[32] PENYESALAN

3.6K 244 8
                                    

[Jean's POV]

Baiklah, aku akui, kejadian kemarin malam masih berputar terus menerus di benakku. Coba kalian bayangkan jika ada seseorang yang memintamu menjadi pacarnya dengan cara yang super romantic, dan orang tersebut adalah orang yang kalian sukai, apa yang kalian rasakan? Terkejut? Pasti. Kegirangan? Iya lah. Salting? Yes. Nge-fly? Oh, itu dijamin. Apalagi jika orang tersebut melakukannya di hari ulang tahunmu yang ketujuh belas tahun. Sweet seventeen, bro!

Ditambah satu hal lagi. Seseorang yang dulu pernah kau sukai itu juga ikut memeriahkan acara ulang tahunmu. Perfect. Kurang apa lagi coba? Tak ada. Tapi, mungkin bagiku, ada satu hal yang sangat kusesalkan. Aku menolak permintaannya, untuk menjadi pacarnya. Dan aku sangat menyesalinya sekarang. Terutama pada saat ini.

Ketika aku baru saja sampai di pintu gerbang sekolah, aku melihat pemandangan yang benar- benar menyakitkan.

Ia. Digandeng. Oleh. Cewek. Lain.

Jleb.

Apa kau tau rasanya? Rasanya seperti ketika kau memeluk sebuah pohon kaktus. Semakin erat kau memeluknya, semakin sakit pula rasanya. Dan itu yang kurasakan sekarang. Sekujur tubuhku lemas sekarang. Hatiku memanas. Ingin rasanya aku menghampiri cewek gak tau diri yang beraninya mengambil cowok—Tunggu, aku bukan siapa- siapanya.

Aku tak berhak untuk melakukan hal itu. Aku sama sekali tak memiliki hak untuk melakukan hal semacam itu. Aku tak tau mengapa cuaca menjadi terasa sangat panas, meskipun hari masih sangat pagi. Aku membutuhkan udara sejuk. Aku pun segera berlari menuju ke kanting belakang sekolah—kantin paling rajin sepanjang masa, yang bukanya mendahului kedatangan anak- anak sekolahan.

Aku tak mempedulikan dua makhluk yang sedang bermesraan di depan pintu gerbang sekolah itu. Karena semakin aku melihatnya, mempedulikannya, dan memperhatikannya, hatiku menjadi tambah sakit. Setibanya di kantin, aku langsung saja memesan es teh manis, untuk menyejukkan pikiran dan hatiku saat ini.

"Jean!" Tiba- tiba seseorang menepuk pundakku dari belakang. Dan suara itu terdengar sangat teramat familiar di telingaku.

"Opo, Ver?" Ya, dia adalah Vero, sahabatku—yang dulu sempat menjadi musuh bebuyutanku.

"Jadi.....kemarin lo diajak Nathan kemana?" Ia bertanya sambil menggeser kursi untuk diduduki. Aku pun sama. Setelah mendapatkan pesananku itu, aku langsung duduk berhadapan dengannya di salah satu meja di pojokkan. Kasian amat ya, di pojokkan.

"Dia ngajak gue ke hotel bintang lima." Jawabku sambil menyeruput es teh manis yang sedang kupegang.

"Anjir, lo berdua ngapain?" Vero yang dikenal dengan otak- otak mesum itu mulai dah.

Aku menatap Vero sambil mendengus kesal. "Dia ngajak gue buat ketemu sama papanya yang dari Amerika,"

"Ohh, kirain," Vero terkekeh. "Widihhh, ketemu calon mertua," Vero tepuk tangan sendiri dan heboh sendiri. Emang ini anak rada- rada.

"Idih, enak aja," Walaupun sebenarnya di dalam hati mah udah ngucapin 'Aminn'. Eh, keceplosan kan tuh.

"Dia kemaren ngajak gue dinner di roof top hotel itu. Ralat. Lebih tepatnya, romantic dinner, coy!" Aku tersenyum bangga. Tentu saja bangga. Nathan kan termasuk salah satu cowok yang Most-Wanted di sekolah.

"Gila lo! Enak banget, jir." Mata Vero membulat sempurna ketika mendengarku mengucapkan kalimat itu.

"Dan dia—" Aku memberikan jeda sebentar, "—nembak gue lagi," Aku menjawab, sambil menatap gelas es teh manisku yang sedang ku aduk- aduk menggunakan sedotan berwarna merah.

StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang