"Evan? Ngapain?" Tanya Jonathan kebingungan karena Evan tiba-tiba saja muncul, rahangnya sudah mengeras terlebih dulu. "Lo kan harusnya rapat OSIS, cuy."
Evan mengangkat bahu tak peduli. "Suka-suka gue dong, kalo ada di sini."
"Kayak sekolah nenek lo aja. Lo pikir lo siapa? Sok ngatur gitu."
"Gue ketos lah." Evan tersenyum kecut. Dia tiba-tiba memberikan sebuah kotak makan kecil dan sebotol air mineral pada Jena. "Lagian gue cuma mau ngasih ini kok."
Jena melirik Evan malu-malu dan menelan ludah.
Pemuda bermata hitam tegas itu kini tertawa, namun terdengar menghina. "Gue bikin pancake lho, Jen." Lalu melirik roti bakar yang bersemayam di kotak makan milik Jonathan. "Bosen roti bakar doang. Kagak variatif."
"Halah, apaan sih?! Pancake itu dari terigu, Jen. Gizinya sedikit." Sembur Jonathan seraya berdiri dari bangku, ia mendorong tubuh Evan.
Semua yang di sana mendadak saling bertukar pandang, sama-sama panik menyaksikan pertarungan sengit diantara kedua kasanova ini. Jonathan dan Evan malah saling mengangkat kerah seragam dengan wajah bersemu amarah bagai singa jantan di padang Afrika. Saling mengatakan 'apa hah? Apa?!', tak bosan-bosannya. Sepertinya mereka baru ancang-ancang. Dan sepertinya pula, perang dunia ninja kedua baru saja dimulai.
"Santai dong, man. Gue kan bicara fakta kalo roti bakar itu emang absolutely bored." Ujar Evan membenarkan. Pemuda itu menepuk-nepuk bajunya seakan sentuhan tangan Jonathan tadi adalah sebuah kotoran.
Jonathan lalu mendorong tubuh Evan lebih keras yang menyebabkan Evan jatuh tersungkur ke lantai. "Lo itu niat mojokin gue, bukan ngomongin fakta!"
Jena langsung menjauh dari Jonathan dan Evan yang tengah bergemul dengan emosinya masing-masing. Gadis itu tampak ketakutan dan spontan memeluk Deliandri. Para antek-antek Jonathan segera memasang posisi kalau saja Evan berontak dan hendak menyerang Jonathan.
Evan berdecih, "Gue bilang santai aja. Lo sih, nyolot mulu bawaannya."
"Kalo berani, sekarang gue tantang lo buat adu satu lawan satu di lapangan basket. Mumpung sepi nih!" Kata Jonathan, volume bicaranya makin penuh emosi. Berapi-api.
"Hmm... gimana ya?" Evan menggantungkan kalimatnya seraya memperagakan orang yang sedang berfikir. "Males gue, Jo."
"Bilang aja nggak bisa berantem, peak!" Celetuk seseorang dari belakang sana, dia salah satu teman Jonathan.
"Iya bener tuh, kayak banci lo!" Tambah mereka lagi. Itu makin menyudutkan posisi Evan yang sama sekali tak mempunyai pendukung, kecuali bagi anak-anak kelas sebelas yang menjadi pengagum ketampanannya.
Kantin malah semakin pengap dengan datangnya anak-anak kelas sebelas lain yang turut menyaksikan perselisihan abadi itu. Memang, kala itu tak ada murid kelas 10 dan 12 di sana. Kebetulan murid kelas 10 sedang ada pembimbingan dari lembaga pendidikan dan seluruh kelas 12 sedang masa-masa tenang jelang Tryout UN, kecuali bagi yang menjabat jadi pengurus organisasi intra. Jadi sekolah pun tampak lengan karena hanya kelas 11-lah yang berada di kantin seluas itu.
"Gimana kalo debat lagi, Jo?" Bisik salah satu teman Jonathan, agak gempal, namanya Doni. "Pasti menang lawan si Evan!"
Jonathan menoleh, dan mengangguk kecil. "Coba gue tanya Jena dulu."
Pemuda itu menghampiri Jena, tadi itu terlihat syok melihat keadaan yang terjadi di hadapannya. Bayangkan saja, dua lelaki sedang berkelahi lantaran makanan yang dibawa mereka. Tentu saja Jena bingung setengah mati. Padahal kan jelas-jelas simpel, Jena bisa memakan keduanya tanpa harus ada gencatan senjata. Tapi pada intinya, Jonathan dan Evan sama-sama kekanakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jena And Jo
Teen FictionJena merasa hidupnya semakin tidak bisa ia mengerti semenjak putus dari pacarnya, Jonathan. Banyak yang kembali. Banyak yang tergores lagi. Banyak hal yang tidak bisa ia bayangkan sebelumnya. Dan semua yang terjadi menyadarkannya pada sesuatu. Y...