Reyno menuntunku masuk. Lagi-lagi tangannya berada di belakang pinggangku, menyentuh lembut.
Dari ruang tamu dapat kulihat dua buah pintu persegi berwarna putih gading dengan kenop emasnya yang besar. Tampak terlihat angkuh, entah kenapa. Reyno mendorongnya terbuka.
Mataku langsung menangkap sebuah ruangan yang begitu luas dan sangat-sangat mewah. Benar kata Reyno. Ini benar-benar lebih dari yang kubayangkan.
Konsep ruangan itu, bergaya classic modern. Semua ber-list emas, baik kursi, meja, chandelier mewah, bahkan atap dan dindingnya.
Luas ruangan itu mungkin kurang lebih hampir 600 meter, benar-benar menakjubkan. Seluruh lantainya terbungkus karpet dengan pattern LV. Lalu dua buah jendela kaca besar dengan tirai bronze berbahan satin. Belum lagi bantal dan kursinya, aku melihat pahatan dan lambang Versace di sana.
Begitu banyak sofa dan kursi, mulai dari sofa di ruang tengah yang dilengkapi sebuah home theather, lalu di sebuah perpustakaan mini yang berada di samping kanan, itu pun terdapat empat buah sofa dengan dengan sandaran dan sebuah meja kaca bulat di tengahnya.
Kakiku tanpa sadar melangkah maju. Sebuah meja bar leter L dengan kursi-kursi kecil berkaki tinggi mengelilinginya, berada tepat di samping kiri, di seberang perpustakaan itu.
Sebuah lemari kaca di belakang meja bar itu menampakan beberapa botol minuman yang di tata begitu rapih dan apik. Dom perignon, The Maccalan, Dalmore, dan lainnya yang tak sempat lagi kubaca.
"Kau suka?" suara Reyno memecah konsentrasiku. Aku sampai lupa ada dia di sana.
"Aku ... tak tahu." Jawabku ragu-ragu. Sambil memutar badan ke arahnya.
Reyno terkekeh geli. Ia menghampiri dan menaruh sebelah tangannya merangkul pundakku santai. Aroma tubuhnya menyeruak lembut, aku tersenyum menyambut tangannya.
"Kamar ini bertarif fantastis, hanya di sewa oleh orang-orang tertentu saja. Pejabat, artis, dan orang-orang penting lainnya."
Oh ok, fantastis. Rasanya aku tak perlu tahu. Pantas saja, ini terlalu berlebihan.
"Aku akan menunjukkan sesuatu lagi yang menarik padamu." Ia kembali membawaku berjalan dan masuk ke salah satu dari tiga kamar di ruangan itu.
Pendapatku tetap sama. Begitu kamar di buka, semua kemewahan itu kembali terasa. Ranjang yang super megah, jendela kamar yang super luas, flat tv yang super besar, dan lainya yang membuatku tak habis pikir.
Sebuah kamar mandi di dalamnya juga menampakkan sebuah jacussi yang begitu elegan dan mewah, dua buah kimono berlogo Channel yang tergantung cantik di sisi kanannya, lalu sebuah meja rias dengan berbagai produk dan kosmetik berlabel Bvlgary dan Gucci. Kali ini aku speachless.
Aku seperti berada di istana, yah benar. Seorang pelayan kumuh yang diajak seorang pangeran masuk ke dalam istananya, lalu dibawa ke kamarnya, dan hanya bisa terdiam terpaku kehabisan kata-kata.
Selebihnya ... mungkin ia tinggal menunggu apanya yang akan dilakukan pangeran itu pada dirinya.Aku terkekeh geli dalam hati. Pikiranku mendadak mesum.
"Hei, kau melamun apa?" Reyno melambaikan tangannya di depan wajahku.
Aku tersentak lalu tersenyum kecil. Wajahku mendadak panas.
"Ada apa dengan rona pipimu?" Reyno terkekeh. Tanganku langsung mengatup kedua pipi.
"Rasanya aneh, bingung, entahlah, semua terasa bercampur aduk sekarang." Reyno tersenyum dan menatapku lembut. Ia menyentuh helai rambutku dan menyisir perlahan dengan jari-jarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST ONE BELIEVE (complete)
DragosteHampir setahun lebih Annora terkungkung dengan masa lalu dan mimpi buruk. Dan karena rasa frustasi untuk berusaha lepas dari dilema itu, akhirnya ia memilih untuk pergi menjauh dan hidup seorang diri. Belajar dan bekerja dilakoninya sekaligus. Ia be...