Sudah hari kedua sejak Vivian menginap di kontrakan kecil
dan sempit ini. Banyak waktu yang kami habiskan untuk saling bertukar pikiran, curhat dan mengeluh. Apapun yang bisa membuat masing-masing pikiran kami merasa lega. Hampir dua hari juga aku selalu mengantuk ketika bekerja, karena waktu tidur delapan jam-ku, kini berkurang hampir setengahnya, dan itu benar-benar sangat menyiksa.Vivian memang sangat ekstrovert, tipikal golongan darah O yang sangat senang berbicara, bercerita dan apapun yang memerlukan komunikasi. Aku sempat berpikir dengan energi sebanyak ini, mungkin seharusnya dia lebih cocok mengambil jurusan komunikasi. Tapi lucunya dia malah lebih senang duduk diam seharian melihat layar dan menghitung neraca.
"Annoraaa ... aku lapar banget nih, ayo kita cari makan." Vivian menggeliat di atas kasur, dan melirikku yang tengah mengetik beberapa bab untuk tugas Psikologi Komunikasi.
"Ahh ... rajin sekali kau." Ia mencibir sambil mengikat rambutnya coklatnya, membentuk cempol kecil, lalu membuka kerai jendela yang seketika dengan cepat memancarkan sinar keemasan yang terasa hangat.
"Lima menit lagi ..." Aku mempercepat ketikanku, dan dalam beberapa menit langsung kuarahkan scroll mouse itu dan mencari tombol save.
"Selesai ...!" aku tersenyum lega
di antara mataku yang tampak sembab dan berpola hitam tipis di bawahnya.Vivian menatap wajahku, memperhatikan.
"Annora, apa kau bergadang lagi?"
aku mengangguk lemas sambil tersenyum, dan berbalik ke arah kasur di belakangku, menarik sebuah bantal besar, dan memeluknya sambil memejamkan mata."Enaknya ..." Desahku pasrah, sambil membenamkan wajahku perlahan.
"Yah-yah baiklah, aku yang cari makan." Vivian menatapku datar.
Ia menghampiriku dan menepuk-nepuk kepalaku."Kau mau makan apa sleepy head?"
hening dan tak ada jawaban dariku."Aiss, yang benar saja ...!" Vivian menghela napas menatapku tak percaya, ia lalu bangkit, mengambil jaket dan dompetnya, dan meninggalkan aku yang sudah tertidur pulas dengan posisi duduk.
***
Di kursi taman itu, kakiku berayun santai, diiringi senandung merdu dari mulut kecilku, menyanyikan lagu all my life. Rambutku yang terurai sebahu, tertiup hembusan angin yang lembut.
Aku menunggunya, selalu menunggunya datang menjemputku di hari libur. Memanggil namaku dengan suaranya yang menenangkan, lalu menggenggam tanganku erat ketika bersandingan. Sejam, dua jam, terang, jingga, hingga akhirnya gelap ...
Tak ada yang datang. Tak ada juga kabar. Bahkan aku hanya bergeming.
Aku menunggu sesuatu yang memang tak akan pernah datang lagi ...Dinginnya udara malam yang ditemani dengan pendaran cahaya lampu taman, menyembunyikan air mataku yang kini turun deras. Dalam isakan tak tertahan, dan perasaan rapuh yang begitu dalam. Aku meringkuk. Memeluk tubuh yang merindukan dirinya.
Adrian ...***
"Annora ..." Panggil suara tinggi itu dan goncangan lembutnya mengembalikanku ke dunia nyata dan terbangun.
"Eh ... kau bermimpi lagi ya?"
Vivian terduduk khawatir dan menghapus sebulir air mataku di pipi.Aku masih menatap Vivian kosong. Tenggorokanku seakan kering menahan luapan perasaan di mimpi tadi. Kutarik napas panjang perlahan, lalu kuhembuskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST ONE BELIEVE (complete)
RomanceHampir setahun lebih Annora terkungkung dengan masa lalu dan mimpi buruk. Dan karena rasa frustasi untuk berusaha lepas dari dilema itu, akhirnya ia memilih untuk pergi menjauh dan hidup seorang diri. Belajar dan bekerja dilakoninya sekaligus. Ia be...