Suara kereta yang sedang berjalan di atas rel memecah keheningan di antara David dan Jean. Jean hanya menunduk malu. Sedangkan David tidak tau harus berbicara apa kepada seorang perempuan yang baru saja ia temui. "Emm...nama lo...siapa?" David akhirnya memulai percakapan terlebih dahulu.
"Nama gue Jeannie Harrington. Lo bisa panggil gue Jean." Jean memperkenalkan dirinya. David hanya terdiam sebentar, lalu melanjutkan percakapannya. "Jadi....lo panitia acara Viva Cup?"
"Iya. Dan, eh, makasih. Makasih udah gendong gue ke UKS." Jean tersipu. David tersenyum manis. Jean menatap wajah David tanpa mengatakan sepatah kata pun. Baginya, wajah ini sudah tak asing lagi. Tapi ia tak dapat mengingatnya dengan jelas. Semua ini seperti de-ja-vu yang sangat aneh.
"Nanti mau makan bentaran gak?" David bertanya.
Jean melirik arlojinya. Masih dua setengah jam lagi. Ia pikir, dua setengah jam mungkin akan cukup baginya untuk makan bersama David. Mengingat soal makanan, Jean baru menyadari kalau ia belum sarapan tadi pagi karena buru- buru. Pantas saja sekarang perutnya sudah bernyanyi minta diisi.
"Eh, iya, boleh deh. Gue juga belom sarapan soalnya, hehe." Jean tertawa kecil. "Tapi, habis itu lo bisa temenin gue pilih barang? Gue mau beliin hadiah buat temen gue. Temen gue itu cowok, dan gue...gak tau cowok itu suka apaan." Jean tersenyum kecil.
"Boleh kok. Situ temen atau pacar?" David meledek.
"Temennn," Jean menjawab secara singkat, padat, dan jelas.
"Eh, udah sampe. Yuk turun. Kita makan di restoran di dalam stasiun aja ya. Tenang, gue yang bayarin." David memang anak dari seorang yang kaya raya. Oleh sebab itu, mentraktir seorang perempuan, baginya itu bukanlah apa- apa.
***
Suasana restoran fast food ini selalu ramai dengan pengunjung- pengunjung dari dalam kota maupun luar kota yang beristirahat sebentar sekaligus mengisi perut mereka sehabis dari perjalanan yang melelahkan. Bahkan, khususnya pada hari libur mapun akhir pekan, hampir tidak ada kursi yang tersisa. Semuanya terisi penuh. Beruntung pada hari ini masih ada tersisa dua kursi. Pas sekali, untuk David dan Jean.
"Lo mau pesan apa?" David bertanya kepada Jean yang sudah duduk di tempat yang limited edition, dengan sofa dan posisi di samping jendela lebar. Karena hari masih pagi, jadi udara tidak begitu panas. Matahari juga belum menampakkan wajahnya dengan sempurna. Pemandangan di luar juga lumayan indah. Taman belakang restoran dengan embun pagi yang menempel pada setiap tanaman yang berada di sana.
"Pesen yang khusus breakfast aja. Kan ada tuh." Jean menunjuk ke papan promosi yang berada di tempat pemesanan.
"Oh, gue juga pesen yang itulah." David berjalan ke arah tempat pemesanan dan memesan sesuai dengan apa yang Jean minta.
Beberapa menit kemudian, David kembali ke meja mereka dengan nampan yang penuh dengan makanan yang lezat. Jean dapat merasakan perutnya sudah ingin segera melahap semuanya itu.
"Makannya pelan- pelan aja. Santai aja. Gue cowo baik- baik kok." David duduk berhadapan dengan Jean dan mulai melahap pesanannya tersebut.
"Iya. Gue tau." Dengan gesit, Jean mulai memakan hidangan yang tersedia di meja satu per satu hingga ludes.
"Makannya ati- ati, atuh neng. Entar keselek loh." David memperingatkan.
"Iya, bang." Jean terkekeh.
Tak terasa satu jam telah berlalu dengan cepat, dan kini waktu menunjukkan pukul setengah sembilan. Percakapan antara David dan Jean yang tadinya sudah semakin asik kini diberhentikan oleh Jean yang terkejut ketika melihat jam yang terpampang di dinding. Ia hampir saja lupa bahwa ia masih harus membelikan sesuatu untuk Nathan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight
Teen Fiction[COMPLETED] Keluarga. Persahabatan. Cinta. Manakah yang akan kau pilih? Jeannie Harrington. Itulah namanya. Nama seorang gadis yang telah mengalami kepahitan hidup sejak usianya yang masih belia. Ia kini tumbuh sebagai seorang gadis yang membenci la...