Olive You

3.7K 177 0
                                    

Pagi itu di kampus, tugas hasil bergadangku kemarin sudah selesai kuserahkan. Pak Harris tidak banyak mengoreksi, bahkan memuji hasil kerjaku. Ia sempat menawarkan untuk menjadi asistennya di semester pendek yang tinggal beberapa bulan lagi. Tapi aku masih belum memutuskan. Karena semester pendek, tidak pernah kuhabiskan untuk mengambil kuliah ke atas, tapi bekerja.

Menyusul jam istirahat, aku langsung berjalan menuju kantin kampus. Perutku yang sejak pagi tak diisi apapun, kini mulai protes.

"Annora ...!" aku menoleh ke belakang, melihat Gwen berlari ke arahku sambil melambai. Sepatu hidden wedges tampak memperlambat langkahnya.

"Hah, kau ini jalannya cepat sekali sih!" Gwen menghela sambil terbungkuk, mengatur deru napasnya.

"Ah, pegal sekali kakiku ..." Sambungnya sambil meringis. Aku tertawa kecil melihatnya memijat-mijat betisnya.

"Bagaimana tugasmu tadi?" aku melirik Gwen tak sabar yang masih memijat kakinya lalu merapihkan kerah kemeja gombrang marun-nya.

"Lumayan, hehe ..." Ia tersenyum sambil memamerkan deretan giginya yang kini telah berbehel transparan. "Hanya beberapa koreksi kecil, tapi secara garis besar sih, sudah ok."

"Wah, tumben?" Gwen mendengus sambil tersenyum bangga.

"Hei, aku mati-matian mengerjakannya, bergadang hampir beberapa hari, bahkan berat badanku turun hampir dua kilo. Lihat lenganku, mengecil kan?" kunaikan sebelah alisku sambil terkekeh menatapnya tak percaya. Ia memamerkan kedua lengannya, yang bagiku tampak sama saja.

"Pokoknya aku akan lebih giat mulai sekarang, lihat saja, aku pasti lulus bersama denganmu." ditariknya lengan kananku dan dirangkulnya dengan antusias.

"Percaya. Tapi masalahnya kau bakal konsisten nggak nih ...?" candaku, sambil menyentil pelan jidat lebarnya. Gwen sempat mengaduh, tapi kemudian ia mengangguk semangat .

"Ya tentu saja! sudah kubilang, lihat saja nanti." Ia mengepalkan sebelah tangannya sambil tersenyum.

Perihal tugas kuliah dan sebagainya memang sudah bukan hal sulit bagiku, tapi masalahnya, apa aku bisa tetap berlanjut hingga lulus. Aku masih perlu terus bekerja part time agar tabunganku cukup untuk menambah biaya kuliah.

Perekonomian keluargaku memang kurang baik. Aku sebenarnya sudah tak ingin menyusahkan kedua orang tuaku, tapi mereka tak pernah putus asa mendukungku. Memang benar seperti kata Gwen, aku juga harus cepat lulus dan bekerja, dengan begitu kelak aku bisa membantu mereka. Lamunku disela-sela suapanku.

Kali ini nasi curry favoritku di kantin kampus ini hanya berasa asin. Apa mungkin sang koki ingin cepat-cepat menikah, pikirku sambil mengunyahnya tak semangat.

Gwen lebih memilih waffel dengan saus mapple. Ia memang tampak makan dengan lahap. Disuapan ketigaku, ia sudah menghabiskan makan siangnya itu.

Hmm ... rasanya deja vu ketika kutatap sisa-sisa waffel di piring Gwen.

Lamunanku mendadak berganti setting menjadi sebuah kamar di lantai dua. Di atas kasur nyaman dan besar dengan bedcover abu-abunya, lalu perlahan, datang seseorang dengan wajah tampannya yg dihiasi senyuman khas yang-selalu-mengalihkanku itu, dengan sebelah tangannya yang membawa nampan dengan menu waffel saus mapple di atasnya.

Ais ...! aku mengibas-ngibas kepalaku, kenapa tiba-tiba pikiranku jadi nyambung ke sana?

"Kenapa, Ann?" Gwen mendapati tanganku yang bergerak tak jelas.

"Ah tidak, ada serangga mendekati kepalaku." Jawabku asal sambil kembali menyuap nasi curry yang semakin terasa asin itu.

***

JUST ONE BELIEVE (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang