Bab 32. Siapa yang Salah?

6.8K 611 30
                                    

Malam di bulan Mei kali ini, ringan dan menyenangkan. Tak ada angin yang terlalu kencang, dan tak ada rintik hujan yang membasahi tanah. Hanya terlihat bintang saling berkedip satu sama lain dan bulan melengkapinya sehingga tampak begitu sempurna.

Ini juga malam yang sempurna untuk berpergian, pikir Jonathan begitu dirinya mengintip dari balik tirai jendela kamarnya.

Rencananya, dia berniat menemui seseorang tanpa ada janji terlebih dulu.

Kedengarannya memang kurang sopan sih. Tapi kali ini dia berniat membuat kejutan. Kejutan yang sudah ia rancang setelah melewati beberapa tahap pemikiran yang... cukup matang.

Dia telah bersiap sebelumnya dengan pakaian kasual yang menjadi andalannya dalam berbusana. Buru-buru dia mengambil kunci motor yang tergeletak begitu saja di dekat lampu belajarnya. Tak lupa pada dompetnya karena ia perlu memberi sesuatu sebelum melaju ke sana. Ya, cokelat dan bunga!

Dia menuruni tangga rumahnya begitu antusias sampai menemukan kakaknya juga sudah rapi dengan polo shirt yang dilapisi jaket denim dan jeans warna blue navy. Sepertinya dia juga akan pergi malam ini.

"Ke mana?" Sapa Jonathan, bukan sekedar basa-basi.

"Rumah temen, kumpul. Biasalah, laki." Jawabnya seraya menyemprotkan parfum ke sekujur tubuhnya sampai Jonathan batuk-batuk. "Lo?"

Jonathan mengusap dadanya yang serasa sesak karena batuk barusan. "Aduh bau banget parfumnya. Nemu di TPA ya?"

"Tempat penitipan anak? Masa iya sih?!" Julian menciumi lagi bau tubuhnya dengan wajah sewot.

"Tempat pembuangan akhir, Nyet."

Julian mendengus pelan mendengar perkataan adiknya yang sangat mengganggu telinga itu. "Jadi lo mau kemana?"

"Lo tau kali gue mau kemana."

"Ke rumah Valdian?"

"Mau tau aja lu." Rutuk Jonathan karena rasa ingin tahu Julian yang berlebihan. Dan cowok itu langsung pergi sambil mengibas-kibaskan satu tangannya.

Tanpa keduanya ketahui, keduanya sama-sama berbohong tentang tujuan mereka masing-masing. Dan keduanya sama sekali tak peduli lebih jauh tentang tujuan mereka. Karena akan ada masalah jika mereka saling jujur. Ya, mereka sebenarnya akan pergi ke tempat yang sama.

Di satu sisi, terkadang berbohong itu bisa memperlambat hal buruk terjadi.

***

Tengtong...

Julian menekan bel rumah itu untuk kedua kalinya. Sembari memperhatikan sebuah mobil Jazz merah yang terparkir rapi di depan garasi, dan taman kecil yang sengaja ditata. Dia menarik napas berulang kali, memastikan dirinya takkan terlihat gugup sedikitpun saat bertemu seseorang yang dimaksudnya.

Beberapa detik kemudian pintu di hadapannya terbuka lebar. Muncul seorang perempuan berkacamata dari dalam. Terlihat kebingungan dengan pakaian Julian yang rapi, sedang dirinya hanya memakai pakaian santai.

"Surprise!" Seru Julian dengan nada canggungnya.

Kedua alis Kenza terangkat, dan dia tertawa. "Ian kamu apaan sih?!

"Kirain bahagia tahu aku datang ke sini." Raut wajah Julian meredup karena reaksi Kenza yang malah menertawakannya.

"Ih bukan gitu maksud aku, Yan. Ya aku kaget aja liat kamu udah keren gini." Kenza menepuk pelan bahu Julian. "Jadi, kita mau ngapain sekarang?"

Julian tersenyum mendengar pertanyaan itu. Kali ini Kenza tak membuatnya terlalu gugup. Jadi, ia mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. Benda kecil berwarna hitam yang membuat Kenza sama bingungnya seperti saat Julian datang.

Jena And JoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang