Bab 33. Zona Nyaman

7K 659 31
                                    

Jonathan mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Entah berapa persisnya, tapi kecepatannya mampu menghilangkan fokus melihatnya pada jalanan di depannya. Masa bodoh dengan tubuhnya yang perlahan menggigil karena jaketnya tak mampu menyembunyikan tubuhnya secara sempurna dari terpaan angin malam.

Masih awal untuk menyebut malam yang larut. Karena ini masih sekitar pukul 8 lebih beberapa menit, dan jalanan cukup ramai. Beruntung Jonathan malam ini bisa leluasa kebut-kebutan tanpa ada patroli polisi.

Pikirannya yang sedang pecah menjadi beberapa bagian mulai kehilangan konsentrasinya. Berlebihan memang, tapi setiap orang selalu mempunyai saat dimana mereka berada di titik terendah. Dan orang kebanyakan tak pernah mengalaminya karena mereka terlalu menikmati hidup. Jonathan pun begitu, dia baru merasakannya. Lagi.

Dia merasakan matanya tak lagi terpaku pada jalanan malam gelap yang hanya disinari lampu depan motornya. Tubuhnya terasa gemetar dan...

Brukk!!!

Jonathan dan motornya terpelanting ke arah kiri. Tubuh cowok itu terdampar di atas permukaan trotoar yang kasar. Dia mengaduh, merasakan kulitnya bergesekan dengan trotoar. Dan motornya oleng, tak menubruk apapun. Hanya ditemukan sedikit lecet pada permukaan motornya.

Jalanan ramai membuat Jonathan bisa mendapat pertolongan lebih dini. Beberapa yang mengerubunginya ada yang benar-benar membantunya dan malah ada yang cuma menonton.

Jonathan tidak peduli lagi apakah motornya baik-baik saja atau tidak. Yang ia mau sekarang adalah ada orang yang mau membawanya ke suatu tempat dan mengobati lukanya sekarang. Ya, tepat seperti apa yang dia harapkan. Seorang perempuan dengan wajah samar turun dari taksi begitu tergopoh-gopoh sampai perhatian orang kini berpusat ke padanya.

"Jonathan?! Lo bisa denger gue?" Tanyanya panik. Menepuk-nepuk pipi Jonathan.

Jonathan terdiam, mencoba menelisik sosoknya lebih lanjut. Dengan panik, dia lekas mengeluarkan ponselnya. Seperti akan menghubungi seseorang.

"Pak tolong dibawa ke taksi saya! Iya, halo. Val, Valdian! Jonathan kecelakaan, tolong lo anterin motornya ke rumahnya. Sama Rendi, terserah lo. Nggak usah ke RS, dia cuma lecet doang."

Suaranya terdengar samar-samar. Membaur dengan suara lain yang silih berganti berucap betapa malangnya Jonathan saat itu. Pandangannya menjadi buram. Tak ada yang bisa ia lihat dengan jelas selain temaram lampu jalanan yang warnanya oranye.

Beberapa orang membopongnya ke dalam kursi belakang sebuah mobil yang ia prediksi adalah sebuah taksi. Hingga taksi itu melaju menuju suatu tempat. Jonathan tak tahu kemana taksi ini akan membawanya.

Yang Jonathan rasakan saat ini adalah rasa cemas berlebih pada wajah cewek di sampingnya ini. Terus saja menatap was-was ke arah jalanan di depannya. Berharap segera sampai tujuan dan dirinya dalam kondisi yang baik-baik saja.

Dia benar-benar baik.

***

Cahaya lampu yang menggantung di langit-langit kamar membuatnya tersadar dari tidurnya. Perlahan, kelopak mata itu terbuka-tertutup bergantian. Membiasakan diri dengan cahaya yang menyorot ke pupilnya.

Dan matanya kini terbuka sempurna. Merasa asing, dia terbangun. Memandang sekeliling kamar ini dengan mata awas. Segala interior kecowokkan dan poster Maroon 5-nya tidak ada. Bukan, dia tidak sedang berada di kamarnya.

Giliran kini memandang ke bawahnya, memastikan bahwa sikunya tidak berubah membiru. Tapi hei, siku Jonathan baik-baik saja dan hanya ada luka gores kecil yang sudah diberi plester. Jonathan... tunggu...

Kenapa pakaiannya berubah menjadi kemeja putih lengan pendek? Jonathan mulai gelagapan, cemas. Takut kalau yang membawanya tadi adalah seorang pelaku kejahatan seksual. Siapa yang melakukannya? Apa yang...?

Jena And JoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang