A Place Of Memory

2.6K 142 0
                                    

Aku tak tahu apa yang kulakukan. Tapi tubuhku terus berjalan mengikuti arah Google Map di layar ponsel.

Dari sini lurus terus, lalu ke kanan.

Aku menengadah menatap sekeliling jalan itu. Posisinya ternyata tidak jauh dari kampus. Aku masih terus berjalan menuju ujung dari jalan ini.

Beberapa menit kemudian langkahku berhenti. Kepalaku menoleh ke kanan, dan tampaklah sebuah cafe berkonsep minimalis yang berlantai dua. Kecil tapi manis.

Aku tertegun memandang lucunya tempat itu. Berbanding terbalik dengan cafe tempatku bekerja. Nuansa tempat ini didominasi dengan warna putih. Aksen kehijauan tampak menyejukan dari beberapa pot bunga yang dibuat bergantung pada beranda di lantai duanya yang terbuka.

Pintu masuknya yang menjorok ke dalam, menyisakan ruangan kosong sebesar 4 x 3 meter yang diisi dengan empat buah meja kotak, yang masing-masing dikelilingi empat buah kursi.

Aku memilih meja paling luar di sebelah kanan. Suasana tempat itu tidak terlalu ramai. Sempat kuperhatikan, bangunan ini sepertinya tidak baru. Karena aku dapat menemukan beberapa retakan-retakan kecil di temboknya, juga bekas cat yang terkelupas pada sudut-sudut meja dan kursinya.

Mataku melirik jam tanganku. Lalu melihat sekeliling.

Jangan-jangan aku datang terlalu awal? Aku tidak melihat Calvin.

Masih pukul setengah empat, dan aku akhirnya memutuskan untuk datang. Tapi sejak aku memutuskan, pesan Calvin memang belum sempat aku balas.

"Silahkan menunya." Sapa suara lantang dengan logat yang kukenal.

Aku menengadah, menatap Calvin yang datang dengan menu berwarna hitam berbentuk buku yang dilapis bahan kulit yang sudah agak keburaman. Ia tersenyum lebar memandang wajahku yang kebingungan. Pakaiannya tampak cerah. Polo shirt kuning dan celana pendek berwarna beige.

"Calvin?" aku akhirnya membuka mulut. "Jangan bilang kau kerja di sini?" aku menarik sebelah alisku, dan Calvin menarik kursi lalu duduk di hadapanku.

"Tidak, i own this place." Ia tersenyum kecil kali ini.

"Oh ..." Entah aku harus berkata apa. Memang aku tak menyangka. Sudah hampir setahun lebih aku tidak bertemu dengannya, dan tak ada lagi yang kuketahui tentangnya sejak saat itu.

"Haha, santai saja Annora, tak ada maksud apa-apa, aku cuma ingin mengobrol saja denganmu." Ia kembali tertawa renyah, dan aku mengangguk canggung.

"Baiklah, sekarang aku sudah di sini." Kataku sambil bersandar dan membalas tatapannya sambil tersenyum simpul.

"Yah, aku senang kau datang." Calvin balas menatapku, lalu mendorong buku menu hitam itu.

"Silahkan pilih apapun yang kau mau, aku tahu kau belum makan."
Aku terkekeh.

"Ah, tentu saja ... aku memang lapar sekali." Calvin kembali tertawa mendengar jawabanku.

Aku membuka lembar demi lembar, menatap menu dengan tulisan-tulisan yang tercetak sambung, mataku agak membesar ketika melihat harga yang tertera di sebelah kanan.

"Ehm, baiklah, segelas ice tea, less sugar." Kataku singkat sambil tersenyum lalu menutup kembali menu itu.

Calvin mengangkat sebelah alisnya.
"Hei, don't worry, it's on me, i treat you, Annora, hahaha ..." Ia sepertinya geli menyadari tingkahku.

"Uhm ... kalo begitu terserah padamu." Aku tertawa canggung lagi, menutupi wajahku yang memanas.

"Ok, then." Calvin mengedipkan sebelah matanya sambil kemudian bangkit dan meninggalkanku.

JUST ONE BELIEVE (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang