Bab 45. Feel Confused

6.2K 621 31
                                    


***

Jeanna POV

Tik tok...

Aku beralih menatap jam tangan yang melingkar di lenganku. Berdenting dan jarum pendeknya mengarah ke angka sepuluh. Entah sudah berapa lama aku terus duduk sambil mengerjakan LKS Matematika Peminatan yang isinya bikin aku muntaber tiga generasi. Tak ada guru yang masuk, dan harusnya Bu Reni sekarang sedang mengajar ditemani buku harian dan sekotak bekal makan siangnya yang selalu dibawa ke sini. Tapi tidak untuk hari ini. Guru rempong itu tampaknya makan gaji buta.

Bodohnya, semua murid di sini terlihat sangat menghayati jam kosong yang mereka selalu bilang 'nikmat paling indah yang pernah Tuhan berikan'. Ya, karena di nikmat itu, mereka bisa melakukan segala aktivitas selain belajar. Padahal apa nikmatnya? Adanya juga guru malah keenakan nggak ngajar tapi tetap digaji pemerintah.

Contohnya saja para murid laki-laki yang hobinya mojok di belakang sambil duduk manis di depan DVD portablenya si Wildan. Sudah ditebak mungkin mereka lagi ngapain, apalagi katanya Valdian baru dapat kiriman kaset bagus dari online shop. Itu yang aku dengar dari Wildan yang dengan bodohnya mau diiming-imingi nonton bareng kaset Deadpool bajakan buat memberi pinjaman DVDnya. Berbeda dengan para perempuan yabg dipimpin oleh Ghenia yang membuat lingkaran untuk curcol berjamaah sambil buka-bukaan arisan. Mereka berada di lain posisi dengan para cowok, tepatnya di dekat meja guru dan Ghenia duduk bersilang kaki di atasnya.

Dan aku? Jeanna Agatha? Aku sedang tidak mood dan memilih jadi penonton sambil ngebut ngerjain LKS yang masih pada kosong.

"Ya Allah, kemarin Pak Rio kw ngobatin gue lhoo..."

"Terus si Juminten udah hamil lagi? Sayang ya, dia nggak ikutan program KB kayak di tivi."

"Ngocoknya kencengan dong, Shel. Lemes banget lo ah!"

Lumayan lah, masih terdengar positif. Obrolan cewek biasanya 'kan nggak pernah jauh dari hal yang nggak penting. Juminten tadi sebagai contohnya.

"Lah, udah nenek-nenek."

"Keliatannya lemes banget ya?"

Stop. Baru mendengar kata ini saja sudah membuatku mual. Muntabernya tambah 3 generasi lagi.

Tak lama setelahnya terdengar celotehan bernada kecewa yang sesekalinya menyebutkan nama Valdian. Kubalikkan kepalaku, berniat melihat apa yang terjadi. Dan yang benar saja, Jonathan cs sudah bangkit berdiri meninggalkan Valdian dengan kasetnya. Dia berjalan menuju ke sini bersama komplotannya Segera aku berkutat dalam tumpukan soal lagi sebelum Jonathan melihatku tadi. Bisa-bisa aku diseret buat nonton bareng sama mereka. Lebih baik pura-pura tidur atau tidak sekedar menyumpal telinga dengan headset seperti biasa. Pastinya Jonathan takkan sudi menggangguku kalau sudah begini. Mana ma sih ngajak ngobrol orang yang lagi asyik sendiri. Tapi kenyataannya, kudengar Jonathan berkata pada antek-anteknya agar pergi duluan supaya bisa mengobrol denganku dulu. Demi Dijah Yellow mirip Yoona, aku tak mau.

"Jen," sapa seseorangdengan suara mirip Jonathanseraya menepuk pundakku dari belakang. Nanti LINE gue ya kalo udah bel,

Aku menoleh. "Eh, hai." Balasku ramah, namun agak gelagapan. "Lo m-mau kemana emang?"

"Kantin belakang, gue mau ngerokok dulu." Tukasnya, melirik ke arah belakang sambil mengangkat bahu tak acuh. "Kecewa sama kasetnya."

Jena And JoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang