Padatnya pusat perbelanjaan memang membosankan.
Kali ini dia pergi seorang diri tanpa didampingi kedua nenek rombeng, Delia dan Ghenia. Berjalan di antara orang-orang yang sama ingin memuaskan hasrat alamiah mereka untuk berbelanja. Mereka dari berbagai kelas ekonomi. Ada yang betul-betul belanja karena gaya hidup atau memiliki obsesi pada suatu hal. Ada yang belanja karena kebetulan ini tanggal muda. Dan bahkan ada segelintir manusia yang menapaki lantai mall hanya karena berjalan-jalan saja tanpa membeli sesuatu. Sebaiknya pun kau tak meniru aksi orang-orang nekat ini sebelum seorang yang tegap berpakaian putih dengan topi dan dasi menyeretmu keluar.
Cewek itu berhenti di sebuah butik baju langganannya. Dulu, bundanya selalu membawanya ke sini setiap mereka memerlukan beberapa pakaian. Tapi sekarang Jena tak perlu pergi bersama bundanya. 'Blue Room' Boutique. Begitu jelas tulisannya sehingga dapat terlihat beberapa ratus meter jauhnya. Seperti namanya, butik ini memakai warna biru muda sebagai latarnya. Namun tak berarti pula butik ini hanya menjual pakaian berwarna biru saja.
Mata Jena berkeliaran mencari-cari sosok yang selalu jadi kiblat fashion-nya selama ini. Mbak Yona, perempuan berumur 30 tahunan pemilik butik ini sekaligus selalu menjadi pramuniaganya saat dia kesini. Mbak Yona adalah desainer pakaian muda dengan selera berpakaian kualitas kakap. Sungguh patut diacungi jempol.
Dia memerlukan sebuah dress. Dress yang pantas dipakai untuk makan malam spesifiknya untuk menemui 'mantan calon mertua'. Ia memang bisa bila itu soal gaya busana. Namun sekarang, ia ragu dan memilih mempercayakannya pada Mbak Yona.
Beruntungnya, Mbak Yona saat itu sedang melihat-lihat bagian dress. Jena pun melangkah dengan semangat mengampiri Mbak Yona.
"Mbak Yona!" Jena melambaikan tangannya. Lalu perempuan berambut sepunggung itu menoleh dan membalas lambaian tangan Jena. Raut mukanya berubah antusias.
"Jena!" Seru Mbak Yona sambil bercipika-cipiki. "Apa kabar bundamu?"
"Baik, Mbak." Sahutnya ringan.
"Mau cari apa?"
Jena berfikir sejenak, "Mau cari dress nih..." menggantungkan perkataannya. "buat ke dinner calon mertua."
"Mantan calon mertua tepatnya." Tambah Jena.
Mbak Yona hanya melongo mendengar ucapan terakhir Jena, "Maksudnya... apa Jen?" Ah pantas saja. Mbak Yona belum tahu kalau dia sudah putus dengan Jonathan.
"Aku udah putus sama Jo, Mbak." Tukas Jena datar.
Lagi-lagi perempuan di depan Jena hanya menunjukkan beberapa reaksi yang menunjukkan ketidakpercayaannya. "Masa sih? Tapi terserah kamu lah." Dia lalu membawakan Jena beberapa potong pakaian dengan model dan warna berbeda, namun kebanyakannya bernuansa gelap. "Mendingan yang kayak gini. Warna gelap lebih bagus."
Jena bergidik saat dia disuguhkan beberapa potong pakaian yang indah, sayangnya pakaian itu terlalu terbuka dan menunjukkan bagian tubuh atas. Kepalanya menggeleng cepat menandakan dia tidak menyukai jenis pakaian seperti itu.
"Nggak deh, Mbak. Terlalu seksi, ntar malah dikira mau ke pub." Komentar Jena seraya mengembalikan baju-baju itu ke tempatnya.
"Mbak nggak maksa kok, Jen. Tapi sih menurut Mbak, lebih cocok kalau warnanya yang gelap-gelap gitu."
"Oke deh, Mbak." Cewek itu mengangguk kecil seperti anak anjing pada tuannya. "Mbak kesana aja dulu. Soal pakaian aku pilih sendiri aja, style aku kan bagus."
"Iya, Mbak pergi dulu ya?" Kata Mbak Yona sambil melangkah pergi meninggalkan Jena seorang diri.
Sementara cewek itu hanya tersenyum simpul untuk membalas perkataan Mbak Yona tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jena And Jo
Teen FictionJena merasa hidupnya semakin tidak bisa ia mengerti semenjak putus dari pacarnya, Jonathan. Banyak yang kembali. Banyak yang tergores lagi. Banyak hal yang tidak bisa ia bayangkan sebelumnya. Dan semua yang terjadi menyadarkannya pada sesuatu. Y...