Bab 29. Bukan Saat yang Tepat Untuk Bertaruh

7.8K 688 27
                                    

Seorang cowok datang kembali ke kelas setelah seorang cewek berambut sepunggung itu keluar mengejar teman-temannya. Sebelumnya, cewek itu tergesa-gesa memasukkan sebuah buku tebal kira-kira 100 lembar ke kolong mejanya. Dia baru saja pulang dari perpustakaan sekolah untuk menyelesaikan tugas esai biologinya.

Cowok itu mengendap-endap menuju arah meja cewek tadi. Entah apa yang dia pikirkan, tetapi dia buru-buru menyumpalkan buku bergambar kuda poni itu ke saku belakang celananya dengan paksa.

Dia bukan pencuri.

Dia bukan orang iseng yang ingin melihat Jena kelimpungan.

Dia hanya orang yang selalu ingin memiliki kesempatan terindah untuk bisa bersama pemilik buku ini.

Karena dia tahu konsekuensi kalau Jena tak menemukan buku ini pada saat jam biologi nanti.

***

Jam pelajaran biologi baru saja dimulai beberapa menit lalu setelah Bu Wanda mengabsen seluruh murid di kelas. Murid-murid terlihat antusias karena pelajaran Bu Wanda terkadang malah diisi dengan curhatan Bu Wanda dan soal kelas.

Kebetulan beliau juga wali kelas di XI MIPA 4. Buku catatan, LKS, dan buku cetak sudah mereka persiapkan karena Bu Wanda sebentar lagi akan berkeliling kelas dan mengecek kelengkapan setiap muridnya.

Jena baru saja mengorek isi tasnya karena buku catatan biologinya yang bergambar karakter My Little Pony tak ditemukan. Lalu ia beralih pada daerah di bawah meja, tempat lain dimana ia bisa meletakkan buku. Dan nihil. Buku itu tak ditemukan. Seingatnya, buku itu tadi sengaja ia taruh di bawah meja selepas istirahat karena ingin bebas makan di kantin.

Ia menggigit bibir cemas, karena biasanya guru itu akan mengomel panjang lebar tentang pentingnya pelajaran biologi dan proses belajarnya bagi kehidupan. Bahkan ia bisa-bisa harus berdiri di koridor sepanjang jam pelajaran berlangsung.

Ya, sebenarnya Jena juga tahu itu. Bahkan ia paham. Namun saat ini, hal yang paling utama dilakukannya adalah menemukan buku catatannya sebelum Bu Wanda mengubah jam pelajaran menjadi sesi omel-mengomel.

"Udah komplit, Jen?" Tanya Deliandri yang ada di kiri Jena. Di atas mejanya sudah berderet rapi buku-buku penting dan alat tulis yang luar biasa lengkapnya.

"Tinggal catatan gue." Jawab Jena penuh cemas. "Tadi jam pertama gue taruh di sini." Jemarinya menunjuk tepat ke arah bawah mejanya.

Deliandri menggaruk dagunya, berpikir dan mengingat. "Perasaan tadi nggak ada yang pinjem buku lo kan?"

"Ada apa?" Ghenia yang sebelumnya sedang mengobrol dengan anak cewek lain mengalihkan perhatiannya.

"Buku Jena hilang, Ghen." Ucap Deliandri.

"Udah dicari?" Tanya Ghenia lagi. Sayangnya itu sama sekali tak bisa membuat buku itu hadir di hadapannya dalam sekejap mata.

Langkah Bu Wanda sudah berada di baris terdepan bagian kanan. Tepatnya sedang di bangku Jonathan dan berdebat dengannya. Artinya sekitar 10 menit lagi, Bu Wanda sudah akan ceramah di sini. Tapi 10 menit itu pastinya akan terasa jauh lebih lama karena Jonathan sedang mencoba membela diri saat beradu alasan dengan Bu Wanda.

"Saya... tadi lupa, Bu. Wajarlah, manusia itu emang tempatnya kesalahan." Ujarnya berintonasi setenang mungkin. Seolah hukuman dan omelan Bu Wanda bukan sesuatu yang menghambat dirinya.

Jena And JoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang