Initial Conflict

2.6K 144 1
                                    

Reyno menghubungi Calvin pagi itu. Ia akhirnya memutuskan untuk memastikannya sendiri.

Setelah lama berpikir, ia yakin Annora tidak akan pernah menceritakan semuanya. Memang hubungan antara mereka masih perlu waktu, tapi ia memutuskan untuk mengetahuinya lebih awal.

Sudah berselang seminggu, namun kejadian itu terus mengganggunya. Wanita yang kini telah menjadi kekasihnya itu, menangis dipelukan seseorang yang bahkan ia kenali.

Masa lalu yang tak bisa dilupakan, seperti yang dikatakan Annora. Mungkin memang itu alasan dibalik semuanya.

Tak lama seseorang di seberang sana menjawab panggilannya.

"Hello ... Reyno?" ujar Calvin seketika mengenali.

"It's me, Bro, bagaimana kabarmu?" tanya Reyno ramah, ia mengapit ponsel di telinganya dengan pundak, sambil kedua tangannya sibuk mengetik dan membuka beberapa email di laptopnya.

"Hei, I'm fine, Bro, how about you? long time no see, ya!" Calvin tampak bersemangat, seperti biasanya.

"Yah, i'm fine too, Bro, thank you."

"Glad to hear that."  Calvin tampak tertawa di seberang sana.

"I like too meet you, Calvin, perhaps, as soon as possible?"

"Why not? we could meet at my place tonight, it's been along time ..." Calvin semakin bersemangat, dan Reyno seketika tersenyum.

"Sounds good, kalau begitu sampai bertemu nanti malam?" Reyno langsung menekan nomor Anya, pada telepon di mejanya.

"Ok, see you soon." Jawab Calvin, dan Reyno menyimpan ponselnya.

Tak berselang lama pintu kemudian diketuk.

"Masuk Anya." Ujar Reyno yang masih menatap layar monitornya ketika seketarisnya itu masuk.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanyanya dengan suara yang lembut namun tegas.

Kali ini Anya memilih dress hijau zambrut, dengan belahan yang cukup rendah. Bentuk tubuhnya terbentuk indah terbalut pakaian itu. Begitu juga rambutnya yang tergelung rapih, memamerkan lehernya yang jenjang.

Wanita itu tampak menyadari, bahwa bos-nya tak mengalihkan matanya sedikitpun dari layar. Pria itu tetap sibuk mengecek beberapa laporan yang diterimanya.

"Anya, tolong cek schedule-ku malam
ini. Batalkan apapun di pukul 10 malam." Anya kemudian mengangguk.

"Baik, Pak." Anya sedikit menghela.

"Terima kasih, Anya." Reyno akhirnya menatap sekertarisnya itu walaupun hanya beberapa detik sebelum
kembali lagi pada laptopnya.

"Sama-sama, Pak." Anya berlalu dengan senyum tipis di bibirnya yang terpoles lipstik berwarna nude.

***

"Kau tidak kuliah, Ann?" Vivian mengerutkan alisnya menatapku yang masih bergeming dan tengkurap membelakanginya di atas kasur.

"Mhm ..." Jawabku malas, dengan mata yang masih tertutup.

"Ah, baiklah kalau begitu ..." Vivian menarik handuknya dan langsung menuju ke kamar mandi.

JUST ONE BELIEVE (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang