Hari minggu ini sebagai seorang GM aku libur, tapi sebagai seorang barista aku tetap bekerja.
Baru saja selesai mandi, dan mengeringkan rambutku asal. Kulihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 12 siang. Kubuka lemari dan mengambil beberapa pakaian kasual. Pilihanku jatuh pada polo shirt hitam, blue jeans dan jaket biru favoritku.
Kumasukan seragam cafe, sudah di laundry ke dalam tas ransel hitam itu. Sambil mengambil kunci mobil, aku masuk ke dalam lift itu dan menekan tombol LG.
Aku sempat mampir sebentar ke Mart itu. Kuparkirkan mobil dan masuk. Siang itu aku hanya memilih ramen siap saji untuk sarapan dan secangkir kopi yang kuseduh sendiri.
Aku duduk di kursi panjang di dalam Mart, tepat di pinggir kaca besar. Kuletakan cup ramen yang baru saja diseduh air panas. Sambil menunggu, aku menyesap espresso pahit itu. Pilihanku akhir-akhir ini (karena kurang tidur).
Aku menatap ke arah jalan raya, dari balik kaca besar itu. Melihat ramainya kendaraan dan orang-orang yang berlalu lalang. Aku masih melamun menatap keramaian sambil menyesap sedikit demi sedikit, ketika mataku tak sengaja menangkap sosok itu.
Rambut panjang hitam bergelombang, yang diikat pony tail, tampak samping, berjalan cepat, menggunakan kemeja putih, jeans dan tote bag hitamnya yang ia jinjing.
Mataku agak melebar. Wanita itu kali ini tampak lebih rapih. Wajahnya pun tak sepolos biasanya. Walau sebenarnya hanya bibirnya yang berwarna.
Tanpa sadar aku terus mengikuti sosok itu dengan cangkir yang tetap menempel di depan bibir. Sampai akhirnya aku melihatnya menaiki sebuah bis dan berlalu.
Sempat terbesit dipikiranku, apa mungkin dia tinggal di daerah sini? Akhir-akhir ini memang agak sering menemukannya. Aku terkekeh sambil meletakan cangkirku.
***
"Yo! Rey, tumben kau datang agak telat?" Gavin menoleh ke arahku sambil sebelah tangannya mengangkat kursi-kursi di meja dan mendudukannya di lantai, mengambil lap, dan membersihkan meja itu.
Aku hanya tersenyum sambil merapihkan apron, lalu berjalan ke arah mesin kopi dan menyalakannya.
Aku sempat telat karena terjebak macet, dan memarkirkan kendaraanku dua blok dari cafe ini. Aku menyewa garasi di salah satu rumah di sana. Louise mengetahui identitasku, tapi tidak untuk Gavin dan Elsa.
Sudah hampir dua tahun aku bekerja di sini sebagai barista, dan Louise banyak berperan membantuku. Ia adalah salah satu kakak kelasku saat kuliah di USA. Usianya empat tahun di atasku, tapi kita memang akrab. Dengan bantuannya, aku bisa bekerja di sini mengikuti passion dan keegoisanku, tanpa ada yang mengetahui.
"Bukannya ini sudah hampir jam satu? kenapa Mr. Louise belum memanggil kita untuk briefing?" Gavin duduk di sebelahku melihat jam tangan, sambil menggaruk kepala. Aku mengedikkan pundak, menjawabnya.
Elsa masuk dari arah belakang. Ia menyisir rambut coklat bergelombangnya dengan jari-jari mungilnya. Ia berjalan cepat ke arah pastry.
"Hari ini tidak ada briefing, Mr. Louise sedang mewawancara seorang pegawai baru." Kami berdua menatap Elsa penasaran.
"Oh ya?" Gavin mendekati Elsa.
"Wah ... cepat juga ada yang melamar ..." Gavin menghitung dengan jarinya.
"Baru ada seminggu dari sejak kita membagikan flyer ..."
"Bagus dong! aku jadi tidak repot sendirian. Sebab bekerja bersama dua orang pria dan menjadi satu-satunya wanita di sini itu membuat jenuh ..." Oceh Elsa, membuat Gavin melotot, dan aku terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST ONE BELIEVE (complete)
RomanceHampir setahun lebih Annora terkungkung dengan masa lalu dan mimpi buruk. Dan karena rasa frustasi untuk berusaha lepas dari dilema itu, akhirnya ia memilih untuk pergi menjauh dan hidup seorang diri. Belajar dan bekerja dilakoninya sekaligus. Ia be...