Bab 36. He'd Destroyed All

6.7K 632 49
                                    

Hari ini hari dimana Jonathan merasa payah dan juga dua hari setelah ini drama Cinderella yang sudah ia geluti siap dipentaskan.

Perlahan namun pasti, dia masih tidak menyangka bahwa ia juga bisa bertindak sejauh ini sampai menimbulkan sebuah masalah serius. Masalah begini kadang terdengar sepele bagi segelintir orang karena mereka tak tahu pergolakan batin seperti apa yang ia alami. Tapi betul, jika ia punya kekuatan memanipulasi waktu seperti teori lubang cacing Einstein, dia ingin mempercepat waktu sekaligus menghentikannya.

Ada sebatang bunga aster putih di tangannya, dan dia terus saja memandangi benda itu dengan wajah diselimuti rasa bingung. Dia punya sebuah rencana. Rencananya pun kali ini lebih gila lagi.

Coba tebak? Kali ini dia akan menggunakan bunga itu sebagai fasilitator karena dia ingin menyatakan perasaannya lagi kepada orang yang sama. Ya, Kenza.

Dia mengeluarkan ponselnya, meminta beberapa pilihan 'cara nembak cewek yang baik dan benar' ala kedua sahabatnya. Tapi tunggu... setelah Rendi menunjukkan murkanya, apakah Jonathan masih bisa Rendi terima? Apakah Jonathan masih punya urat malu?

Yah, Jonathan mengurungkan niatnyq untuk menghubungi Rendi dan memilih melancarkan niatnya saat ini. Dia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku dan bergegas keluar.

Kali ini dia akan berhenti mengungkung rasa ibanya pada Jena dan memilih menuruti egonya untuk memiliki Kenza.

Ambisius? Ya, katakan Jonathan ambisius. Katakan Jonathan egois. Karena apa yang saat ini menurutnya baik, sebenarnya takkan berakhir baik pula jika itu ada hubungannya dengan ego dan ambisi.

Asal kau tahu, perasaan ingin memiliki dan memaksakan itu bukanlah rasa cinta yang sebenarnya.

***

Jonathan siap. Jonathan telah siap untuk melancarkan rencananya yang baru ia pikirkan setelah berdebat dengan Rendi. Sejujurnya ia telah berpikir terlalu dini dan melumat rencananya mentah-mentah tanpa ada penyaringan terlebih dulu. Tapi apa boleh buat jika pikirannya telah dikendalikan ego.

Sore ini sore yang indah menurut Jonathan.

Awan tak menunjukkan kelabunya seperti yang terjadi beberapa hari lalu. Matahari dan cahayanya menembus awan-awan tertinggi di atmosfer, menjadikannya sinar oranye lembut yang indah dipandang. Dan kondisi kompleks perumahan Kenza yang sepi, membuat Jonathan harus berteriak girang karena bisa makin leluasa lagi.

Dia sudah berdiri di bagian samping rumahnya yang tak dihalangi tembok beton. Dimana kamar Kenza bersinggungan langsung dengan jalanan kompleks. Menyiapkan suara ngebassnya yang bisa membangunkan tidur siapapun.

"Kenzaaa....!"

Jonathan menyerukan nama cewek itu dari bawah. Terdapat balkon yang menjorok ke tempat Jonathan berdiri saat ini. Pastilah itu kamar Kenza. Karena cowok itu sudah pernah menyinggahi tempat itu.

Beberapa penduduk sekitarnya ikut membukakan jendela dan pintu rumah masing-masing. Penasaran dengan sosok cowok tak tahu malu yang saat ini berteriak-teriak tak jelas. Namun jelas menyebabkan polusi suara.

Jonathan bahkan tak peduli jika disebut orang gila oleh orang-orang yang merasa terganggu ini. Karena, dirinya memang sudah gila dengan semua drama hidupnya.

Tak lama, seseorang perempuan muncul dari sana. Memakai tank top dan celana katun selutut, menggosok sebelah mata dengan salah satu tangannya. Matanya berusaha membiasakan diri dengan cahaya dan keadaan sekitar, seperti baru bangun tidur. Dia terlihat pangling tanpa kacamata minusnya.

"Kenzaaa!!!"

Cewek yang ada di balkon terdengar melenguh, memberi tatapan bingung setengah mati dengan wajah absurdnya.

Jena And JoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang