Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Dimana harusnya Jena sudah pulang karena pertemuan dengan seluruh teman kelasnya soal drama sudah selesai sejak setengah jam lalu. Pasti di rumah, bundanya telah menunggu karena akhir-akhir ini bundanya tak lagi disibukkan dengan aktivitas bisnis.
Sekarang ini Jena sedang duduk di koridor depan kelasnya, bersama teman sekelas yang lainnya. Jena sedang menunggu sama seperti dua orang cewek yang saat ini duduk dengannya. Mereka berempat sama-sama sedang menunggu, namun apa yang Jena tunggu bukanlah jemputan seperti yang lain.
Dia sedang menunggu Jonathan keluar dari ruang kelas. Ia mengajak cowok itu untuk bicara empat kata karena ia punya banyak hak yang ingin ia ungkapkan pada Jonathan.
Beberapa anak cowok sedang sibuk mendiskusikan tempat dimana mereka bisa meletakkan properti selain di gudang. Termasuk Jonathan yang masih jenis kelaminnya juga cowok.
"Jen, gue pulang dulu ya? Kakak gue udah ada di gerbang nih." Seru salah satu temannya, Salma, yang bangkit berdiri.
"Gue juga. Mau ke halte depan." Timpal Falya, yang satunya lagi. "Biar pacar gue nggak nyasar lagi kalo jemput gue."
"Nggak apa-apa ditinggal kan?" Tanya Salma.
"Nggak kok. Gue nunggunya di sini aja." Jena menolak diiringi senyumnya.
Yang benar saja? Ia pergi dan menyerah begitu saja setelah hampir setengah jam menunggu Jonathan?
"Kalo gitu kita pergi ya, Jen." Pamit Falya.
Jena mengangguk. Melepas kepergian teman sekelasnya dengan lambaian tangan. Keduanya menghilang beberapa menit berjalan ke arah gerbang.
Tiba-tiba dari arah ruang guru terdengar suara orang yang sedang bersiul. Langkah kakinya terdengar begitu jelas mengiang di benak Jena. Ternyata masih ada orang di sekolah pada jam sesore ini. Tapi... palingan itu cuma penjaga sekolah.
Jena memilih mengorek isi tasnya dan menemukan dua buah susu kotak yang ia beli di kantin sewaktu istirahat. Cewek itu meminum salah satunya dengan cepat, mungkin karena efek lapar atau semacamnya. Setelah susu kotak itu ludes, ia memilih santai sambil memejamkan matanya.
Mendadak, sebuah sentuhan halus mengagetkannya. Menyentuh pundaknya.
"Hai Jen." Sapa orang itu. Dia membungkuk di depan Jena dan... tersenyum begitu manis.
"Eh, hai Kak Evan." Balas Jena. Cewek itu praktis membenarkan posisi duduknya menjadi tegap. "Mau kemana?"
"Ini gue mau ke kantin, Jen." Evan melepas earphone yang menyumbat telinganya. Lantas ia duduk di samping Jena. "Eh, gue boleh duduk dulu nggak?"
"Boleh, boleh, boleh banget malah." Jena tersenyum sumringah dan membersihkan tembok tempat duduk untuk Evan.
"Kok tumben pulangnya sore? Ada apa?"
"Ini drama, Kak. Biasa." Jawab Jena. "Eh aku baru nyadar kalo aku udah lama nggak liat Kak Evan."
"He-em, Jen. Akhir-akhir ini gue sibuk ngurusin sekolah, padahal gue harusnya udah nggak ngurusin lagi karena gue udah nggak aktif jadi ketos." Jelasnya.
Jena cukup mengangguk.
"Kak Evan kenapa belum pulang?"
"Gue ada bimbel nanti sore. Paling pulang jam 6."
Jena menutup mulutnya, kaget dengan Evan yang begitu aktif mengikuti kegiatan sekolah. "Nggak ikut jalur undangan?"
"Nggak, gue mau ambil jalan beda sama yang lain." Evan terkekeh. "Btw, kenapa gue nggak suka liat lo kalo istirahat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jena And Jo
Teen FictionJena merasa hidupnya semakin tidak bisa ia mengerti semenjak putus dari pacarnya, Jonathan. Banyak yang kembali. Banyak yang tergores lagi. Banyak hal yang tidak bisa ia bayangkan sebelumnya. Dan semua yang terjadi menyadarkannya pada sesuatu. Y...