Loneliness

1.4K 106 2
                                    

Sebulan hampir terlewati. Beberapa hari lagi menuju tahun baru. Tak ada yang istimewa. Seperti yang sudah kubayangkan. Ketika saat itu Elsa bertanya ke mana aku akan pergi menghabiskan waktu di pergantian tahun. Sejujurnya hingga detik ini aku hanya memutuskan untuk menonton beberapa judul drama secara maraton di kosan dengan beberapa cemilan dan tidak dengan Vivian tentunya. Karena ia pun sibuk berlibur dengan keluarganya.

Aku akan terus menikmati kesendirian ini. Seperti 29 hari yang lalu. Semenjak terakhir kali aku bersamanya di kamar ini.

Beberapa hari yang lalu ibu menelepon. Bertanya apakah aku akan pulang di akhir tahun. Jawabanku masih mengambang. Bukannya aku tidak merindukan mereka. Aku tak pernah melupakan keluargaku di sana. Ayah, ibu dan seorang adik laki-laki yang saat ini masih SMP.

Tapi aku masih ingin memastikan sesuatu. Entahlah. Kadang keegoisan mendominasi diriku. Seperti ketika aku meninggalkan mereka, dan pindah ke kota ini beberapa tahun yang lalu. Aku sangat bersikeras, dan sempat ribut dengan ayah. Tapi mereka akhirnya hanya bisa mempercayakan semua padaku. Berharap aku bisa menjaga diriku, hidup bahagia dan selalu sehat.

Kadang aku menangis. Sudah dua tahun aku tidak pulang. Mereka pun tidak bisa menjenguk kemari, karena aku tidak pernah memberi mereka alamat yang jelas. Aku masih belum siap. Kepergianku saat itu demi melupakan Adrian masih menyisakan trauma. Dan saat ini, dengan Reyno yang sudah berada di sampingku selama hampir setahun, tetap saja masih membuatku ragu. Apalagi untuk mengenalkan kepada mereka.

"Ahhh ... entahlah, Annora.
Kau memang serba bingung. Hidupmu bingung, asmaramu bingung, masa
depanmu juga bingung." Aku berkelakar sendiri sambil menjatuhkan tubuh ke kasur. Menatap langit-langit, dan tersenyum hambar.

Jangan berharap terlalu tinggi, Annora. Jalani saja hidupmu sekarang.

"Ya, jalani saja." Ujarku lagi berpantomim. Mataku melirik tumpukan film di sebuah rak, dan menarik salah satu secara random. "Aku akan nonton ini nanti malam." Kucoba menghibur diri sendiri.

Baiklah. Tinggal menyiapkan cemilan lalu ramen dan minuman.

Aku beranjak bangkit. Menarik jaket dan mengambil dompet. Sore ini pasti orang-orang tengah sibuk menyiapkan dan membeli bahan-bahan untuk barbeque atau pesta. Mall dan supermarket sudah pasti penuh hiruk pikuk. Tapi bagiku, Mart saja sudah cukup.

Tidak ada pesta untukku.

Aku tersenyum tipis sambil berlalu.

***

Dua kantong belanjaan yang gemuk rasanya agak berlebihan untuk seorang diri, tapi aku masih saja merasa kurang. Kurang lengkap, kurang banyak, kurang sesuatu. Apalagi datang ke Mart seorang diri dalam sebulan ini, rasanya seperti ada yang hilang.

Aku memilih berjalan kaki untuk pulang. Merasakan beratnya belanjaan di kedua tanganku. Seberat beban pikiranku, dan rasanya menjadi dua kali lipat sekarang.

Aku tersenyum kecut.

Yah, kurang kerjaan.
Memang aku kurang kerjaan sekarang.
Seorang diri, dan tak jelas.

Napasku agak tersengal-sengal ketika sampai di depan apartemen, dan masih ada 21 anak tangga lagi yang perlu kunaiki. Sambil menatap nanar, aku melangkah naik dengan lemas. Suara tiap langkahku memenuhi tempat itu.

Aku yakin, mungkin hanya aku sendiri yang berada di gedung ini. Lagi-lagi senyum kecut. Suara-suara keramaian dan letupan kembang api saja sudah mulai terdengar. Belum tepat pergantian malam sebenarnya, tapi mungkin mereka sudah tidak sabar untuk mencuri start, atau sekedar meramaikan suasana.

Jujur, i envy them ...

***

Suara sorak sorai dan letupan kembang api semakin ramai tak terbendung. Tawa dan teriakan bahagia dari kejauhan seharusnya dapat kudengar. Tapi aku mungkin satu-satunya orang yang ketiduran disaat pergantian tahun. Dengan televisi yang masih menyala, menampilkan drama yang terus berputar. Bersandar rendah pada kasur, dan beberapa cemilan yang masih terbuka dan belum habis. Rasa kantuk membuatku tak menyadari semuanya.

Akupun tak sadar, bahwa seseorang sudah berada di sampingku sejak tadi. Duduk dan terus menatapku, lalu tersenyum. Entah apa yang ada dipikirannya sekarang. Tapi ia memilih untuk membiarkan dan tidak membangunkanku saat itu, dan mungkin sampai esok pagi.

***

JUST ONE BELIEVE (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang