Suara televisi yang menyala hanya menjadi latar suara di rumah Kenza saat ini. Acara American Next Top Model yang biasanya selalu sempatkan ia tonton meskipun ia sibuk kini ia tatap tanpa minat. Walau matanya terlihat fokus pada beberapa perempuan yang mahir berlenggak-lenggok di televisi, tapi tangannya selalu bersiaga kala ponselnya berbunyi nyaring.
Beberapa menit lalu di sampingnya ada Jonathan yang baru kembali dari dapur setelah memasak mi instan untuk mereka. Tapi cowok itu sudah menghilang lagi dari sisinya. Sekarang ia sedang berkutat di dapur lagi untuk membuat jus alpukat--lagi-lagi untuknya.
Rumah Kenza ini lumayan besar untuk ditinggali satu orang saja. Rumah ini merupakan salah satu aset keluarganya yang sengaja tak dijual setelah kepindahan keluarga besarnya ke Singapura. Dia memang bisa dibilang lahir di kalangan keluarga yang mapan dan berkecukupan. Namun dengan semua hal yang telah dijelaskan tadi, bisa kita simpulkan juga kalau Kenza merupakan sosok yang sederhana dan apa adanya jika dalam urusan harta.
Kepindahan cewek ini pun bukan tanpa alasan. Dia hanya ingin fokus kuliah di negerinya sendiri, terlebih itu sudah menjadi cita-citanya sejak SMA untuk bisa berkuliah diUniversitas Indonesia jurusan kedokteran.
Rasanya, Jonathan sudah lama berada di dapur tanpa tersengar satupun kata keluar dari mulutnya. Mendadak, Kenza cemas dan memutuskan berteriak dari ruang keluarga sebelum pergi ke dapur yang jaraknya lumayan dekat itu.
"Jonathan, udah selesai bikin jusnya?" Tanya Kenza sedikit berteriak.
Belum ada jawaban, hanya terdengar suara dentingan gelas dan desing mesin blender.
"Jonathan?!"Ucapnya lagi, namun lebih nyaring. Mungkin suara blender yang mendengung telinganya kurang bisa mendengar dengan jelas.
"Apa?" Akhirnya Jonathan menjawab.
Kenza segera menarik napas dalam. Bersiap berteriak lagi pada Jonathan. Tapi ponsel yang ada di tangannya mendadak bergetar dan mengeluarkan suara. Suara khas kalau ada chat masuk ke akun LINEnya.
"Apa?" Jonathan kini melongokkan kepalanya dari balik tembok dapur. Sebelah tangannya memegang sendok dan di sekitar bibirnya ada lelehan jus alpukat.
Benda kotak digenggamannya segera ia sembunyikan di balik telapak tangan. Dengan polos, Kenza menggeleng dan kembali duduk manis. Menatap Jonathan seolah menyuruh dia agar kembali dengan aktivitasnya di dapur.
Segera ponsel itu di raihnya. Membuka unlockscreennya secepat kilat, menatap layar ponselnya dengan raut bercahaya. Bahkan jarak hidung dan ponselnya hanya 10 sentimeter.
Julian: Fancy a dinner?
Kepala gadis itu mengangguk cepat seketika. Padahal meski ia mengangguk sebanyak dan secepat mungkin, tak akan berpengaruh apapun pada isi chatnya.
Tentu, ia tak mungkin menolaknya. Ajakan ini adalah yang pertama kali dalam seumur hidupnya.
Kenza: Yup, besok jam 7 malam.
Ia tak bisa membayangkan betapa panas pipinya saat ini. Perasaannya begitu meledak, bagai berondong jagung yang meletup-letup. Meriah. Andai Jonathan sedang tak ada di sini, mungkin ia bisa saja melompat-lompat sampai menyentuh langit-langit rumahnya.
Tanpa tahu, ada seseorang yang menganggapnya lebih.
***
Kenza beruntung tidak nekad menyusulnya ke dapur untuk mengecek apa yang cowok itu lakukan. Masalahnya Jonathan membuat seisi dapur Kenza berantakan. Memalukan sekali jika dia datang bertamu tapi malah membawa petaka bagi si pemilik rumah. Segera ia membawa lap pel dari kamar mandi dan membersihkan tumpahan jus yang menggenang di lantai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jena And Jo
Teen FictionJena merasa hidupnya semakin tidak bisa ia mengerti semenjak putus dari pacarnya, Jonathan. Banyak yang kembali. Banyak yang tergores lagi. Banyak hal yang tidak bisa ia bayangkan sebelumnya. Dan semua yang terjadi menyadarkannya pada sesuatu. Y...