Maybe ...

1.3K 99 3
                                    

Sudah hampir seminggu aku pindah ke tempatnya. Reyno melakukan ini sebenarnya karena sebuah rencana yang sudah ia susun jauh-jauh hari dan kubuat kacau dalam sehari.

Aku memang bodoh. Kuakui itu sekarang. Aku tak tahu bersyukur, egois, dan hanya peduli pada perasaanku sendiri. Terus terombang ambing, kembali terbawa hanyut sekali saja hujan mengguyur. Aku lemah bagai lembaran kertas basah. Padahal
seseorang di sampingku membantu mengeringkannya berkali-kali. Tapi aku kembali layu.

Mungkinkah aku harus pulang? Bertemu ibu dan ayah.

Apakah ini akibat dari beban yang selalu kuendap bertahun-tahun?

Mereka tak pernah benar-benar tahu apa yang terjadi padaku setelah selama dua tahun ini. Aku sudah seperti anak hilang hingga bertemu dengannya setahun yang lalu. Ya, sudah selama itu ternyata.

Mungkin aku akan membawanya ikut serta. Aku tak bisa membayangkan bagaimana reaksi mereka nanti. Membayangkannya saja membuat nyaliku hilang. Apalagi Papa. Ia akan sangat khawatir dengan putri kesayangannya.

Ya tuhan! aku tak tahu harus bagaimana ....

Aku terduduk di atas karpet. Menangkup wajah yang panas. Kepalaku seperti berputar-putar, dan ini sebenarnya sudah berlangsung sejak beberapa hari yang lalu.

Dan aku masih bingung bagaimana cara mengatakan ini kepadanya?

***

Gwen menyadari tingkahku yang tak seperti biasa akhir-akhir ini. Melamun, membuka sosmed, kemudian melamun lagi.

"Annora, kau bisa ceritakan padaku, aku siap memasang telinga." Ia memangku wajah menatap. "Aku tak suka melihatmu seperti ini, aku kangen kau yang seperti biasa." Hanya senyuman tipis yang bisa kubalas tanpa balik menatap. Mataku masih sibuk menaik turunkan scroll ponsel tanpa tau apa yang ingin dicari.

"Aku tak tahu apa yang aku inginkan sekarang, Gwen."

"Apa maksudmu? hei, ke mana semangatmu waktu itu?" tubuhku hanya pasrah bergerak ke kiri dan kanan ketika Gwen menggoncangku berkali-kali.

"Entahlah, Gwen. Aku bingung. Aku bahkan tak bisa memutuskan apa pun. Mungkin aku harus pulang. Aku rindu kedua orang tuaku." Gwen mendaratkan tangannya perlahan di punggungku ketika air mataku menggenang.

"Temuilah mereka, Annora. Kau sudah terlalu lama pergi." Aku pun mengangguk sambil kembali tersenyum lemah.

***

Pada mata kuliah kedua akhirnya kuputuskan menitip absen kepada Gwen. Pikiranku yang tidak bisa konsen ditambah dengan kondisi badan yang tidak fit, membuatku memilih pulang.

Tidak lagi memutar kunci, tapi menggesek kartu dan menekan angka 10, ya, rutinitasku yang sudah kulakukan seminggu ini.

Sore itu apartemen nampak sepi. Tapi memang seperti inilah suasananya, dan tanganku rasanya masih aneh menggenggam bebas kartu ini sekarang. Id card yang dulunya adalah milik Diana, dan kini menjadi milikku sejak Reyno menyerahkannya. Aku pun bisa keluar masuk kapan saja. Bahkan hari ini aku kembali pulang ke kamar itu.

Kadang masih merasa mimpikah aku? kita telah tinggal bersama. Mungkin seharusnya ditambah dengan perubahan status. Tapi ... yah, lagi-lagi selalu bermuara ke penyesalan itu. Aku telah membuat runyam semua. Walau Reyno tak memberi batasan waktu untukku memutuskan, aku terus saja merasa bersalah.

JUST ONE BELIEVE (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang