Bab 46. Setengah Rencana

7K 568 27
                                    





Dan saat kedua manusia itu menolehkan kepalanya ke arah sumber suara, mereka melihat Evan sedang memangku sebuah kotak makanan.

Jena kehilangan segala katanya saat matanya menatap mata abu yang terbesit sebuah luka di dalamnya. Luka yang tak pantas didapatkan oleh seorang dengan cinta yang amat tulus. Luka itu terasa makin menohok saat Jonathan menatapnya penuh tanda tanya. Seolah bertanya tentang siapakah yang akan ia pilih, dia atau Evan. Tentu Jena tak bisa menjawab sebait kalimat itu dengan sesimpel mungkin.

Jena meneguk ludah dan segera menenangkan dirinya. Kemudian berjalan ke arah Evan tanpa melirik Jonathan. Sebuah lengkungan tipis timbul dari bibir cowok itu saat melihat Jena berjalan diiringi senyuman manis, tentunya senyuman yang selalu ia inginkan ketika bertemu pandang dengan gadis bermata cokelat itu.

"Aku bawa croissant," Evan menyerahkan kotak makanan berwarna biru itu sambil menunduk malu. "Kita makan di kantin, sebentar lagi kan mau istirahat."

"Makasih, aku juga suka croissant," Ujarnya sambil balas tersenyum dan merapatkan tubuhnya pada Evan.

Bulan sabit di bibir Evan makin tampak saat lengannya bersentuhan dengan rambut kecokelatan Jena, kemudian beralih membelainya lembut, selembut perasaan Evan. Dikecupnya puncak kepala itu tanpa ragu. Stroberi, gumamnya soal wangi rambut Jena. Dan Jena terdiam, matanya terpejam.

Jonathan mengepalkan lengannya dan berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Evan dan Jena saat tahu apa yang sedang mereka lakukan. Cowok itu menggeram pelan.

"Bisa kita lanjutin pembicaraan kita tadi, Jena?" Tanya Jonathan tanpa intonasi.

Jena menengokkan kepalanya, dan mau tidak mau Evan harus segera melepas kecupannya. "Oh, bisa,"

Jonathan menggosok telapak lengannya dan mengela napas. "Jadi apa rencana lo? Kemana lo mau bawa gue?"

"Ke rumah Mbak Anesh," jawab Jena singkat. "dia tahu kebiasaan Kenza di pub, dia juga paling tahu kapan Kenza datang."

"T—tunggu, pub? Lo mau ngapain cewek gue?" Tiba-tiba Evan turut angkat bicara, menatap Jonathan lamat dengan mata menyipit.

"Bukan. Urusan. Lo." Tukas Jonathan penuh penekanan di tiap ujarannya.
"Ini urusan gue lah, Jena kan cewek gue." Balas Evan tajam. "Lagian lo mantannya ngapain ada urusan melulu?"

Lengan kemeja Jonathan disingsingkan begitu mendengar Evan seperti menantangnya. "Lo lebay, Van. Nggak usah over protective begitu. Lo kayak ngelarang Jena buat berinteraksi dengan siapapun, please, gue juga nggak melarang Jena buat deket sama siapapun waktu kita pacaran."

"Gue cuma nggak mau dia nangis gara-gara lo lagi, bukan over protective." Evan menyergah omongan Jonathan tak terima. "Lo kali jahatin Jena melulu,"

"Kalian berdua, stop."

"Gue nggak sejahat yang lo bilang tadi," Bantah Jonathan, lalu menyeringai. "Lo juga suka bareng si... Annelida kan?"

Evan malah mencibir, memeletkan lidahnya ke arah Jonathan. "Suka nyakitin mah, nyakitin aja."

"ANJENG! BABI NGEPET!"

"MONYET EDAN PEAK!"

"Eh bangsat! Gue bilang stop!" Tanpa sadar, kedua tangan cewek itu sudah membentang di natara Jonathan dan Evan. Dia mendengus, "Kekanakan! Payah!" Lanjutnya seraya menunjuk wajah kedua cowok itu satu-satu.

Jena And JoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang