Evan masih saja tetap berdiri tegak di balik pintu kelas XI IPA 4. Sesekali menyembulkan kepalanya demi mencari-cari sosok seseorang yang sudah dua hari lalu menghilang dari pandangannya. Di dalam kelas sepertinya sedang ada tambahan pelajaran karena sebentar lagi kelas X dan XI akan menjalani Exam Week pertengahan semester.
Sejak dua hari lalu Jena tak kunjung muncul di hadapannya. Tidak diketahui apa asal muasalnya. Terakhir kali dia melihat gadis itu sedang berolahraga dan Evan melihatnya dari balik jendela perpustakaan. Apakah Jena sakit? Atau mendadak ada keperluan keluarga? Atau yang lebih parah lagi, dia menghindari Evan sejak kejadian di pantai beberapa waktu lalu? Sekali lagi, Evan tidak tahu.
Tak lama setelah itu, kedua orang gadis bertas punggung muncul dari dalam kelas dengan raut muka sedih. Mereka seperti dua orang gadis yang sempat mengolok-olok Jena saat dia akan mengajaknya jalan-jalan. Yang satu bertubuh kecil, rambutnya ikal sebahu. Satunya lagi agak tinggi dan rambutnya dikuncir ekor kuda.
Evan terperanjat dan segera menegakkan posisi tubuhnya. "Hai, kalian temennya Jena?"
Mereka menoleh dan bertukar pandang satu sama lain lalu mengangguk. "Iya, kita temennya Jena." Jawab salah satu dari mereka. Suaranya cempreng dan berambut ikal sebahu. "Ada apa?" Tanyanya.
"Liat Jena nggak? Soalnya dari kemarin, gue nggak liat dia."
"Oh Jena..." Si rambut ekor kuda angkat bicara. "dia katanya kecelakaan. Kita berdua mau besuk."
Evan tertegun, jantungnya sempat berhenti berdegup. Matanya spontan mendadak dan bibirnya kelu, kehilangan daya untuk berucap. "A--apa?"
"Apa lo bilang?! Jena kecelakaan?" Evan mengulang lagi pertanyaannya, memastikan bahwa ia tidak salah mendengar. "Coba lo jelasin, kenapa bisa ada gosip kayak gitu. Lo Delia kan? Jangan coba bohongin gue. Gue nggak percaya!" Telunjuknya mengarah tepat lima senti di depan wajah Delia.
"Ini bener Kak." Kepala Delia mengangguk, mengangkat kedua tangan ke udara. "Kakak bisa laporin saya ke BP kalau saya bohong. Bundanya tadi nelpon."
Sepertinya ucapan kedua gadis ini memang ada benarnya. Mereka mengucapkannya dengan serius dan kedengaran sangat risau dengan kondisi Jena saat ini. Mungkin Jena memang mengalami kecelakaan, tapi kenapa ini bisa terjadi? Bukannya Jena pernah bilang kalau ia tidak mampu mengemudikan kendaraan jenis apapun?
Evan menundukkan wajahnya, hendak menatap lantai berwarna putih di bawah kaki. Helaan nafas terdengar dari mulutnya, terdengar sangat terpukul dan tak percaya. Jena kecelakaan, lalu apa yang bisa dia lakukan? Diam dan berdiri mematung sambil terus menekuk wajah? Oh ayolah, bagaimana bisa Jena bisa sembuh kalau tak ada seseorang seperti Evan di sampingnya. Memang, Evan bukan siapa-siapa bagi Jena, tapi setidaknya dia ingin berada di sisi gadis itu sekali saja.
Evan mengembalikan posisi pandangannya seperti semula. "Gue bisa tahu Jena dirawat di mana?"
"Dia ada Rumah Sakit Umum katanya." Jawab Ghenia--si rambut sebahu-- sesingkat mungkin.
"Mau bareng kita, Kak?" Tawar Delia.
Evan menggeleng, "Nggak. Kalian duluan aja, gue masih ada urusan."
"Kalau gitu, kita duluan ya, Kak?" Tanya Delia, sebuah senyuman tipis terlihat membentuk di bibirnya.
Evan mengangguk seusai keduanya pergi meninggalkan pemuda itu seorang diri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jena And Jo
Novela JuvenilJena merasa hidupnya semakin tidak bisa ia mengerti semenjak putus dari pacarnya, Jonathan. Banyak yang kembali. Banyak yang tergores lagi. Banyak hal yang tidak bisa ia bayangkan sebelumnya. Dan semua yang terjadi menyadarkannya pada sesuatu. Y...