[50] PENGKHIANATAN-PERPISAHAN DI BALI

2.4K 212 25
                                    

Deg.

Aku rasa, otakku kini sudah berhenti bekerja, dan jantungku sudah tak berdegup lagi.

Sebenarnya, aku sudah menduga hal ini sejak awal.

Karena caramu menatapnya, sama seperti caramu menatapku, dulu.

Caramu berbicara kepadanya, sama seperti caramu berbicara kepadaku, dulu.

Caramu tersenyum kepadanya, sama dengan caramu tersenyum kepadaku, dulu.

Karena semua yang kau lakukan kepadanya, sama, dengan apa yang kau lakukan kepadaku, dulu.

Ini salahku.

Salahku melepasnya.

Salahku tak mencintainya dengan setulus hati.

Salahku tak menjaganya dengan benar.

"Kalo gitu, lo deketin dia aja,"

Dusta. Bohong. Munafik.

Aku tak ingin dia melakukan hal itu.

Karena aku hanya ingin dia melakukan hal itu kepadaku.

Dan aku bodoh. Ya, bodoh, sangat.

"Makasih, ya." Sahutnya, sambil tersenyum kepadaku.

Dan senyuman itu—membuat hatiku sakit. Karena dulu, senyuman itu hanya untukku. Dan sekarang, senyumannya itu, telah milik sahabatku—Anne.

Akhirnya, hatiku hancur.

***

Memasuki awal semester baru di kelas dua belas, Nathan jadian—dengan Anne. Dan itu, sangat teramat, menyayat.

Bohong jika aku bilang aku tidak cemburu. Bohong jika aku bilang aku tidak sakit. Bohong jika aku bilang aku baik- baik saja. Bohong jika aku bilang aku tidak sedih.

Karena kenyataannya, aku sakit. Bukan, lebih tepatnya lagi, hatiku sakit. Sakit melihat mereka berdua bersama.

Aku tau ini salah. Aku seharusnya bahagia. Bahagia ketika melihat sahabatku bahagia.

Tetapi, sahabatku itu—dia telah mengkhianatiku.

Dia telah menikamku dari belakang. Dan itulah yang membuatku—menyesal.

Ya, tak apa. Karena aku masih bisa. Masih bisa menyayanginya, dari jauh. Aku masih bisa memeluknya, di dalam doa.

Walau sekarang hatinya bukan lagi padaku, tetapi hatiku masih padanya.

Aku berusaha, untuk kuat, dan tegar.

Aku berusaha agar tidak menangis.

Tetapi aku tak bisa.

Karena aku menyayanginya.

***

Tak terasa, kelas dua belas telah kulalui. Ya, walaupun aku harus menahan rasa itu, aku tetap melaluinya dengan baik. Hari ini—akan diadakan perjalanan ke Bali, sebagai acara perpisahan. Dan di sana, kami akan mengadakan prom night. Ya, malam ini. Kami semua sekarang telah berkumpul di bandara, dan bersiap untuk melakukan penerbangan.

Akhirnya, setelah melakukan dua jam penerbangan, kami sampai. Sampai di bandara. Kemudian, kami melanjutkan perjalanan menuju hotel. Hotel yang akan kami tempati selama dua hari dan satu malam.

Sore menjelang. Langit berwarna merah-kekuning- kuningan, dengan angin yang sejuk. Kami sekarang tengah bermain di pantai kuta. Aku hanya duduk di pasir, sambil melihat matahari terbenam dan melihat—dia, yang sedang bersama Anne, di sana.

"Jean, berenang yuk!" Seseorang menepuk pundakku dari belakang dan membuyarkan lamunanku. Aku mendongak dan mendapatkan—Chrysella. Astaga, untung saja, Febby dan Thomas telah minggat dari sini, karena mereka telah masuk kuliah. Tetapi, Chrysella masih ada.

Dan rasanya, ia juga ingin aku usir sekarang juga, jika aku tidak lagi mengingat notabenenya sebagai sepupu tiriku. Ya, karena dia adalah sepupu tirinya Nathan.

"Enggak ah. Gue gak bisa berenang. Apalagi di pantai. Kan dalem banget," Aku menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis.

"Dih, ayolah. Sekali saja. Ya?" Chrysella mengeluarkan puppy face-nya. Oh, tidak. Kelemahanku—tak bisa tahan sama yang namanya puppy face.

Dan akhirnya aku menganggukkan kepalaku, pelan. Walau aku ragu dengan ini. Ya, itu karena aku sebenarnya—trauma dengan berenang. Karena kejadian—masa laluku itu. Kalian tau kan? Pada saat aku masih kecil, aku pernah hampir tenggelam dan diselamatkan oleh seseorang? Yap. Tetapi tak ada yang tau—termasuk Vero dan Anne. Hanya keluargaku saja yang mengetahuinya—kecuali Nathan.

Aku baru saja memasuki air asin itu. Pertama- tama, tak ada yang terjadi, tetapi, kemudian, aku merasakan arusnya semakin kencang. Dan aku...

Terbawa oleh arus, sampai ke tengah pantai.

De-ja-vu.

Kakiku menendang- nendang dalam air, berusaha agar tidak tenggelam. Tetapi percuma. Lambat laun, wajahku mulai masuk ke dalam air dan aku merasakan—aku mulai tenggelam.

Dan samar- samar, aku dapat melihat wajah seseorang. Wajah seseorang yang sangat kukenali.

"Nael! Nael! Tolongin aku!"

Suara itu—tergiang di telingaku. Berulang- ulang kali. Itu adalah suara—masa kecilku, ketika aku tenggelam.

Di dalam laut ini—aku merasa seperti...berada di dalam mesin waktu.

Dan aku merasa kembali seperti anak kecil yang berusia sepuluh tahun lagi, yang sedang tenggelam di kolam berenang, karena di dorong oleh segerombolan anak laki- laki yang lebih tua dariku dari papan loncat.

Dan wajah yang samar- samar itu....kini aku dapat melihatnya dengan jelas. Sangat jelas, sampai aku merasa aku sedang bermimpi.

Sentuhan tangannya...semuanya itu, aku kenali. Tangan kirinya berada di pinggangku, dan tangan kanannya berada pada leherku. Ia membawaku, naik. Naik ke awan, ke angkasa. Ia menggendongku, dan aku dapat mendengar detak jantungnya, yang sangat kukenal. Sentuhan itu—merambat masuk ke dalam tubuhku, dan membuatku....

"Jean, sadar!" seseorang menepuk- nepuk pipiku. "Jean! Jean!"

Aku mengerjap- ngerjapkan mataku, dan samar- samar melihat wajah seseorang yang sepertinya kukenali. Setelah beberapa saat, pandanganku mulai membaik dan melihat...

"Nathan?"

----------------------

Oke, aku tau, part ini pendek sekali, tetapi maafkan saya ya, soalnya mau cepet- cepet ending jadi gini deh :'v aku juga gak tau kenapa part part ini feelnya bener- bener kurang banget banget banget. so, maafkan sajalah :") btw, besok kayaknya bakalan penghabisan yak.

Oke, sekian. Vote and comment gaes! Thankyouu :)

Love, Alicia





StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang