[30] PERNYATAAN YANG KEDUA

3.3K 242 9
                                    

"Gue mau lo—" Nathan kini sudah bersimpuh di hadapan Jean yang duduk dengan rasa tegang meliputi pikiran, hatinya, dan suasana di malam ini.

"Jadi pacar gue." Kini, sebuket bunga mawar merah bercampur dengan mawar putih telah dikeluarkan dari balik punggungnya.

Jean terdiam dan menatap Nathan dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia tak dapat mengalihkan pandangannya dari kedua mata cokelat yang berada di depannya itu. Ingin rasanya ia menjawabnya sekarang, tetapi seberkas luka masih tersimpan di lubuk hatinya yang dalam dan membuatnya ragu- ragu untuk menjawab pertanyaan itu.

"Gue.....gue gak tau, Nath." Jean buru- buru mengalihkan pandangannya ke tempat lain. "Gue....masih belom siap untuk pacaran lagi." Jean menjawab tanpa menatap Nathan yang kini sedang menunggu jawaban pasti darinya. "Kasih gue waktu. Ini....terlalu cepat, Nath." Jean menjawab sekali lagi.

Jawaban kali ini membuat Nathan sedikit kecewa, namun ia berusaha untuk menyembunyikannya. Ia lalu langsung berdiri dari posisi bersimpuhnya tadi, dan kembali ke tempat duduknya. "Oh, gak apa- apa." Jawab Nathan sambil menunduk lemas.

"Lo...gak apa- apa kan? Maafin gue ya. Gue bukannya bermaksud buat nyakitin hati elo, tapi cuman gue—" Perkataan Jean yang belum selesai akhirnya langsung saja dipotong oleh Nathan yang sudah mendongak dan menatap Jean dalam.

"Gak apa- apa. Gue ngerti kok. Lo masih takut buat jatuh cinta kan? Dan....gue tau, kalau sampai sekarang, di hati lo cuman ada David, dan bukan gue." Nathan berkata dengan lirih.

Gak, Nath. Lo salah. Salah besar. Satu- satunya cowok yang ada di hati gue dari dulu sampai sekarang itu cuman elo. Jean menjawab dari dalam hatinya. Air matanya sudah tak tahan untuk keluar dari matanya sekarang juga. Ia buru- buru menundukkan kepalanya, sebelum Nathan melihatnya.

"Oh iya, makasih buat satu set perlengkapan dress-nya." Jean kini yang sudah mengelap air matanya mendongakkan kepalanya dan menatap Nathan sambil tersenyum tipis.

"Jadii....lo suka gak?" Nathan juga sudah mengubah ekspresi 'kecewa'nya menjadi ekspresi yang ceria.

"Suka. Suka banget malah. Thank you ya." Jean tersenyum sumringah.

"Oh iya, gue lupa kalo kita belum makan. Gue panggilin pelayan dulu ya." Nathan berkata seraya menepukkan tangannya dua kali. Seketika, beberapa pelayan berseragam rapi langsung datang menghampiri mereka berdua dengan hidangan- hidangan mewah di atas trolley restoran. Jean menganga ketika melihat semua hidangan yang kini berada di atas meja makannya.

Mulai dari makanan khas Indonesia sampai khas Barat, semuanya tersedia. Perut Jean kini sudah benar- benar lagi tawuran. Setelah pelayan- pelayan tersebut pergi, ia langsung saja menyantap semua hidangan yang tersedia hingga ludes. Tentunya, dengan cara yang anggun ya.

Setelah semuanya selesai, Nathan mengantar Jean pulang ke rumahnya dengan selamat. Untungnya, Jean tidak tertidur lagi di dalam mobil. Jika iya, maka mungkin Nathan akan membangunkannya dengan cara yang sama lagi seperti waktu itu.

Bagaimana mau tidur, memejamkan matanya saja tidak bisa. Otaknya masih penuh dengan kejadian- kejadian tadi di atas roof top hotel. Ia masih tak habis pikir mengapa ia bisa menolak seorang cowok idaman seperti Nathan yang benar- benar langka.

Setelah sampai di depan gerbang rumahnya, Jean langsung turun dari mobil Nathan dengan wajah setengah mengantuk karena hari sudah benar- benar malam. Ya, waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam ketika ia sampai.

"Thank you for today, ya. Hati- hati lo nyetirnya, udah malem begini." Kata Jean sambil ia menutup pintu mobil hitam Nathan.

"Cie, khawatir sama gue." Nathan menyeringai.

StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang