[45] NATHAN

2.2K 212 10
                                    

[Nathan's POV]

Saat pertama kali gue ngeliat lo itu...saat gue diajak sama mama gue buat ke rumah sahabatnya. Dan pada saat itu, gue ketemu sama lo. Lo inget gak sih, kalau dulu kita sering banget main bareng. Berduaan doang. Waktu itu, umur kita masih sekitar....9 tahun. Kita waktu itu pernah pergi ke panti asuhan bareng 'kan? Dan di sana, kita ketemu sama David.

Dan sejak itu, kita selalu main bertiga. Selalu. Sampai ketika umur dua belas tahun, gue harus pindah ke Amerika karena kabarnya, papa gue meninggal dan David di adopsi oleh orang tua yang kaya raya. Ya, meskipun begitu, David tetap bersekolah di sekolah yang sama kayak lo dan gue, dulu.

Tapi pada saat gue berumur tiga belas tahun, gue mendapat kabar kalau David pindah sekolah ke Amerika juga. Dan itu berarti—lo sendiri. Gue senang. Kenapa? Karena dari dulu, gue udah suka sama lo.

Di Amerika....mama gue nikah lagi, sama—papa lo. Kenapa gue tau? Karena nama keluarga kalian. Namanya adalah Henry Harrington. Lo tau gak sih, kalau pertamanya gue memberontak pernikahan itu? Tapi, udah gak guna. Mereka gak peduli apa yang anak kecil katakan.

Sejak itu, gue resmi menjadi bagian dari keluarga Harrington, sampai ketika gue berumur lima belas tahun, mama gue meninggal. Kenyataan yang menyakitkan bukan? Gue pulang ke Indonesia, dan masuk ke SMA Vreden, berdasarkan saran dari papa tiri gue—yang tak lain adalah papa lo sendiri.

Lo tau kenapa gue dimasukkan ke Vreden dan sekelas sama lo? Karena sekolah itu adalah sekolah yang papa lo buat, dengan hasil jerih payahnya sendiri. Dan mungkin, sampai sekarang, lo belom tau, kalau lo disarankan masuk di sana, dengan beasiswa, itu semua karena rencana papa lo sendiri.

Papa lo mau gue buat jagain putri kesayangannya—yaitu elo. Dan gue dengan senang hati menerima tugas ini. Kenapa? Karena gue bisa deket sama lo. Deket sama orang yang gue sayang. Pertama kali, gue ketemu lo itu di dalam mall, di toko buku. Dari awal, gue udah tau kalo itu adalah elo. Walaupun sekarang, lo terlihat jauh lebih—cantik.

Gue mengikuti mobil hitam yang lo tumpangin sampai ke rumah lo, dan itulah mengapa gue bisa tau rumah lo.

Dan akhirnya, pada tanggal 2 Februari, lo resmi. Resmi menjadi cewek gue. Apa lo tau, bagaimana perasaan gue? Seneng. Seneng banget. Bisa mendapatkan seseorang kayak lo di dalam hidup gue itu merupakan suatu berkat.

Dan sampai pada suatu ketika, dimana kenyataan tak lagi dapat disembunyikan. Kennyataan bahwa gue adalah saudara tiri lo. Menyakitkan, bukan?

Dan gue, harus merelakan orang yang gue sayang itu menjadi 'adik tiri' gue sendiri. Dunia gue serasa hancur, Jean. Hancur lebur. Dan bahkan, karena itu, hubungan kita harus berakhir.

Gue benar- benar gak mau kehilangan lo, Jean. Mungkin lo benci, dendam, marah, kesal sama gue. Tapi yang lo perlu tau—gue gak mau lo pergi begitu aja dari kehidupan gue.

Di malam pada saat acara pesta itu berlangsung, gue gak tau ini sengaja atau tidak, tetapi dia tiba- tiba jatoh di hadapan gue dan langsung meluk gue gitu aja. Sontak, setelah itu, gue kaget dan gak tau harus ngapain. Gue buru- buru ngelepasin dia dan ketika gue berbalik, gue ngeliat lo—lari, berlari keluar dari ballroom ini.

Gue buru- buru ngikutin elo. Tapi, lo udah masuk ke dalam lift duluan, dan lo tau lah, ballroom ada di lantai enam. Lift penuh. Gue buru- buru turun pakai tangga. Saat gue udah sampai di drop off lobby, gue ngeliat lo lagi mau berdiri dan itu mobil udah deket banget sama lo.

Gue gak mau, orang yang gue sayang itu kenapa- napa.

Dan gue merelakan diri gue terluka, hanya buat diri lo.

Gue mau—lo selamat.

Gue sengaja mendorong tubuh lo ke pinggiran jalan dan lalu—

Gue terjatuh. Dengan semua tenaga yang masih ada, gue berusaha menggapai lo.

Gue mau meyakinkan kalau lo baik- baik aja.

Tapi, lalu penglihatan gue menjadi buram, dan—

Semuanya gelap.

Dan kini, gue merasa seseorang memegang tangan gue. Menggenggamnya. Gue gak tau kenapa gue bisa merasakan hal ini, padahal sekujur tubuh gue udah mati rasa.

"Nath, gue mau lo isi hati gue. Gue sayang sama lo, Nath. Gue gak mau lo pergi. Lo—udah mengubah hidup gue. Gue gak mau bintang gue hilang, ditelan oleh kegelapan malam. Lo—" Suara itu—suara orang yang gue sayangi. Yang gue cintai. Yang gue butuhkan. Ya, lo hadir sekarang. Lo hadir ketika gue membutuhkan lo. "Lo yang terindah, Nath. Gue—gak mau kehilangan lo Nathannael! Bangun! Lo harus bangun sekarang juga! Gue....sayang sama lo, Nath. Sekarang, dan selamanya."

Dan apa lo tau, Jean? Gue—

Gue juga sayang sama lo, Jean. Sekarang, dan selama- lamanya.

---------------------------

AUTHOR NOTE PENTING!!! :

heyho! ada yang bingung? haha. part ini adalah part dimana Nathan, yang sedang terbaring koma itu kembali mengingat masa lalunya. jadi ini adalah cerita mulai dari dia awal kenal Jean samapi sekarang, ketika ia sedang terbaring di ruang ICU, dengan Jean di sampingnya, yang sedang menggenggam tangannya.

Oh iya, dan satu lagi. Mamanya Nathan itu udah punya suami--papa kandungnya Nathan, tapi, pas usia sembilan tahun, mama-papanya itu cerai di Amerika, makanya mamanya mengajak Nathan pulang ke Indonesia--kampung halaman mamanya itu. Pada saat sampai di Indo, mamanya mengajak Nathan ke rumah sahabatnya, yang tak lain adalah mamanya Jean. 

Nathan tinggal di Indo sampai ia berumur dua belas tahun. Ketika ia berumur dua belas tahun, ia mendengar kabar kalau papa kandungnya itu meninggal di Amerika, jadi ia beserta mamanya pulang lagi ke Amerika. Dan di Amerika, mamanya Nathan, bertemu dengan papanya Jean. Dan akhirnya mereka nikah.

So, Nathan itu bukan anak kandung papanya Jean ya!

Oke, sekian. Vote and Comment!





StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang