"Kita nggak jadi ke Kota Tua? Kenapa?" Tanya Jonathan saat ia memasukkan kunci motornya.
"Oh gitu..." Dia mengangguk-anggukan kepala berulang. "Oke, gue langsung ke sana aja ya?"
"Iya, Za. Gak pake lama."
Klik! Sambungan telepon terputus. Tanpa harus menunggu lebih lama lagi, Jonathan segera memacu motornya cepat agar bisa cepat sampai di tujuan. Wajah bahagianya semakin terpancar seiring dia membayangkan detik-detik yang sedang dibayangkannya dengan Kenza. Sudah lama dia menanti saat-saat seperti ini. Waktu yang selalu dia idamkan selama ini. Sejak Kenza pergi, sejak dia memiliki jarak dengannya. Namun, ini adalah sebuah kesempatan emas, tak ada kata yang bisa menghalanginya lagi.
Di sisi lain, Jena baru saja keluar kelas bersama kedua temannya, siapa lagi kalau bukan Ghenia dan Deliandri. Keduanya--terutama Ghenia-- tak henti-hentinya berceloteh dan menggerutu dengan suara cempreng mereka tentang pelajaran PKn Bu Kiki yang menyusahkan juga konser para boyband Korea yang sedang tren. Akhir-akhir ini di kelas mereka sedang musim K-pop drama dan musik. Terutama di kalangan siswi termasuk Jena.
Jena mematung sesaat saat ia melihat ada Evan yang sedang bersandar di tembok kelas. Tangannya mengais sebuah buku yang dilihat dari judulnya itu adalah karya sastra lama. Lengkap dengan kacamata minus bertengger di hidungnya. Dia tak mengalihkan pandangannya kendati kelas sudah bubar. Sebenarnya siapa yang tengah ditunggu oleh Evan?
Buru-buru ia melesat seketika sebelum Evan melihatnya. Evan beberapa waktu lalu sempat membuat jantungnya berdetak lebih kencang, membuatnya tersenyum-senyum sendiri dan yang lebih parahnya ketika dia memimpikan Evan dalam tidurnya. Ia tak tahu, apakah Evan melakukannya kerana ada tujuan tertentu atau hanya memainkan perasaan Jena.
"Jena, tunggu!" Seru Evan, membuat Jena menghentikan langkahnya dan terdiam sejenak.Terbesit perasaan bimbang juga ragu untuk membalikkan kepalanya mengahadap Evan. Ia takut salah tingkah lagi untuk ke sekian kalinya.
Alhasil, setelah menghimpun keberaniannya untuk memutar badan. Ia menyahut ragu, "Ada apa, Kak?"
Evan tertawa sumbang sambil menggaruk kepalanya yang sama-sekali tidak terasa gatal. Dari gelagatnya, sangat terlihat kalau ia juga merasakan kegugupan. "Eh nggak apa-apa kok."
"Kalau gitu, aku permisi dulu." Ujar Jena, ia tersenyum kecil.
Evan terlonjak dan berusaha mencekal salah satu tangan Jena. Ia tak ingin Jena pergi begitu saja. "Tunggu..." Dia menghela nafas pelan terlebih dulu. "Gue... gue mau ngajak lo jalan."
Kening Jena berkerut samar, sedikit kaget dengan apa yang Evan katakan barusan. Pikirannya yang masih penuh dengan materi presentasi berupaya mencerna tukasan Evan.
"Kalau nggak bisa, gak apa-apa kok."
"Emangnya..." Jena menggigit bibir bawahnya. Lalu, "Emangnya kita mau ke mana?"
"Rahasia." Gumam Evan pelan.
"Apa?"
"Nanti gue ceritain deh sambil jalan, oke?"
"Cie... diajak jalan sama Kak Evan."
Jena terkejut melihat Ghenia dan Deliandri yang sedang menguping pembicaraan mereka berdua. Kedua gadis itu bertepuk tangan berniat menggoda Jena yang sedang salah tingkah stadium akut.
"Lo berdua malu-maluin gue aja."
"Gini-gini juga kita best friend lo." Timpal Ghenia.
"Yaudah, kita mau on the way home dulu." Ucap Delia, tak lupa mencubit tangan Jena.
Keduanya pergi meninggalkan Jena dan Evan berdua. Cekikikan sambil berbisik mengenai gosip baru yang akan mereka sebarkan besoknya. Jena pun tak mengerti, sebenarnya teman macam apa mereka ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jena And Jo
Teen FictionJena merasa hidupnya semakin tidak bisa ia mengerti semenjak putus dari pacarnya, Jonathan. Banyak yang kembali. Banyak yang tergores lagi. Banyak hal yang tidak bisa ia bayangkan sebelumnya. Dan semua yang terjadi menyadarkannya pada sesuatu. Y...