bagi Jean. Rambutnya yang tadi rapi menjadi berantakan. Poninya menutupi wajahnya yang merah.
"Kamu gak seharusnya ngomong begitu tentang papamu sendiri!" Bentak Eliza.
Jean hanya terdiam. Ia menangis di dalam diam.
Apa kau tau perasaan Jean sekarang ini seperti apa? Perasaan yang dirasakan oleh seorang anak yang broken home.
Ia kembali mengingat masa kecilnya. Masa- masa dimana ayahnya itu masih ada di sisinya.
Ayah yang selalu sayang kepadanya.
Ayah yang selalu memperhatikannya.
Ayah yang selalu ada ketika ia takut, sedih, susah, maupun senang.
Ayah yang selalu memeluknya disaat ia kedinginan.
Ayah yang selalu melindunginya ketika ia berada dalam bahaya.
Ayah yang selalu menjadi sandaran hidupnya.
Ayah yang selalu bermain bersamanya.
Ayah yang selalu mengajarkan kepadanya, apa itu arti kehidupan.
Ayah yang tak pernah lelah mendengar semua keluhannya.
Ayah yang tak pernah berhenti bekerja demi membiayai segala kebutuhan hidupnya.
Bukan 'Ayah' yang sekarang.
Bukan itu yang Jean inginkan. Ia rindu. Sangat rindu pelukan ayahnya. Sangat rindu dengan suara ayahnya. Dengan 'Ayahnya yang dulu'.
Walaupun dulu ia masih kecil, tetapi ia mengerti. Ia mengerti kalau ayahnya lelah bekerja. Ia mengerti kalau ayahnya sudah lagi tak memiliki uang. Ia mengerti mengapa ayahnya berbohong kepadanya kalau semuanya baik- baik saja.
Ia mengerti semuanya itu.
Lalu ia juga tau, mengapa ayah dan ibunya bertengkar setiap hari. Ya, semuanya itu karena kondisi ekonomi keluarga mereka yang tak baik.
Sampai suatu saat, ayahnya menghilang. Mengilang begitu saja dari dalam kehidupannya. Saat itu, ia hanyalah seorang gadis kecil berusia sembilan tahun. Seorang gadis kecil berusia sembilan tahun yang sangat menyayangi ayahnya, walau terkadang, ayahnya itu memukulinya, hingga ia menangis. Tetapi sekali lagi, ia mengerti. Ia mengerti kalau itu semua demi kebaikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight
Fiksi Remaja[COMPLETED] Keluarga. Persahabatan. Cinta. Manakah yang akan kau pilih? Jeannie Harrington. Itulah namanya. Nama seorang gadis yang telah mengalami kepahitan hidup sejak usianya yang masih belia. Ia kini tumbuh sebagai seorang gadis yang membenci la...