Bab 42. Holding On

6.5K 665 37
                                    

       

Lagu Soledad milik Westlife mengalun lembut dari pemutar musik yang ada di mobil milik Julian. Menjadi pengisi keheningan di antara dua orang yang masing-masing tenggelam dalam pemikiran keras mereka. Hawa dingin dari AC pun seolah mendukung keheningan ini untuk lebih memakan rasa harmonis. Mencegah keduanya berkomunikasi, sekalipun itu hanya tatapan sekilas.

Kali ini Jonathan sengaja meminjam mobil Julian karena hari ini sudah sore. Ia tak mau Jena dan dirinya masuk angin gara-gara menghabiskan perjalanan di motornya. Terlalu terbuka. Awalnya Jena lebih memilih naik motor, Jonathan tahu Jena trauma naik mobil jika Jonathan yang menyetir. Tapi beruntung cewek itu bukanlah cewek yang susah dibujuk.

Seorang cewek dengan puppy hoodienya masih asyik memandang pohon-pohon yang menari tertiup angin dan mengamati awan-awan mendung yang menggantung di cakrawala. Dalam hati ia menyayangkan, kalau hal ini sama sekali tak ingin ia lakukan ketika berdua dengan cowok ini. Ia lebih suka jika menjalin hubungan yang lebih sehat lagi dengan cowok di sampingnya. Tapi, rasanya itu tak mungkin terjadi lagi. Ia harus tetap menahan diri jika sedang dengan Jonathan.

Sementara cowok berkaus hijau polos ini--Jonathan--terus berusaha fokus pada jalanan padat di depannya. Padahal tatapan mata penuh candu di sampingnya ini tak bisa ia lewatkan begitu saja. Wajah sendu Jena selalu membawa rasa penasaran Jonathan agar ia bisa terus berada di dekat Jena. Tapi, dengan kondisi Jena yang begini. Tentu menyapa dan mengobrol dengannya adalah hal mustahil. Cewek itu tentu saja takkan meresponnya dengan baik.

Masing-masing ingin saling bertanya soal hal ini, soal Kenza. Jena ingin bertanya kenapa Kenza juga mengirim surat pada Jonathan. Padahal mereka masih pacaran, jadi bukan hal sulit jika ingin berkomunikasi. Sedang Jonathan ingin bertanya soal keadaan Jena saat ini. Apa ia baik? Apa ia benar-benar nyaman bersama Evan?

Mereka hanya bisa bungkam soal itu semua. Terlalu banyak gengsi dan perasaan yang ditahan sampai mereka sangat membatasi diri.

Hingga Jonathan iseng memindahkan lagu Soledad itu menjadi salah satu lagu Maroon 5 kesukaannya, Sugar.Sengaja ia lakukan agar Jena bisa melirik ke arahnya.

"Sugar, yes please. Would you come and put it down on me..."Sesekali Jonathan menyenandungkan liriknya.

Jena melirik ke arah Jonathan, menaikkan alis. Risi tentunya. Cuaca berawan begini mana cocok diputarkan lagu bertempo sedang begitu?

"Gue nggak suka lagunya." Alibi Jena, risih dengan suara Jonathan yang memenuhi pikirannya. Padahal kalau ia sedang sendiri di kamar sambil memutar lagu itu, kadang ia suka senyum sendiri jika membayangkan video klipnya.

Pun ia mengganti lagu Sugar dengan lagu Thinking Out Loud milik Ed Sheeran. Praktis, mata Jonathan mengerling mendengar lagu kesukaannya dialihkan begitu saja.

"Eh ini juga gue nggak suka tahu." Jonathan mengganti lagunya lagi dengan lagu Can't Stop The Feeling yang lebih enerjik. "Cewek emang selalu melow mulu bawaannya. Contohnya lo tuh, madep terus depan jendela, sok drama."

"Nggak kali." Jena menekan tombol next pada mp3 playernya. Dan lagu If I Could Fly milik One Direction pun melantun.

"Ngelak lagi."

"Gue nggak semenyedihkan itu." Jena memeletkan lidahnya sambil menghalangi tombol-tombol di mp3 player supaya Jonathan tak mengganti lagu lagi.

"Ngelak."Cibir Jonathan.

"Sok asyik lo."

"Daripada sok dramatis."

"Biarin aja kenap--"Cewek itu mendadak berhenti mengoceh. Jena sadar apa yang baru saja dia lakukan itu salah.

Jena And JoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang