[28] KENCAN KEDUA (1)

3.5K 270 4
                                    

Setelah sampai di rumahnya, Jean buru- buru pergi ke toilet guna mencari cermin, karena wajahnya kini telah penuh dengan cream dari teman- temannya. Ia tak dapat membersihkannya di sekolah karena tidak ada air yang keluar ketika ia memutar kerannya. Mungkin belum bayar tagihan air kali, jadi kagak mau keluar airnya.

Ia membersihkan wajahnya dengan sabun wajah anti jerawat, karena katanya, kalau terkena cream seperti ini, akan lebih mudah jerawatan. Akhirnya, wajahnya kini bersih berkilau bebas dari noda. Eh, itu mah iklan kali yak.

Ia mendongakkan wajahnya dan melihat ke arah cermin. Ya, ia melihat pantulan dirinya sendiri, dengan wajah yang basah kuyup. Ia masih terpikir perkataan Nathan saat mengantarnya pulang naik motor tadi. Dandan yang cantik, pakai gaun formal. Gue jemput lo jam 7 malam. Memangnya dia mau diajak kemana kali, harus sampai pakai gaun dan make-up? Katanya Nathan sih itu semua udah rahasia.

Kini waktu menunjukkan pukul 6 sore, dan Jean kini tengah mengobrak- abrik lemarinya, mencari gaun yang hendak ia pakai nanti. Tetapi, menurutnya, semua gaunnya itu terlihat sangat kampungan dan jadul. Tiba- tiba saja, matanya tertuju pada satu kotak berwarna putih yang berbentuk persegi panjang di atas lemarinya.

Jean heran, sejak kapan ia menaruh kotak di atas lemari pakaian? Karena itu, ia mengambil kursi yang berada di sampingnya, lalu naik ke atas kursi tersebut dan mengambil kotak misterius itu. Ketika ia membuka kotak putih itu, matanya membesar. Ia kaget bukan main. Sebuah dress berwarna baby blue sudah berada di dalam sana, lengkap dengan sepatu high heels berwarna putih, tas kecil yang serasi dengan warna dress-nya serta perhiasan emas.

Mata Jean berbinar- binar melihat hal ini. ia tak menyangka bahwa akan ada barang semahal ini di kamarnya. Ia langsung saja berlari menghampiri ibunya yang sedang melipat baju di ruang tamu dan memeluknya. "Aduh, putri Mama kenapa ini?" Eliza menatapnya heran.

"Makasihh ya Ma, buat satu set dress-nya." Jean tersenyum sambil memeluk mamanya dari belakang.

"Dress? Mama gak pernah beliin kamu dress, sayang. Dress yang mana coba?" Mamanya menjawab, sambil mengalihkan pemandangannya ke arah baju yang sedang dilipatnya. Jean memandangi mamanya itu dengan heran, sambil bertanya- tanya di dalam hatinya, Trus, siapa?

"Itu loh Ma, yang ada di atas lemari." Jean mencoba untuk mengingatkan mamanya lagi. Biasalah faktor umur.

"Oh iya, Mama inget. Tadi pagi, setelah kamu pergi ke sekolah, temen kamu ada yang dateng ke rumah kita. Cowok yang sering nganterin kamu pulang itu loh. Siapa namanya?" Mamanya mengadah ke arah Jean dan membuat mata Jean membulat sempurna.

"Nathan?" Jean mendelik.

"Ah, iya. Itu namanya. Dia nitipin ke Mama kotak itu. Katanya dia sih itu buat kamu. Ya sudah, Mama taruh di atas lemari kamu saja, deh." Mamanya kembali memfokuskan diri kepada pekerjaan rumah tangganya yang belum diselesaikan. Ah, ya. Jean ingat. Ia sempat berpapasan dengan Nathan di koridor tadi pagi saat ia ingin menemani Anne pergi ke toilet. Pantesan aja, dia datangnya agak telat tadi pagi.

Jean sekarang sudah senyam- senyum sendiri, setelah mendengar dress itu adalah pemberian Nathan. Omaigattt!!!! Jean udah benar- benar hampir terbang sekarang! Eh, jangan deh, ntar atapnya hancur, trus bocor. Kasian kan, nanti basah kuyup jadinya.

***

Pukul 7 pas. Jean kini sudah menunggu sang pangeran datang menjemputnya menggunakan kereta kuda Cinderella. Lah, kagak lah! Ini sudah zaman modern, coy! Ia duduk dengan anggunnya di sofa ruang tamu. Dress serta perlengkapan lainnya sudah ia pakai. Ia juga telah merias wajahnya dengan make-up natural.

Tin- Tin!

Akhirnya, dia datang juga. "Ma! Jean pergi dulu ya!" Jean mencium pipi ibunya yang sedang sibuk memasak di dapur.

"Iya. Hati- hati ya! Pulangnya jangan kemalaman." Eliza membalas ciuman anaknya itu. Jean lekas keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil hitam Nathan yang sudah menunggu tepat di depan gerbang rumahnya.

"Kita mau kemana sih? Sampai harus pakai pakaian formal segala? Lo mau bawa gue ke kondangan apa?" Jean memasang sabuk pengamannya, ketika ia sudah duduk dengan nyaman di kursi depan samping Nathan. sementara itu, Nathan hanya menatap Jean lama, dengan senyuman tipis di wajahnya.

"Jean—lo.....cantik banget malam ini." Nathan tak berkedip sekalipun.

"Hah? Tadi lo ngomong paan?" Jean yang sudah selesai memasang sabuk pengamannya menoleh ke arah Nathan dengan heran.

"Gak, gak jadi. Ayo, jalan aja lah, langsung, takut telat." Seketika, Nathan langsung menginjak gas dan mobil hitam itu pun berjalan pergi.

Di sepanjang perjalanan, mereka dapat melihat gedung- gedung tinggi, di samping kanan dan kiri ruas jalan. Lampu- lampu jalan bagaikan pelita untuk para kendaraan yang ingin berjalan di malam hari yang gelap ini. Suasananya sangat tenang, sunyi, dan senyap. Jean hanya memandang keluar jendela, tanpa menoleh ke arah Nathan sekalipun, karena kini atmosfernya benar- benar awkward.

Setelah sampai di tempat tujuan, mulut Jean menganga lebar ketika turun dari mobil Nathan. Kini ia berada di hotel bintang lima—yang merupakan salah satu hotel termahal di Jakarta. "Nathan! Lo mau ngapain bawa gue ke hotel bintang lima?!" Jean menoleh ke arah Nathan yang baru saja mengunci mobil hitamnya itu.

"Tenang aja. Gue gak bakal apa- apain lo kok!" Nathan mengangkat kedua tangannya. Sedangkan Jean, ia hanya memutar bola matanya dan berjalan dahulu menuju lobby utama. Emm, mungkin, tidak benar- benar ke lobby utama. Jean baru pertama kali ke sini, jadi wajar saja jika ia tak mengetahui tempat- tempatnya.

"Hei, Nona, memangnya Anda sudah tau arah jalannya? Ke sini, Neng, bukan ke sono." Nathan menyamai langkah kakinya dengan Jean, dan menarik tangannya ke arah lobby utama yang tepat. Jean merasa malunya bukan main. Udah sok- sok, eh, salah. Sumpah, rasanya ia mau masuk ke dalam lubang tanah aja, deh. Akhirnya, Jean patuh dan mengikuti Nathan dari belakang, agar tak salah lagi.

Mereka menaiki lift terlebih dahulu setelah sampai di lobby utama, dan selanjutnya mereka berjalan melewati lorong- lorong yang mewah dan megah, sebelum akhirnya sampai di restoran hotel bintang lima ini. Kedua pelayan yang sudah berjaga di depan pintu langsung membukakan pintu bagi kedua tamu ini dengan sopan dan hormat.

Mata Nathan kini mulai menyusuri seluruh ruangan, mencari orang yang ingin ia temui. Loh, kok gak ada ya? Nathan mulai kebingungan. Setelah bertanya kepada pelayan yang sedang berjaga di counter kasir, akhirnya ia menemukan orang itu, sedang duduk di dalam ruangan VIP sambil meminum teh hangatnya.

Nathan menghirup nafas yang dalam, sebelum akhirnya ia memasuki ruangan VIP itu dengan pelan- pelan. Jean ia suruh untuk menunggu sebentar di luar, dan hanya boleh masuk ketika ia memanggil.

"Ah, Nathan, akhirnya kamu sampai juga." Laki- laki berjas hitam dan sudah terlihat mulai berumur ini menaruh cangkir gelasnya ketika ia melihat Nathan masuk.

"I-iya." Nathan hanya menjawab singkat, lalu ia duduk berhadapan dengan lelaki tua itu.

"Ini sudah setahun ya, sejak kamu pulang ke Indonesia." Lelaki itu mengangkat cangkir putih dari meja yang bertaplak putih itu dan menyeruput teh hangatnya lagi. Nathan mengangguk pelan, lalu laki- laki itu melanjutkan kata- katanya. "Jadi....di mana perempuan itu?"

Nathan yang semula menunduk, langsung mengangkat kepalanya, lalu berjalan ke arah pintu untuk memanggil Jean masuk. Ketika Nathan sudah berada di luar, Jean bertanya dengan berbisik, "Siapa?"

Nathan tak merespon, dan langsung menarik pergelangan tangan Jean untuk masuk ke dalam. Ketika Jean masuk, air muka lelaki tua itu mulai berubah. "Pa, ini Jeannie Harrington. Cewek yang mau aku perkenalkan ke Papa."

-----------------------------------------------

Whoops! Hello Bello! Ketemu lagi sama authorr hehe. Jadi.....Jean mau ketemu sama calon mertuanya tuh, xixixi :3 Oke, tetap vote and comment yaa...

Salam Penulis

Alice


StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang