Between Two Plans

2.6K 134 4
                                    

Beberapa minggu berlalu. Semua kembali seperti hari-hari sebelumnya. Aku berkuliah, Reyno berkerja, lalu sorenya kami datang ke cafe. Reyno pun tidak seintens dulu. Dalam seminggu kadang dua atau tiga hari absen. Target pekerjaan dan kesibukan, benar-benar membuatnya harus memilih.

Tinggal sebulan lagi dan sebentar lagi berganti tahun. Tak terasa hubunganku dan Reyno pun hampir genap enam bulan. Tahun depan pertengahan adalah kelulusanku. Mungkin aku harus mulai memikirkan pekerjaan apa yang nantinya akan kupilih. Entahlah apa aku masih tetap bekerja di sini, atau di tempat lain, apakah masih bisa sering bertemu dengannya, atau tidak.

Targetku saat ini agar mendapat nilai IPK yang baik, ya, itu saja dulu, lalu sisanya menyusul.

Lagipula akhir-akhir ini perasaanku tidak enak. Kadang permukaan air yang tenang menyimpan riak yang keruh. Sebenarnya aku agak khawatir dengan hubungan kami.

Apakah masalah kemarin begitu saja berakhir?

Kadang aku coba mengalihkan pikiran itu. Tapi rasanya sulit. Jujur, aku tidak pernah bisa berharap lebih jauh pada hubungan ini, apalagi sampai bermimpi. Aku cukup tahu diri.

Perhatian dan kasih sayangnya sudah lebih dari apapun. Aku tak berani menuntut apa-apa, selain bisa terus bersamanya. Terdengar naif.

Aku hanya takut jika sampai harus kehilangan orang yang kusayangi, lagi.

Dadaku selalu sesak bila bersinggungan dengan kata itu.

***

Sore itu Reyno tidak datang. Memang selalu saja terasa berbeda, bahkan Elsa pun menyadarinya. Tapi aku tidak boleh terlalu bergantung. Aku sadar, melihat kehadirannya seperti candu bagiku.

Seringnya ketidakhadiran Reyno pun, membuat Pak Louise dan kami bertiga sepakat untuk bergiliran mengambil dua shift. Aku menyesuaikan dengan jadwal kuliah, begitu pula Elsa dan Gavin.

Tak lama Elsa masuk ke ruangan sambil berjalan gontai, lalu duduk di hadapanku dan menidurkan kepalanya di atas meja. "Laparrr ..."

"Loh, belum sempat makan?" aku melirik Elsa yang memejamkan mata dan menggeleng.

"Mana sempat ... hari ini cafe berasa pasar. Hujan membuat mereka duduk berlama-lama, sedangkan konsumen terus berdatangan." Ia menghela panjang lalu menumbuk sebelah pundaknya.

"Sudah masuk musim hujan sih." Kutopang dagu lalu kembali termenung.

"Akhir tahun ini aku mau minta cuti ah!"

"Hmm? kau mau berlibur?" kulirik Elsa yang mengangguk semangat.

"Aku mau ke Bali, trus ke Gili, pokoknya mantai deh. Refreshing." Elsa tersenyum lebar.

"Asik banget, aku titip foto sama oleh-oleh kalau begitu."

"Memang kau gak punya rencana tahun baruan?" mata kami kini beradu. Lalu mengedik. "Aku yakin, Reyno diam-diam menyiapkan surprise." Elsa terkikik dengan pemikirannya sendiri.

"Entahlah, aku tak berpikir sampai ke sana."

"Nah, itu anehnya kalian berdua. Kadang aku juga gak ngerti. Selalu melakukan sesuatu dengan spontan, tapi tetap saja romantis." Aku tersenyum kali ini.

Benar juga sih.

Selama ini Reyno banyak mengambil inisiatif. Dan aku tak pernah keberatan. Sekalinya aku berinisiatif, hanya ketika mengajaknya makan saat ulang tahun, itu pun akhirnya Reyno yang memilih tempat. Karena kami berdua sebenarnya tidak ribet.

JUST ONE BELIEVE (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang