An Incident

1.3K 97 1
                                    

"Kau kurusan, sayang." Mama membelai rambutku ketika menghampiri meja makan. Menikmati masakan mama sore itu mambuatku betah berlama-lama di meja makan.

"Dia selalu memilih ramen, ketimbang makanan enak." Reyno terkekeh dan membuat aku menginjak kakinya di bawah meja.

"Annora, ramen itu tidak boleh terlalu sering, ingat kau sempat punya maag dulu?" aku menghela sambil mengangguk. Sedang mulutku masih sibuk mengunyah nasi goreng tuna buatan mama.

"Apa sedang berlibur? sampai kapan kalian disini? papa pasti senang melihat kau pulang."

"Sampai besok senin, ma." Mama langsung memasang tampang kecewa. "Besok aku harus masuk kerja, Rey juga tidak bisa cuti lebih lama."

"Oh, begitu, sayang sekali ..." Wajah mama benar-benar membuatku menyesal berkata jujur.

"Kita pulang rabu saja." Reyno memotong seketika.

"Rey, bukannya cafe, dan kau ..." Ia menggeleng dan tersenyum.

"Serahkan saja padaku. Tak usah khawatir." Mama menatap Reyno lalu menatapku, wajahnya seketika berubah.

"Bukankah kau sudah mendengarnya, Annora, mama yakin Reyno bisa melakukan yang terbaik." Aku pun hanya menghela. Kulirik pria di sampingku, yang tengah menyesap kopi sambil balik melirikku.

"Dia itu senang memutuskan apa pun  dan juga menyelesaikannya sendiri. Itu kebiasaannya." Reyno terkekeh. Mama hanya tertawa kecil.

"Ya itulah seorang laki-laki. Papamu juga kadang seperti itu, jadi percaya saja, mama yakin kok dengan Reyno." Wanita itu kini tersenyum lembut ke arah pria di sampingku. Mama entah kenapa terlihat begitu bahagia. Benar-benar aneh.

"Ma, kapan papa pulang?" tanyaku mengalihkan, karena kulihat Rey nampak kembali salah tingkah.

"Sore ini katanya, tapi entahlah, mama belum memberi tahu kamu pulang, biar saja menjadi kejutan." Wanita itu terkikik.

"Ah, ada-ada saja mama ini." Aku meneguk minuman setelah suapan terakhir selesai. "Bagaimana kalau sampai rabu papa belum juga datang?"

"Itu tidak mungkin terjadi," balas mama sambil meraih piring kosongku.

"Biar aku saja, ma." Mama buru-buru menepis tanganku.

"Ada pannacota, mama bikin di kulkas, ambilkan untuk Reyno juga yah." Aku tertawa sambil buru-buru bangkit, lalu melihat Reyno yang ternyata sedari tadi memperhatikanku.

"Hei, kau lihat apa? mau pannacota, gak?" Ia terkekeh lagi.

"Aku mau kamu." bisiknya perlahan dan berhasil membuat aku bergidik dan langsung meninju pelan lengannya.

"Sssttt! jaga bicaramu, bagaimana kalau mama dengar?!" balasku juga dalam bisikan, dan wajah yang mendadak merona. Reyno pun tertawa tak bersuara.

Aku menggerutu, lalu diam-diam tersenyum ketika membelakangi pria itu.

Sial! sekarang jantungku tak mau diam.

***

Sudah pukul sembilan malam saat itu. Aku masih melihat layar ponsel di kamarku. Sedangkan Reyno berada di kamar sebelah, tepatnya kamar adikku Daryl. Mama bercerita sudah dua bulan ini dia kerja praktek di luar pulau.

JUST ONE BELIEVE (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang