BAB 50. KENZA DAN KABAR DUKA
***
Kenza POV
Esoknya aku kembali mendatangi tempat ini, namun dengan suasana yang jauh dari kata sedih maupun takut akan Bang Ian yang akan membenciku. Nyatanya, kemarin dia hanya bergidik ketika kuminta pendapatnya soal Jena. Dia sama sekali tak peduli.
Sekeranjang buah sudah lengkap kubawa, nantinya akan kuberikan untuk Bang Ian. Karena aku tahu dia sangat menyukai buah sekeranjang buah tropis yang kubawa. Aku turun dari taksi, dan segera menyerahkan uang seratus ribuan ke supirnya. Dia memberikan uang kembaliannya, namun kuikhlaskan saja, hitung-hitung sebagai hadiah atas moodku yanh sedang bergejolak ini. Aku juga sengaja tidak membawa mobil karena kebetulan mobil itu dipakai Tante Kania bepergian ke rumah sakit untuk menjenguk Papa--setelah insiden itu dia masuk rumah sakit, dan aku sangat merasa berdosa. Sekalian aku juga bisa modus-modus ke Bang Ian untuk mengajaknya jalan-jalan naik motor. Bukankah itu ide bagus?
Dengan wajah berbinar, kutekan bel rumahnya. Aku menunggu seseorang membukakan pintunya sembari melepas kardigan yang kupakai. Kebetulan hari ini tengah hari dan cuacanya benar membuat tubuhku terguyur keringat.
Kutekan benda itu sekali lagi dan masih saja tak ada yang membukakan pintu. Oh, apakah Bi Dedeh sedang pulang ke kampung halamannya dan Bang Ian sedang tak ada di rumah? Padahal aku berencana memberinya kejutan manis dengan buah tropis yang kubawa. Jika benar ini terjadi, aku akan sangat kecewa pada cowok itu.
"Lagi pada kemana sih?" Tanyaku pada diri sendiri dengan nada sedikit kesal. Masalahnya sepatu boot yang kukenakan saat ini membuatku tak nyaman dan ingin segera membukanya kalau sudah di rumah.
Baiklah, sudah selesai dan aku akan membuka pintunya menggunakan tanganku sendiri.
Pintunya tak terkunci sama sekali. Dan saat kulirik lagi, pintunya seolah berkata kalau aku harus membukanya lalu masuk ke dalam rumah megah ini.
"Kasih tahu gue kenapa sama Kenza dan Jena, Jonathan!" Sebuah suara yang bersumber dari kamar Jonathan yang terletak di dekat pintu masuk. Itu membuat langkahku semakin cepat dan tak peduli lagi pada rasa sopan santun yang sekarang mungkin sudah dimana.
"Gue nggak bakalan kasih tahu lo, Bang. Gue pengin lo tahu sendiri dari dia." Terdengar lagi suara, dan kedengarannya seperti Jonathan.
Pun aku melongokkan kepala ke kamar itu. Pintunya terbuka sedikit sehingga aku bisa mendengar percakapannya lebih jauh lagi tanpa harus menerobos ke dalamnya.
"Apa perlu gue jemput Kenza biar gue nggak penasaran lagi?" Dan suara ini terdengar seperti milik Bang Ian. Bisa kuketahui dari caranya menyebutkan namaku. Sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan tentang aku?
Drrrtt... Ponselku bergetar di dalam sana, tepatnya dari skinny jeans yang kukenakan. Getarannya begitu kencang, dan di situasi segenting ini aku tak berpikiran untuk mematikannya. Begitu bodoh.
Untuk sementara aku berhenti mengintip pembicaraan kedua orang ini dan lebih memilih melarikan diri ketimbang harus bertatapan dengan mereka secara langsung. Tapi pintu mendadak terbuka sebelum aku berderap menjauh.
Matilah Kenza.
Jonathan memandang ke arahku dengan kening yang berkerut, tampak kebingungan. Kedua bersaudara itu praktis menghampiriku. "Sejak kapan lo ada di sini?"
Grogi, aku sekedar tersenyum sambil merapikan letak kacamata.
"Pasti lo udah denger apa yang kita obrolin tadi, ya kan, Kenza?" Tambah Bang Ian. Dari cara mereka bercakap, mereka terdengar seperti sedang mengintimidasiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jena And Jo
Fiksi RemajaJena merasa hidupnya semakin tidak bisa ia mengerti semenjak putus dari pacarnya, Jonathan. Banyak yang kembali. Banyak yang tergores lagi. Banyak hal yang tidak bisa ia bayangkan sebelumnya. Dan semua yang terjadi menyadarkannya pada sesuatu. Y...